Bab 11 | Berdetak kencang? Apa ini?

266 50 0
                                    

"Hari ini mungkin keingin tahunan Dinda bisa teralihkan. Tapi dilain waktu. Aku rasa tidak bisa."

"Lalu, Ayah ingin melakukan apa?"

"Kau harus lebih sering bersama Dinda."

Mata Kafa membelalak mendengar saran itu.

"Begini, Kaf. Dinda akan bersamamu, Beno dan aku akan mencari bukti kuat untuk menangkap pelaku."

Suasana ruang baca yang tenang bertambah tenang dengan kebingungan Kafa. "Jadi, Ayah ingin aku terus bersama Dinda? Tidak!"

Raut Dipa berubah drastis. "Bukannya kamu ingin segera menyelesaikan masalah ini, kan? Percayakan saja kepadaku dan Beno."

Menelan saliva sudah payah. Kafa bergerak tidak nyaman di sofa, dia memikirkan kemungkinan jika terus bersama Dinda, dia bisa gila.

"Putriku tidak seburuk itu. Kau harus mencobanya."

"Mencoba? Maksudnya dalam hubungan ini?" Dipa mengangguk. "Tidak. Saya sudah mengatakannya, saya menyesal. Dan saya ingin segera menyelesaikan masalah ini."

"Kau tidak percaya padaku dan Beno?"

Terdiam. Kafa memikirkan semuanya. Baik buruknya jika dia bersama atau tidak bersama Dinda.

"Tidak." Keputusan final dari Kafa. "Saya akan tetap menyelidikinya sendiri. Anda hanya perlu membantu saya menjalankan perusahaan dan menyakinkan para dewan direksi."

Kedua bahu Dipa terkulai lemas. Sepertinya dia gagal membujuk Kafa. Dipa menghela napas

Ketukan pintu terdengar setelahnya. Dinda masuk membawa baki dengan dua cangkir kopi, meletakkannya diatas meja kaca dihadapan Kafa dan Dipa.

"Ayah dan Kafa sedang membicarakan apa? Masalah perusahaan?"

Dipa melirik pada Kafa yang tampak terdiam dan tidak berniat untuk menjawab pertanyaan Dinda. Dipa berdeham kemudian menjawab. "Besok akhir pekan. Bagaimana kalau kamu dan Kafa pergi ke rumah Nenek di desa?"

Kafa sontak menatap Dipa.

Dipa tahu, menantunya sedang menatapnya dengan tajam namun dia tetap tenang dan menoleh. "Kau juga harus menjenguk Paman dan Bibimu, kan? Kampung halaman kita hanya dipisahkan sungai."

Benar, batin Kafa.

"Ayah dan Kafa membicarakan itu? Bukan masalah perusahaan?"

"Kenapa membicarakan masalah perusahaan di rumah? Ayah sudah menghubungi Bude Ara, mengatakan kalau kamu dan Kafa akan kesana besok."

"Kenapa Ayah tidak membicarakannya dulu dengan Dinda?!"

"Daripada memikirkan itu, lebih baik kamu berkemas." Dipa menyarankan dan Dinda terlihat tidak senang. Sebelum pergi, Dinda sempat melempar tatapan tajam pada Kafa.

Begitu pintu ruang baca tertutup, Dipa tertawa.

"Anda sengaja melakukannya?" Kafa langsung menodong pertanyaan.

Mata Dipa sampai menyipit karena terlalu senang. "Aku ingin hubungan kalian berkembang. Kali saja aku bisa mendapatkan cucu."

"Pak Dip—Ayah ... Anda tahu bagaimana pernikahan kami. Kami hanya menikah kontrak."

Diingatkan kenyataan itu, Dipa berubah serius menatap Kafa. "Tidak ada yang tahu apa yang terjadi dimasa depan, Kaf. Mungkin saja hatimu akan mencair dan mungkin saja, suatu ketika aku akan mendapatkan kabar baik dari kalian."

Kafa mengambil napas panjang, menghembuskannya pelan. "Saya tidak akan mengatakan apapun lagi. Jika sudah tidak ada yang dibicarakan, saya pamit." Kafa beranjak berdiri.

Fake Marriage [Season 1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang