Bab 19 | Secuil Masa Lalu Kafa

263 47 3
                                    

Hari peluncuran produk baru sudah ditetapkan, 10 hari lagi.

Walau terbilang cepat, Kafa senang mereka sangat antusias dengan produk baru ini. Sibuk mengurusi berbagai hal Kafa tidak lagi memikirkan apa yang terjadi antara dirinya dan Dinda dua hari lalu. Diawal, pelukan Dinda membuatnya membeku tapi, perlahan Kafa merasakan kehangatan. Rasanya beban yang dia pikul perlahan lenyap. Memang Kafa tidak membalas pelukan Dinda, namun tubuhnya rileks seketika—menikmati pelukan Dinda.

Rasa canggung menyelimuti hubungan mereka setelah itu. Kafa lebih sering tinggal di kantor, pulang larut malam dan berangkat lebih pagi, bahkan dia memutuskan untuk tidak sarapan bersama.

Dipa bertanya tentang perubahan sikapnya tadi pagi saat berada di tempat perakitan mobil.

"Anda tahu sendiri, sisa 10 hari. Kita harus bergerak cepat."

"Tapi tidak perlu sampai menghindari Dinda, kan?"

"Saya tidak menghindari Dinda."

"Arsa sudah menceritakannya padaku. Kalian datang dan mengatakan ingin berpisah."

Kafa menilai sekitar. Suara mesin meredam kalimat Dipa namun Kafa masih bisa mendengarnya.

"Anda tahu sejak awal, kan? Anda sekongkol dengan Pak Adi untuk mengikat saya," tuduh Kafa langsung. Dipa hanya tersenyum. "Apa lagi yang Anda rahasiakan?"

"Tidak ada. Aku menilai syarat pernikahan dari Adi terlalu lemah, jadi aku bilang pada Adi, bagaimana kalau dia memikirkan hal lain."

Kafa mengusap wajahnya frustasi. Ternyata sejak awal ini sudah direncakan, batinnya.

Dia benar-benar terjebak. Seperti jatuh dalam perangkap tidur. Sial!

Setelahnya Kafa enggan membicarakan masalah wasiat atau saham dengan Dipa. Dia sepertinya sudah tidak bisa mempercai Ayah mertuanya. Sampai muncul spekulasi, mungkin saja pengkhiatan yang dimaksud oleh Pak Arsa tidak ada dan itu hanya akal-akalan mereka berdua.

Tapi, apa mereka harus melakukan semua ini? Sampai membuat Kafa hampir merenggang nyawa?

Ketukan pintu mencuri perhatian Kafa. Dipa muncul. Hilang sudah mood baik Kafa.

"Laporan inventaris dari gudang. Semuanya ada disini."

"Termasuk nomor seri?" Tanya Kafa dijawab anggukan yakin dari Dipa. "Terima kasih."

"Kau marah? Terlihat jelas." Dipa mengejak. Dia senang mengganggu menantunya. "Percuma saja kau marah. Lebih baik kalian berdamai. Aku sudah tua, perlu pensiun. Ada baiknya kalau kalian memikirkan bagaimana secepatnya memberi kami cucu."

Menghela napas kesal. Kafa tidak memikirkan kalimat Dipa. Dia harus berkonsultasi dengan pengacaranya tentang masalah ini dan mencari jalan keluar.

"Aku dengar pamanmu pingsan dan dibawa kerumah sakit."

Kali ini kalimat Dipa mencuri perhatiannya.

"Saat kau kerumah Nenek Dinda, kau tidak mampir, kan? Luangkan waktumu." Dipa langsung berpamitan pergi.

Tahun lalu, saat pergantian tahun Kafa pulang ke rumah Pamannya—kampung halamannya. Kakak lelaki dari Ibunya sangat menyayanginya. Walau selalu dipukul dan dibentak agar tidak jatuh terpuruk, bisa menjadi sosok yang kuat walau umurnya masih sangat kecil. Kafa tahu itu adalah bentuk kasih sayang. Saat usianya 15 tahun, Pamannya dipukul habis-habisan oleh debt collector karena selalu menunda pembayaran. Paman dan Bibi nya berjuang mati-matian membesarkan dirinya yang sudah dibuang oleh Ayah dan Ibunya. Kafa memilih pergi dari rumah, berjuang sendiri di usia 15 tahun namun sayang, Kafa kembali karena tidak ada yang bisa dia lakukan. Dia menangis dan mendapatkan pukulan, tapi setelah itu, Paman dan Bibinya memeluknya dan berkata. "Selamat datang dirumah."

Fake Marriage [Season 1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang