Bima terduduk lemas di kursi ruang konferensi. Dia masih terus berusaha mencerna kejadian barusan yang terjadi begitu cepat dan menimbulkan pertanyaan.
KENAPA?
Kafa datang dan duduk di sisi Bima. Dia bisa menebak kenapa Bima hanya diam saja tadi. "Bim..."
Mengangkat kepalanya menatap Kafa, wajahnya terlihat sedih. "Apa yang terjadi? Kenapa Paman Galih membunuh Ayah dan Ibuku? Bukankah kita keluarga? Kenapa? selama ini Paman Galih begitu baik. Hubungan Ayah dan Paman baik-baik saja. Ayah adalah kakak Paman Galih. Kenapa Paman Galih tega membunuh Kakaknya sendiri? Jawab semua pertanyaanku! Tolong! Jangan biarkan aku menjadi orang bodoh!" bibir Bima bergetar hebat.
Sedih menatap Bima seperti ini. Kafa menarik kursinya mendekat dan memeluk Bima.
"KENAPA?!" tangis Bima pecah. "KENAPA MENJADI SEPERTI INI!?"
Kedua mata Kafa memanas. Dia memejamkan mata dan memeluk erat Bima.
Malvin dan Beno melihat itu dari luar, karena pintu ruang konferensi yang terbuka lebar. Keduanya saling tatapan. Disisi lain menyayangkan sikap Galih dan sisi lainnya, mereka merasakan haru karena sikap Kafa terhadap Bima. Mereka belum pernah melihat Kafa yang seperti itu.
***
Kafa dan Malvin berusaha membopong Bima yang mabuk. Mereka jadi kesusahan dengan sikap Bima yang melarikan diri ke minuman.
"Kau pegang erat dulu," perintah Kafa kemudian mengetuk pintu berkali-kali sampai pelayan rumah muncul membukakan pintu.
Begitu pintu terbuka, Kafa kembali membopong Bima dan mengangguk pada Malvin. Keduanya kompak segera masuk ke dalam rumah lalu membawa Bima ke kamarnya di lantai dua. Dengan sekuat tenaga, mereka melempar tubuh Bima diatas tempat tidur.
"Hah!" desah keduanya kompak.
Malvin sampai menelan ludah menatap Bima. "Segila gilanya kau tidak pernah minum. Adikmu? astaga!" gerutunya.
Kafa hanya memandang Bima yang mulai meracau tidak jelas. Dia melepas sepatu Bima kemudian jas adiknya.
"Hatimu sudah luluh ternyata," komentar Malvin melihat apa yang dilakukan oleh Kafa. "Kau melakukan hal yang tidak biasa kau lakukan."
"Dia mau menerimaku." Sebelah alis Malvin terangkat mendengar kalimat Kafa. "Dia mengakui aku sebagai kakaknya," tambah Kafa. Dia berdiri tegak menatap Malvin. "Setelah ini, permainan akan selesai."
"Yah. Kau benar. Perceraian mu sudah aku urus. Dalam waktu dekat aku akan mengirimkan surat-suratnya padamu."
Tubuh Kafa berubah dingin mendengar kata perceraian. Dia ingat permainannya dengan Dinda belum selesai.
"Kau harus menyelesaikan yang satu itu, Kaf. Sebelum terlambat, pikirkan baik-baik. Apa kau yakin ingin mengakhiri pernikahan mu dengan Dinda?"
Menghela napas panjang, Kafa menatap Malvin. "Aku harus mengakhirinya."
***
Wira berjalan mondar-mandir di bawah anak tangga menunggu Kafa turun. Dia cemas bukan main saat mendengar bahwa Galih adalah orang yang sudah merencanakan semua ini. Bahkan putra keduanya itu berkhianat serta membunuh Adi–kakak kandungnya sendiri.
"Apa benar yang Nenek dengar, Kaf? Paman mu berkhianat dan sudah membunuh Ayahmu?" Kafa mengangguk yakin dan Wira menangis sejadi-jadinya. Bahkan saat tubuh Wira mulai terhuyung dengan sigap Kafa memeluk sisi tubuh Wira.
"Maafkan Nenek ya, Kaf? Nenek sudah gagal. Nenek sudah membuat keluarga ini pecah belah. Mungkin ini hukuman untuk Nenek atas segala kesalahan Nenek di masa lalu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Marriage [Season 1]
RomanceUpdate setiap hari sabtu ^.^ *** Baca di Karyakarsa lebih dulu https://karyakarsa.com/adhwaaeesha/series/fake-marriage-27633 *** Terjebak dalam pernikahan palsu.... Adinda bertekad untuk membantu Bima-lelaki yg dia cintai, mendapatkan kembali hakny...