Mata Dinda membelalak melihat kardus berisi buah belimbing di dalam bagasi. "Kau ingin berjualan belimbing?" Dinda bertanya polos menatap Kafa yang hanya menghela napas lalu menutup bagasi, melenggang menuju sisi pintu kemudi.
Mereka sudah berpamitan tadi, hari padahal masih sore. Dinda ingin kembali ke pondok tapi lagi-lagi Kafa memiliki seribu alasan untuk menggagalkan rencananya. Mengikuti langkah Kafa, Dinda langsung masuk ke mobil, mengenakan sabuk pengamannya. Lelaki itu langsung mengemudi mobil keluar dari halaman.
Menoleh memperhatikan Kafa.
"Berhenti menatapku."
"Kenapa?"
"Ada apa denganmu? Kau jadi berubah," tekan Kafa. Jujur, Kafa merasa risih diperhatikan terus seperti itu oleh Dinda. Berdeham berkali-kali, lalu terbatuk walau tenggorokannya tidak sakit untuk mengalihkan perhatiannya. "Dinda...."
"Ya?"
Kafa membasahi bibirnya, dia langsung menyalakan lampu sein kiri, menyalakan lampu hazard mobil, mengaktifkan handbrake dan balas menatap Dinda.
"Kenapa berhenti disini?" Tanya Dinda. "Tidak jauh dari sini ada hotel. Kita berhenti disana saja." Mata Dinda berbinar-binar.
Kafa mendekat dan menyentil dahi Dinda dengan keras, perempuan itu mengaduh kesakitan. "Otakmu benar-benar bermasalah, ya? Kenapa kau—" kalimat Kafa terpotong karena Dinda maju mendekat dan membungkam bibirnya.
Setelah cukup tenang, Dinda menarik diri. "Aku sudah melangkah sejauh ini. Aku tidak bisa berbalik, Kaf."
"Kau tahu ini tidak ada dalam kontrak, kan?"
"Aku tahu. Kontrak kita masih berjalan selama enam bulan. Tidak, ini sudah sebulan berlalu. Masih ada lima bulan lagi."
"Lalu kenapa?!"
Kafa masih terus mengejar Dinda. Ada sesuatu yang disembunyikan Dinda darinya. Perempuan dihadapannya ini tidak menyukainya tapi kenapa Dinda memberikan miliknya yang paling berharga kepadanya. Dan yang lebih bodoh lagi, kenapa Kafa sampai harus kalah dengan hasratnya.
Tidak akan ada lain kali.
Kemarin malam dan pagi tadi adalah yang terakhir.
"Kemarin aku salah, Din. Seharusnya aku menghetikanmu."
Dinda diam dan menunggu, setelah Kafa selesai mengungkapkan isi hati lelaki itu. Dia baru membuka suara.
"Oke. Aku tahu perubahan sikapku begitu mendadak. Sejujurnya aku berani mengambil keputusan ini karena menguping pembicaraanmu dengan Paman Noah lalu aku ber—"
"Pada akhirnya kau mengasihaniku, kan?" mendelik menatap Dinda, Kafa memang sudah tahu, kisah hidupnya tidak pantas diceritakan pada orang lain.
"Biarkan aku berbicara dulu, oke?" kedua tangan Dinda terangkat menahan Kafa. "Aku ingin kau mendengarkanku!" tekannya menatap Kafa.
Menggeleng menolak usul Dinda, Kafa hendak mengaktifkan handbrake namun tangannya ditahan oleh Dinda.
"Aku menyerah soal Bima."
Menoleh cepat Kafa merasa salah dengar. "Apa?"
Wajah Dinda berubah sedih, tangannya masih menahan tangan kiri Kafa. "Sudah aku katakan kemarin malam tentang Paman Arsa. Aku sudah mengambil keputusan."
"Dan aku juga sudah mengambil keputusan. Aku tidak menyerah. Aku akan menepati perjanjian kita."
"Semua sudah terjadi. Waktu tidak bisa diputar kembali, Kaf." Sergah Dinda cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Marriage [Season 1]
RomanceUpdate setiap hari sabtu ^.^ *** Baca di Karyakarsa lebih dulu https://karyakarsa.com/adhwaaeesha/series/fake-marriage-27633 *** Terjebak dalam pernikahan palsu.... Adinda bertekad untuk membantu Bima-lelaki yg dia cintai, mendapatkan kembali hakny...