Bab 13 | Terbongkar ... Dinda

264 46 10
                                    

Retta hendak meletakkan cangkir kosong ke bak cucian saat melihat Dinda duduk melamun di kursi malas pinggir kolam renang. Menghela napas, Retta dengan cepat meletakkan cangkir kosong itu lalu melangkah mendekati Dinda, duduk di sisi putrinya.

"Ada apa?" tanya Retta prihatin seraya mengusap lengan atas Dinda.

Terkejut dengan sentuhan itu, Dinda mengerjap berkali-kali dan tersenyum. "Tidak ada apa-apa, Ma. Mama belum tidur?"

Retta menggeleng. "Mama masih menemani Ayahmu di ruang baca. Bilangnya masih ada pekerjaan penting."

Mengangguk mengerti, Dinda kembali menatap kosong ke depan. Langit malam begitu gelap, tidak ada setitik cahayapun dilangit.

"Kamu memikirkan Kafa?" tanya Retta akhirnya. Sejak pulang minggu sore, menantunya itu pamit hendak pergi lagi dan kembali dua sampai tiga hari kemudian namun, sudah tiga hari ini Kafa belum kembali. Retta juga sudah bertanya kepada Dipa.

"Kafa sedang dinas luar negeri. Dia akan segera kembali."

"Apa kamu mulai punya perasaan, sayang?" penasaran, Retta ingin mendengar jawaban dari mulut putrinya sendiri. "Kamu berubah sejak pulang dari rumah Bude Ara."

Perlahan Dinda menengok. Dia hanya diam.

Ini bukan perasaan seperti itu. Dinda hanya penasaran. Rasa keingintahuannya besar.

Kafa seperti malam yang gelap.

Dinda mengalihkan pandangan menatap langit. "Bukan, Ma. Dinda yakin dengan perasaan Dinda."

"Bukan cinta maksud kamu?"

Mengangguk pelan, Dinda kembali berkata, "Dinda pikir Kafa itu seperti malam yang benar-benar gelap. Menyembunyikan sesuatu." Dinda menoleh. "Jadi, Dinda penasaran."

"Kamu ini!" Retta memukul lengan atas Dinda. "Jangan kamu turuti rasa penasaranmu itu. Ingat, Dinda. Kamu menikah dengan Kafa demi saham Bima. Ingat itu. Kamu jangan terterumus terlalu jauh kedalam kehidupan Kafa. Semakin sedikit yang kamu tahu tentang Kafa akan membuatmu lebih cepat melupakan semua ini."

"Kalau begitu, kurangi rasa ingin tahumu. Semakin sedikit kau tahu, akan semakin aman hidupmu."

Kening Dinda berkerut dalam. Dia teringat ucapan Kafa. Apa benar, dia harus menahan rasa penasarannya dan berhenti ikut campur dalam masalah orang lain?

Baiklah, memutuskan untuk menerima saran Mamanya. Dinda tersenyum menatap Mamanya. "Dinda akan berusaha, Ma."

"Bagus," ucap Retta kemudian memeluk Dinda dengan sayang. "Sudah malam. Kamu istirahat sana. Mama mau keatas lagi nemenin Ayahmu."

"Oke."

Keduanya beranjak berdiri sambal berpelukan dan melangkah bersama memasuki rumah bersamaan dengan Dipa yang dengan tergesa menuruni anak tangga dengan ponsel yang menempel di telinga, wajah Dipa terlihat terkejut dan takut.

Dinda langsung berlari menghadang Dipa dibawah anak tangga. "Ada apa, Ya?"

Dipa terdiam mengatur napasnya. "Aku akan kesana segera! Urus saja administrasinya. Lakukan yang terbaik," ucap Dipa langsung menyimpan ponselnya.

"Ayah!" Dinda merinding dibuatnya, ekspresi terkejut dan takut diwajah Ayahnya membuatnya khawatir. "Ada apa?"

"Kafa ... dia mengalami kecelakaan."

***

Beno mondar-mandir gelisah didepan ruang operasi. Dia terkejut setengah mati begitu menerima panggilan dari pihak rumah sakit. Dia dihubungi karena panggilan terakhir di ponsel Kafa adalah nomornya.

Fake Marriage [Season 1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang