Lelaki itu benar-benar bangun pagi-pagi sekali. Dinda bahkan masih berada didalam selimut saat samar-samar dia melihat Kafa sudah berpakaian rapi. Rasa kantuknya mengalahkan segalanya. Jadi—saat Kafa tidak terlihat lagi. Dinda kembali tidur.
Tiba di kantor, Beno ternyata sudah sibuk dibelakang meja dengan beberapa berkas. Dia jadi merasa bersalah. Beberapa hari terakhir ini lelaki itu yang bekerja lebih keras dibanding dirinya.
Kasus beberapa minggu lalu sudah tidak terdengar lagi. Dinda bahkan sempat menanyakan pada Beno dan dijawab masalah itu diserahkan kepada pihak yang berwajib. Setelah itu dia tidak bertanya kembali.
Sedang Bima, lelaki itu kini lebih banyak bekerja. Sepertinya kemarahan Bima sudah teredam. Entah kenapa tiba-tiba menjadi seperti itu. Tapi yang jelas, Dinda menyukai kedamaian ini.
Senyumnya mengambang. "Selamat pagi, Beno." Sapanya lalu duduk di kursi. Dinda baru saja menyalakan layar komputer begitu Beno menyerahkan sesuatu kepadanya.
"Ini jadwal Pak Kafa hari ini," jelas Beno kepadanya lalu kembali berkutik dengan pekerjaan.
Dinda mengambil catatan itu. Tidak biasanya Beno menyerahkan catatan. Biasanya dia akan mengirim email berkas berisi jadwal. Membaca catatan itu. Dinda mendelik membaca catatan itu. Ia bahkan mendekatkan catatan jauh lebih dekat di depan matanya siapa tahu Dinda salah baca.
"Hari ini ulang tahun Kafa?"
Beno mengangguk tanpa menatap Dinda.
"Dia tidak bilang apa-apa," gumam Dinda. Sekali lagi Dinda membaca catatan itu.
"Pak Kafa tidak pernah merayakan hari ulang tahunnya. Namun sekali setiap tahun, Pak Kafa akan makan bersama anak-anak Panti Asuhan. Hari ini saya sudah mengosongkan jadwal pak Kafa sore hari. Anda berdua bisa pergi kesana bersama."
"Apa Kafa tahu kau mengatur semua ini?" Beno mengangguk. Dinda terperangah. "Apa kau sudah lama bekerja dengan Kafa?"
Gerakan tangan Beno diatas keyboard berhenti. Lelaki itu menoleh kearahnya dengan wajah datar. Dinda sampai meringis ngeri melihatnya. Apa apa dengan Beno? Dia seperti bekerja dibawah tekanan selama berbulan-bulan.
"Kalau Anda tidak bersedia menemani Pak Kafa. Tidak apa. Anda bisa selesaikan berkas ini untuk saya hari ini. Dan Saya akan menjadi asisten Pak Kafa seharian ini."
"Jelas aku memilih bersama Kafa hari ini." Dinda tersenyum cengengesan dan Beno kembali melanjutkan pekerjaan. Ia menghela napas panjang. Kenapa lama-lama Dinda seperti anak magang yang tidak tahu apa-apa? Padahal dialah yang lebih dulu bekerja disini.
Seakan teringat sesuatu, Dinda beranjak berdiri. Ia sampai berjinjit untuk melihat kaca ruang pembatas ruangan Kafa yang gelap. "Kafa didalam, kan?" Tanyanya kembali duduk.
"Ya. Pak Kafa sedang ada tamu."
"Siapa?"
Kepala Beno menoleh seketika. Lagi-lagi Dinda ngeri melihat ekspresi Beno. Ada apa dengan Beno hari ini? "Lebih baik Anda mulai mempelajari bahan meeting hari ini."
"Oke." Dinda merasa aura hitam keluar disekitar Beno. Dia lebih baik menurut saja.
Selang beberapa menit kemudian. Pintu ruangan Kafa terbuka. Lelaki itu keluar bersama Malvin. Dinda bangkit dari kursi menatap kedua lelaki itu.
"Sisanya biarkan aku yang mengurusnya." Kafa berkata. "Terima kasih untuk bantuannya."
Malvin hanya tersenyum mengangguk lalu pandangan nya dan Dinda bertemu. Malvin refleks memiringkan kepala. Keningnya berkerut dalam mata nya menyipit seakan berusaha mengingat sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Marriage [Season 1]
RomantizmUpdate setiap hari sabtu ^.^ *** Baca di Karyakarsa lebih dulu https://karyakarsa.com/adhwaaeesha/series/fake-marriage-27633 *** Terjebak dalam pernikahan palsu.... Adinda bertekad untuk membantu Bima-lelaki yg dia cintai, mendapatkan kembali hakny...