| CHAPTER 10 | Susu Pisang

13 7 0
                                    

Happy Reading Guys
.
.
.
.
.

Benda pipih di dinding kelas menunjukkan pukul 08.45. Kelas XII-12 Bahasa yang sedari pagi gaduh dan bising yang sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Karena tidak ada yang mengajar, mereka bebas bermain keluar masuk kelas.

"Gais, kenapa bintang ada di langit!!" Seru Ari memusatkan perhatian seisi kelas.

"Random banget ni orang," gumam Kinan tersandar di dinding. Menutup kembali wajahnya dengan buku.

"Karna menyinari hatiku yang gelap!!" Tebak Vano yang duduk di bangku paling depan tepat di hadapan Vano, milik orang lain yang asal ia duduki.

"Salah!" Tolak Ari.

"Karna kalo bintangnya di hatiku itu kamu!!" Timpa Ari menunjuk ke arah Bintang bersamaan dengan pandanganya.

"JIAKHHHHH!!" Sekelas jadi histeris mendengar gombalan maut Ari.

Bintang yang tengah fokus membaca novel pun jadi tersenyum girang. "Beli lalapan ke pasar Jerman, hayu bang ke pelaminan," pantun Bintang.

"Kapan pun Eneng siap, ntar Abang halalin," ujar Ari melebarkan senyuman.

"Ciee pasutri baru," sindir Jihan dengan sewot.

Jihan tidak terima kedekatan sabahatnya dengan Ari yang dianggap kang rusuh. Padahal Jihan sendiri sering membuat heboh satu kelas karena ulahnya.

"Minum.. minuman apa yang sopan?" Sela Jihan ikut meramaikan suasana.

"APAAN TUH!" Sahut seisi kelas.

"Mari-mas." Sambung Jihan menarik tangan Bintang keluar kelas menjauh dari Ari.

"Eh bini gue mau lo bawa kemana!!" tanya Ari menaruh kedua tangan di pinggangnya.

"Ngantin, biar gak bucin kayak lo!" cetus Jihan mengerutkan kening.

Sudah menjadi hal biasa jika Vano dan Jihan sering berkelahi bak kucing dan tikus. Tapi akhir-akhir ini Jihan lebih sering mencibir Ari semenjak kedekatannya dengan Bintang.

"Jihan noh, lama-lama pen gue karungin rasanya." Gemas Ari reflek melirik ke arah Vano.

"Apa lihat-lihat? Anaknya emang gitu, buang aja ke laut!" Ucap Vano menaikan sebelah alisnya.

"Eh Neng Kinan pinjem pulpen dong," pinta Vano berjalan ke arah Kinan.

"Modal dikit kek, bapak lo kan kaya masa beli pulpen aja gak mampu!" Gerutu Kinan mengeluarkan pulpen pink dari kotak pensilnya.

"Pelit amat, buat nyoret nama Jihan dari kk (kartu keluarga)," gurau Vano.

"Emang Jihan sodara lo?" Tanya Kinan.

"Bukan sih, dianya aja ngaku-ngaku," sahut Vano yang ternyata pulpen yang ia pinjam untuk menyalin tugas matematika milik Devan.

Kinan hanya menggeleng heran dengan kelakuan teman-temannya yang sangat random dan di luar nalar. Padahal ia sendiri tidak menyadari bahwa dirinya juga sama saja 11-12 dengan mereka.

Perfect TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang