Epilog

648 47 2
                                    

Dinda menunduk di atas wastafel kamar mandi kantor. Serangan mual ini datang lagi. Padahal pagi tadi Dinda sudah memuntahkan seluruh sarapannya dan kali ini, Dinda memuntahkan makan siangnya. Dia membasuh mulutnya dan menatap dirinya sendiri di depan cermin.

Ini terjadi selama seminggu pasca perceraiannya dengan Kafa. Tidak ... Tidak, koreksi Dinda dalam hati. Ini sudah terjadi bahkan sebelum perceraiannya namun kali ini lebih sering. Dinda mengambil napas panjang dan segera melangkah keluar dari kamar mandi. Dia harus kembali bekerja. Pergantian Direktur Utama serta audit internal yang dilakukan oleh PT Ford Internasional setelah terbongkarnya kasus Galih membuat semua orang kerepotan.

Beta melihat Dinda kembali, dia berdiri dan mendekat. "Bu Dinda sakit? Kenapa pucat begitu?"

Dinda memegang pipinya yang terasa dingin. "Akhir-akhir ini pencernaan ku tidak baik. Mungkin aku banyak pikiran."

"Bu Dinda istirahat saja. Biar saya yang menyelesaikan laporan ini."

Menggeleng menolak, Dinda langsung duduk dibalik mejanya dan mulai bekerja. Beta terlihat khawatir dan kembali duduk di sisi Dinda.

Jika Dinda tidak bekerja, dia akan terus mengingat Kafa. Semenjak pengunduran dirinya minggu lalu, bertepatan dengan keputusan sidang perceraian mereka. Suasana kantor menjadi aneh. Banyak pegawai yang bergosip tentang Kafa. Tapi Dinda tetap diam karena dia berusaha untuk terus tidak memikirkan Kafa.

Semuanya sudah selesai.

Hubungan mereka sejak awal memang sudah tidak memiliki masa depan. Berawal dari kontrak dan berakhir juga karena kontrak.

Singkat waktu tiga bulan bersama Kafa, Dinda memiliki banyak kenangan dengan Kafa. Di kantor, di rumah, di kamar mereka, di halaman belakang. Semua memiliki kenangannya bersama Kafa. Dinda memejamkan mata saat serangan pening pada pelipisnya datang.

Mungkin dia harus pergi ke dokter untuk mendapatkan resep.

***

Bu Ratna–pengelola Panti Asuhan berdiri di bawah anak tangga menyambut seseorang. Mobil hitam itu perlahan berhenti tidak jauh dari berdirinya Bu Ratna. Senyum Bu Ratna mengembang tatkala seorang perempuan keluar dari mobil. Perempuan itu melepas kacamatanya dan mendekati Bu Ratna.

"Lama tidak berjumpa, Bu Ratna." Perempuan paruh baya yang masih cantik itu tersenyum lebar pada Bu Ratna.

"Senang berjumpa dengan Anda lagi, Bu Leni."

Leni melebarkan senyumnya kemudian seakan teringat sesuatu, dia berbalik dan bertepatan supirnya datang dengan menenteng beberapa paper bag. Dia memberikan isyarat untuk membawanya paper bag itu masuk kedalam panti asuhan.

"Tidak perlu repot-repot, Bu Leni. Anak-anak Panti sudah mendapatkan banyak sekali mainan dan pakaian," jelas Bu Ratna. Karena memang dalam kurun waktu beberapa hari ini, Dinda dan Kafa masing-masing mengirim pakaian dan mainan. Walau keduanya tidak datang langsung, Bu Ratna sangat bersyukur atas bantuan mereka.

"Tidak apa. Biarkan saja. Saya juga membawa banyak makanan. Bagaimana kalau kita makan malam bersama? Anda belum memasakkan?"

Bu Ratna menggeleng. Keduanya lalu melangkah masuk ke dalam panti asuhan. Ternyata didalam ada Dinda yang sedang bermain bersama anak - anak panti.

"Itu siapa, bu?"

"Oh ... Dia Bu Dinda. Istri dari Pak Kafa."

Mata Leni membelalak. Tangannya mencengkram erat kacamatanya. "Kafa? Dia sudah menikah?"

Bu Ratna seperti diingatkan. "Benar. Saat ulang tahun Pak Kafa bulan lalu. Pak Kafa membawa bu Dinda kesini, memperkenalkannya pada saya sebagai istrinya."

Fake Marriage [Season 1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang