Gelisah menunggu Kafa, Dinda terus saja berjalan mondar mandir di dalam kamar. Dalam hati terus merapal doa agar saat Kafa kembali dia dan Kafa tidak lagi bertengkar. Kafa sudah berjanji kepadanya dan Dinda harus memastikan Kafa menepati janji itu. Ini akan menjadi awal bagi hubungan mereka. Sejujurnya ... Dinda sudah tidak perduli dengan hal lain selain hubungannya dengan Kafa.
Dinda menghentikan langkahnya. Mengambil napas panjang menghembuskannya perlahan. Tak lama kemudian pintu terbuka. Dinda berbalik cepat mendapati Kafa sudah masuk ke dalam kamar. Senyumnya langsung mengembang. Bergerak mendekat, Dinda langsung menggenggam kedua tangan Kafa.
"Apa yang kamu bicarakan dengan Ayah?"
Kafa menggeleng dan Dinda langsung merapatkan kedua bibirnya. "Maaf," ucapnya kemudian. "Aku tidak akan mengulanginya lagi."
Kafa menghela napas lalu melangkah duduk di sisi temat tidur, Dinda mengikuti seraya merangkul lengan Kafa.
"Kamu sudah berjanji padaku." Dinda mengingatkan. "Tepati janjimu."
"Aku tahu. Tolong jangan seperti ini. Beri aku ruang." Perlahan menarik lengannya. Kafa kemudian mengubah duduknya menghadap Dinda. "Aku akan menepati janji. Perlahan oke?"
"Oke," sahur Dinda ceria.
Sekali lagi Kafa menghela napas. Dia masih bimbang dengan keputusannya. Apa benar dia bisa mempercayai Dinda?
***
Misi Dinda dimulai. Dia sudah membuat banyak rencana untuk menghabiskan waktu dengan Kafa. Begitu dia selesai dengan semua rancangannya dan menunjukkannya kepada Kafa, ada beberapa hal yang tidak disetujui oleh Kafa.
"Bukan kah ini langkah awal, Kaf? Kenapa kamu melarangnya?"
Duduk dibalik mejanya pusing dengan semua berkas yang sudah dia tinggalkan cukup lama sekarang ditambah lagi dengan hal aneh yang diajukan Dinda.
"Aku rasa belum waktunya."
"Lalu kapan waktu yang tepat kita umumkan perihal pernikahan kita?"
"Memangnya ada masalah?"
"Masalah? Tentu saja! Para karyawan mengidolakan mu. Mereka bahkan berandai andai menjadi kekasihmu dan berusaha menebak siapa yang akan menaklukkan mu. Bahkan ada gosip bahwa kau gay."
Sebelah alis Kafa langsung terangkat begitu mendengar kata terakhir Dinda.
Gay?
Kafa sontak tersenyum tipis lalu senyum itu mendadak menghilang berganti batuk yang sejujurnya tenggorokannya tidak gatal.
"Kamu tahu betul itu semua tidak benar."
Kini ganti Dinda yang mengangkat sebelah alisnya mendengar kalimat Kafa. Oh! Dinda tahu betul Kafa bukan seorang gay-dia sudah membuktikannya sendiri akhir-akhir ini.
"Jadi-kenapa harus tetap merahasiakan pernikahan kita?"
"Sudah aku katakan tadi, menunggu waktu yang tepat."
"Kapan?"
Terdiam. Kafa berpikir. Selain alasan yang dia sampaikan, sebenarnya alasan yang sebenarnya adalah ... Kafa tetap harus waspada. Ini nalurinya.
"Saat ulang tahun perusahaan? Bagaimana?"
Dinda yang terdiam kali ini. Berusaha mengingat tepatnya kapan saat ulang tahun perusahaan. "Bukankah dua bulan lagi?" Dan saat itu pernikahan mereka berusia empat bulan, bukan?
"Itu waktu yang lama," lanjut Dinda.
"Itu akan lebih menarik perhatian. Tenang saja."
Mendengus kesal. Baiklah, pikir Dinda. Dia akan mengikuti Kafa kali ini. "Lalu sore nanti kita kencan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Marriage [Season 1]
RomanceUpdate setiap hari sabtu ^.^ *** Baca di Karyakarsa lebih dulu https://karyakarsa.com/adhwaaeesha/series/fake-marriage-27633 *** Terjebak dalam pernikahan palsu.... Adinda bertekad untuk membantu Bima-lelaki yg dia cintai, mendapatkan kembali hakny...