Bab 18 | Membaik ... Kemarahan Bima

258 37 3
                                    

Rutinitas Kafa memang berubah semenjak dia menikah. Butuh penyesuaian baginya sampai-sampai Kafa menyesal menerima keadaan ini. Akan tetapi, semenjak kepulangannya dari Paris, rasanya Kafa mulai bisa menyesuaikan diri. Bangun tidur disambut wajah Dinda, sarapan bersama keluarga, mengobrol dengan Ayah mertuanya bahkan sampai berangkat bersama. Bekerja dibalik meja, mengunjungi pabrik dan melakukan evaluasi untuk pengembangan produk baru yang kian terlihat jelas.

Hubungannya dengan Bima memang masih canggung, ada cekcok tentang persiapan iklan produk baru. Hanya cekcok sebentar dan solusi bersama akhirnya disepakati.

Lalu hubungannya dengan Dinda?

Kafa dan Dinda tampak mulai menerima situasi mereka. Tidur dalam satu kamar, satu tempat tidur, bergantian mandi, tidak banyak bertengkar dan Kafa lebih banyak mengalah.

"Kaf, aku sudah bilang, kan? Handuknya jangan ditaruh diatas tempat tidur!" gerutu Dinda sambil meremas handuk yang barusaja diletakkan Kafa.

Berkali-kali Dinda mengatakan itu pun Kafa masih tetap meletakkan handuk diatas tempat tidur. Bukan karena untuk mencari perhatian Dinda, tapi seperti sudah kebiasaan yang sulit untuk di ubah.

"Kafa! Sebelah kanan itu! Tertutup daun! Yak! Betul!" Berseru senang, matanya berbinar menunggu Kafa turun dari pohon Mangga di halaman belakang.

"Ini...."

Menerima Mangga yang disodorkan Kafa. "Terima kasih." Dinda tersenyum membawa mangga itu masuk kedalam rumah.

Kafa menghela napas ditinggal masuk oleh Dinda. Lelaki itu mengikuti Dinda masuk dan tiba-tiba menghentikan langkah saat melihat Dipa menghampiri Dinda, seperti mengatakan sesuatu kemudian Ayah mertuanya melangkah menuju dirinya.

"Kita bicara disana!" Dipa menujuk kursi taman kayu tidak jauh dari pohon mangga. Kafa mengikuti.

"Sesuatu yang penting?" Kafa membuka pertanyaan.

"Ya." Dipa menatap lekat pada Kafa. "Selama dua minggu ini memang tidak ada pergerakan. Tapi, anak buah dari Rubi bilang pada Ayah, mereka akan mengiriman onderdil lewat pelabuhan."

"Kapan?"

Dipa menggeleng. "Mungkin setelah proyek baru ini diluncurkan."

"Kurang dari sebulan atau bisa lebih dari sebulan. Kita sedang proses perakitan dan pembuatan iklan baru."

"Kau benar. Apa mereka berniat melakukan pengiriman onderdil bersamaan dengan pengiriman mobil baru?"

Kafa terdiam. Kalau yang dipikirkan Ayah mertuanya benar, berarti orang itu ingin menyelundupkan barang perusahaan. Mengambil keuntungan sendiri.

Benar-benar.

"Manajeman inventaris harus diperketat kalau begitu," usul Kafa. "Dengan begitu, tidak akan ada celah untuk menyelundupkan barang-barang."

Dipa mengangguk setuju.

***

"Ayah! Mama sudah siap." Retta menutup wadah berisi buah-buahan yang sudah dia kupas bersama Dinda. "Sambal rujaknya Mama sisakan di toples ya, Kaf? Sudah disimpan Dinda di kulkas." Senyum Retta mengembang melihat semua makanan sudah tertata rapi. "Dinda, jaga rumah sama Kafa. Mama sama Ayah mau arisan dulu."

Dipa melangkah menuju counter dapur, meraih tas berisi wadah berisi buah dan sambal rujak. Ala-ala Arisan. 1 % arisan, 99% makan-makan sambil bergosip.

"Jaga rumah sama Dinda," bisik Dipa pada Kafa yang tidak bisa menyembunyikan perasaan jengkelnya karena sudah dua minggu ini, disetiap minggu, Dipa ikut pergi arisan.

Dinda mencolek sambal dengan buah bengkoang lalu memakannya. "Hati-hati!" serunya kemudian.

Mendekati Dinda yang sedang asyik menikmati rujak buah. "Hari ini aku ke bengkel."

Fake Marriage [Season 1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang