Ketiganya keluar dari ruangan setelah Kafa memutuskan untuk mencari informasi lainnya selain dari laporan keuangan. Langkahnya terhenti begitu melihat meja Dinda kosong.
Dipa mengikuti pandangan Kafa. "Dinda mungkin baru saja pulang. Aku datang Dinda masih disini," jelas Dipa melirik Kafa.
Sejujurnya dia ingin melihat reaksi Kafa namun menantunya ini benar-benar sulit untuk di nilai. Dipa menghela napas saat Kafa tidak mengatakan apapun dan melangkah menuju lift. Tidak ada pembicaraan apapun di lift. Dia menoleh ke belakang memandang Beno. Pemuda itu hanya menunduk kepadanya, tidak mengatakan apapun. Dipa kembali memandang lurus.
Dia ingat saat Adi mengajaknya pergi untuk menemui Kafa. Sahabatnya itu jelas menyesal telah menelantarkan Kafa. Namun, Dipa bisa melihat pancaran kebanggaan dari mata Adi waktu itu, saat mengetahui bahwa Kafa bukan hanya seorang montir biasa.
Beno berlari kecil hendak membukakan pintu untuk Kafa namun menantunya segera menggerakkan tangan—memberi isyarat untuk Beno tidak melakukan hal itu.
"Beno!" Panggil Dipa. "Kau saja yang bawa mobilku." Dipa melempar kunci mobil pada Beno. "Aku akan bersama Kafa."
Kafa memandang Dipa sejenak tanpa ekspresi apapun kemudian menatap Beno dan mengangguk. Beno mengambil kunci mobil dan memberikannya pada Kafa.
"Mari, saya akan mengantar Anda pulang." Kafa mengatakan itu seraya melangkah menuju pintu pengemudi dan masuk. Bersamaan dengan Dipa masuk.
Mobil berjalan pelan keluar basement , berjalan memasuki aspal jalanan yang lenggang.
"Menginaplah di rumah." Dipa membuka pembicaraan. "Dua hari lalu aku melihatmu menurunkan Dinda kemudian pergi. Menghilang begitu saja lalu pagi tadi muncul." Dipa menoleh, ingin menilai ekspresi menantunya namun yang dia dapat hanya kerutan dalam di kening Kafa. Dipa tersenyum. "Kalau kau hanya diam seperti ini, Dinda akan terus berbicara," ucap Dipa seketika. Dia membayangkan bagaimana Kafa dan Dinda berinteraksi. Dia mengenal dengan seperti apa putrinya. "Aku tarik kembali ucapanku yang pernah bilang kalian akan cocok, kali ini aku rasa kalian tidak cocok."
"Saya berpikir sama. Karena itu saya tidak akan membuang waktu. Saya sudah berkonsultasi dengan Pak Arsa mengenai sisa saham. Jika semua saham sudah atas nama saya, saya akan memberikan langsung pada Bima, sesuai permintaan putri Anda."
Dipa tersenyum sekali lagi. "Ya. Terserah kalian."
"Saya melakukan ini karena Anda sudah membantu saya."
"Aku tidak memintamu." Dipa menimpali. "Putriku yang memintamu menikah dengannya. Demi saham perusahaan dan juga demi Bima. Kau yang memutuskan."
"Saya menyesali keputusan saya sekarang."
Dipa mendengus, namun sudut bibirnya membentuk senyuman. Dia memandang keluar kaca mobil. "Adi benar-benar sudah putus asa sampai memberikan syarat pernikahan." Jeda sejenak. "Aku tidak menyangka dia akan menggunakan Dinda. Putriku yang malang."
"Mungkin ada seseorang dalam benak Anda, yang mungkin menjadi tersangka?"
Dipa terdiam kemudian fokus pada jalanan dihadapannya. "Entahlah. Mungkin Adi berpikir kau akan bisa menemukannya saat bergabung dalam keluarga Hartanto."
"Saya tidak berniat bergabung dengan keluarga Hartanto. Kehidupan saya yang sekarang sudah sangat baik, tanpa mereka," tekan Kafa diakhir kalimat.
"Kita tidak tahu kedepannya seperti apa. Sama seperti hubunganmu dengan Dinda." Dipa melirik sekilas pada Kafa. "Mungkin putriku yang cerewet, suatu saat nanti akan meluluhkan hatimu." Dipa menambahkan dengan nada bercanda. "Berhati-hatilah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Marriage [Season 1]
RomantikUpdate setiap hari sabtu ^.^ *** Baca di Karyakarsa lebih dulu https://karyakarsa.com/adhwaaeesha/series/fake-marriage-27633 *** Terjebak dalam pernikahan palsu.... Adinda bertekad untuk membantu Bima-lelaki yg dia cintai, mendapatkan kembali hakny...