Kafa hendak membalut lengan kanannya kembali saat pintu kamar mandi terbuka. Dinda muncul dengan baju ganti-sudah tidak menggunakan baju rumah sakit.
"Apa yang kau lakukan?!" Pekik Dinda buru-buru keluar dari kamar mandi. Baju rumah sakit teronggok dilantai dan Dinda melesat duduk disampingnya di sofa. "Kenapa menggantinya sendiri?! Aku temani ke ruang Gawat Darurat!" Dinda menarik tangan kanan Kafa-sepertinya dia tidak sadar kalau tindakan membuat lengan Kafa semakin nyeri.
"Kau menyakiti lenganku." Geram Kafa dan Dinda baru menyadari tindakannya itu salah lalu duduk kembali di sisi Kafa. "Bantu saja aku...."
"Bagaimana?! Aku tidak tahu," lirih Dinda.
Kafa lalu mengajari Dinda. Hanya tinggal menutup luka dengan kasa lalu diperban kembali.
"Mudahkan?" Tanya Kafa.
Dinda mengangguk tersenyum menunduk menutupi senyum malu-malunya.
Pagi tadi dia terbangun dan mendapati Kafa ada disini menemani. Dia langsung bergerak duduk dan memeluk lelaki itu dan berkata untuk tidak melakukan hal-hal mengerikan dengan senjata. Walau setelah itu Kafa hanya diam, sepertinya lelaki itu mengerti dan mau bekerjasama dengannya. Pasalnya sejak dia bangun, Kafa jadi lebih lembut dan memperhatikannya. Terkadang wajah datar dan cueknya membuat Dinda gemas.
Kalau dulu Dinda menggunakan kata benci setiap kali Kafa menunjukkan wajah datar dan cuek, kini Dinda menggunakan kata gemas untuk menunjukkan perasaannya.
Dinda dan Kafa bergerak berdiri dari sofa. Kafa melangkah mengambil baju rumah sakit yang teronggok di lantai sedang Dinda mengambil jas hitam milik Kafa. Saat Kafa meletakkan baju rumah sakit diatas bed, Dinda mendekat dan membentangkan jas Kafa.
"Pakai dulu jasnya," ucap Dinda.
Kafa menghela napas namun berbalik dan membiarkan Dinda membantunya memakai jas. Karena lukanya di lengan atas membuat Kafa harus mengenakan kaos berlengan pendek.
"Administrasi sudah aku urus tadi."
"Jadi, kita langsung pulang?" Dinda langsung memeluk lengan kanan Kafa dan seketika Kafa meringis kesakitan. "Oh maafkan aku!" Seru Dinda sedikit menjauh. "Maafkan aku, Kaf."
"Tidak apa," Kafa menjawab singkat lalu mengangkat beberapa paper bag dengan tangan kirinya dan berjalan keluar ruangan melewati Dinda.
Dinda tidak percaya dengan sikap Kafa yang seperti itu. Antara gemas dan ... Menyebalkan.
***
Dinda disambut oleh Retta yang menangis sesenggukan. Karena seumur hidupnya, putri satu-satunya tidak pernah masuk rumah sakit.
"Kamu istirahat diatas sana! Mama sama mbak Sari mau masak makan malam dulu." Retta mencium kening Dinda kemudian segera melenggang ke dapur. Dinda tanpa menunggu Kafa, dia langsung berjalan menuju kamarnya dilantai dua.
Dipa tersenyum lalu mengikuti Retta menuju dapur. Dia tidak mau mengganggu waktu Kafa dan Dinda.
Kafa mengikuti langkah Dinda naik ke lantai 2 pintu kamar Dinda sudah terbuka dan lelaki itu melihat Dinda duduk di tepi tempat tidur menatap dirinya-seakan sudah menunggu.
"Kenapa tidak istirahat?" Tanya Kafa seraya meletakkan tas milik Dinda diatas meja nakas kemudian menatap Dinda dengan sebelah alis terangkat. "Apa?" Curiga dengan sikap Dinda, Kafa bergerak menjauh. Dia harus kembali ke bengkel.
Yah. Kafa mulai menyadari perubahan sikap perempuan ini. Dinda semakin menggila setelah malam itu. Sungguh, dia lebih baik menghadapi Dinda yang pemarah, cerewet dan membencinya. Jika seperti ini terus, dinding pertahanan Kafa bisa saja runtuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Marriage [Season 1]
RomanceUpdate setiap hari sabtu ^.^ *** Baca di Karyakarsa lebih dulu https://karyakarsa.com/adhwaaeesha/series/fake-marriage-27633 *** Terjebak dalam pernikahan palsu.... Adinda bertekad untuk membantu Bima-lelaki yg dia cintai, mendapatkan kembali hakny...