Bab 31 | Bertengkar

178 26 1
                                    

Kafa mengetuk pintu kamar kemudian membukanya. Dia langsung disambut Dinda yang sedang duduk didepan meja rias. Mata mereka bertemu dalam cermin lalu Kafa melangkah menuju lemari-mengambil pakaian.

"Darimana?" Dinda bergerak menghadap Kafa. Menunggu. Dia melihat sepertinya Kafa enggan menjawab pertanyaan. Jadi-dia beranjak mendekati Kafa yang hendak menuju kamar mandi. "Kaf?"

"Lari keliling kompleks. Aku mau mandi...."

Menghela napas. Dinda berpikir untuk menunggu Kafa dan turun bersama untuk sarapan. Seingat Dinda, tidak ada jadwal pagi pagi sekali. Kafa akan meeting dengan tim perencanaan membahas tentang dealer baru lalu kunjungan lapangan, acara makan siang dengan investor. Kemudian pukul tiga sore akan ada rapat akhir bulan.

Dinda tidak menunggu lama. Dia langsung beranjak mengambil dasi dan jas untuk Kafa dan tak lama kemudian, lelaki itu keluar dari kamar mandi dengan kemeja dan celana tapi.

"Sini! Aku bantu." Tanpa mengatakan apapun, Kafa membiarkan Dinda memakaikan dasi lalu memakaikan jas. "Bagaimana kalau setiap hari kita berangkat bersama?"

"Tidak bisa." Kafa menjauh seraya sedikit melonggarkan ikatan dasi. Dia merasa begitu sesak berada dekat dengan Dinda. "Pegawai akan curiga." Kafa sudah pernah menyampaikan kalau pernikahan mereka sudah sepatutnya dirahasiakan.

Tidak menunggu respon Dinda. Kafa memilih langsung meraih kunci mobil serta ponselnya diatas meja nakas kemudian melenggang keluar kamar. Dinda sedikit terkejut dengan sikap Kafa yang super dingin kepadanya padahal mereka baru melalui malam yang panas.

***

Bima mendengarkan. Dari tempatnya duduk. Dia yakin, melihat bagaimana Dinda memandang Kafa pasti ada sesuatu hal yang terjadi diantara mereka berdua—seakan mereka memiliki hubungan yang sangat intens. Mendengus. Bima berusaha berkonsentrasi mendengar tentang laporan akhir bulan.

Kalau diingat kembali. Tepat minggu depan, pernikahan mereka genap tiga bulan. Bima jadi teringat akan janji Kafa kepadanya. Jika dia mau bekerja sama. Kafa akan mengembalikan semuanya pada tempat.

Bima mengerjap begitu Kafa selesai menyampaikan pendapatnya. Dan pada akhirnya Bima tidak menyimak, dia terlalu sibuk akan pikirannya.

Dia harus bagiamana? Bagaimana dia harus bersikap? Apakah dia bisa mempercayai Kafa? Kalau dilihat dari kinerja kakak tirinya, Bima jujur, menilai kinerja Kafa sangat bagus. Bahkan, dia mengakui, banyak terobosan baru yang digagas oleh Kafa. Perbaikan berbagai sektor management. Lalu tipe Kafa yang suka sekali melakukan kunjungan lapangan.

Jujur saja, selama hampir sebulan ini dia bimbang. Bima menghela napas. Ia sudah pada batasnya.

"Pak Bima?"

Beta berbisik pelan dibelakangnya—menariknya dari pikirannya yang sedang kacau. Bima langsung bangkit dari kursinya melihat Kafa berdiri tidak jauh darinya. Sepertinya semua orang sudah keluar ruangan.

"Datanglah ke ruanganku. Ada yang perlu aku bicarakan," ucap Kafa lalu melangkah melewatinya bersama Dinda yang setia berada di sisi kakak tirinya.

Menghela napas lagi. Dada Bima terasa begitu sesak. Dia menatap Beta dengan tatapan yang sulit. "Kau kembalilah ke ruangan. Aku pergi dulu."

"Baik, Pak."

Entah apa yang mau dibicarakan oleh Kafa. Bima merasa selama ini dia tidak melakukan apa-apa. Dia rasa-rasanya sudah putus asa. Bima melirik Dinda yang sedang mengobrol bersama Beno. Sikap Dinda kepadanya sudah berubah. Seperti menjauhinya.

Beno mengakhiri pembicaraan dengan Dinda begitu melihat Bima memasuki ruangan. Lelaki itu berdiri menyambutnya. Sedang Dinda langsung bergerak ke sisinya.

Fake Marriage [Season 1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang