| CHAPTER 26 | Why?

6 2 0
                                    

Di pagi yang dingin keenam orang sedang bersantai di bawah pohon beringin.

"Oke, kamera rolling eksyen!" Kamera perekam milik Kinan berputar mengabadikan moment.

"Hai guys, kembali lagi bersama kami, satwa jinak. Dengan saya Kinan, akan memperkenalkan beberapa habitat pelihara yang dilestarikan." Kinan berbicara pada kamera itu sambil merekam.

"Woi! Yang bener dong." Vano berdiri tak terima di belakangnya Kinan.

Kinan lalu mengarahkan kameranya. "Nah, ini guys kuda nil kebon jagung, yang terancam punah."

"Guys asal tau aja, kita juga menyiapkan penangkaran penyu bonyok, kayak gini." Vano mencubit pipi Kinan.

"Aaaakh sakit." Kinan mengelus pipinya dan lanjut beraksi. "Dan ini burung beo, jangan salah guys, yang ini amat langka karna makannya besi dan aluminium.

"Heh! Masa spek bidadari gini, dibilang burung beo," protes Jihan lalu berkaca memperbaiki riasan wajahnya.

"Lanjut, yang ketiga ada burung rang-rang-"

"Semut rang-rang, Nan," ralat Devan.

"Yaps, beliau mengakui sendiri. Eets yang ini satwa yang amat di incar, jadi kudu rawat sepenuh jantung-"

"Hati, Kinan," ralat Devan lagi, ia hanya geleng-geleng menertawakan.

"Next ada.. uler telur puyuh." Kinan mengarahkan ke Ari.

Ari berlagak kaget. "Apa?"

"Lo ngapain? Kerokan?" Tanya Kinan balik bertanya. Kamera Kinan masih menyala dan tidak utuh merekam dengan tepat.

Ari bersendawa. "Gue masuk angin."

"Oke guys, bisa di lihat, bahwa ini adalah salah satu pengobatan kuno yang kami tawarkan jika mendaftarkan diri ke penangkaran kami." Kamera Kinan menyorot Bintang yang sedang mengerok Ari.

Ari merebut kamera lalu memperbesar wajah Kinan. "Guys di cari spesies babi bersisik pemakan durian emas, segera hubungi dukun terdekat."

"Saha euy!" Kinan berusaha merebut kameranya namun buru-buru Vano ambil.

"Guys kembali lagi bersama om Vano ganteng-"

"Yang bener tuh, banteng merah, berbulu buaya," sela Bintang tiba-tiba muncul di depan kamera.

"Set dah, jahat amat lu pada, om kit ati nih." Vano berlagak menangis.

"Oke, keong mas makan kuaci-"

"Cakep!" jawab beberapa orang dengan serentak.

"Woi bukan pantun," sela Vano lalu melempar kulit kuaci. "Maksud gue, elo."

"Gue?" Jihan mendelik dan saat itu memang sedang memakan kuaci. "Apa!"

Vano menjulurkan lidahnya. "Bweeeee."

"Dasar lo ya, kunyuk." Jihan mengejar.

Keduanya lalu saling berlari dan mengejar. Vano sambil membawa kamera yang merekam ke segala arah mengikuti larinya. Semua yang melihat lantas terkekeh. Vano lalu bersembunyi di belakang tubuh Devan.

"Eh, eh-" Devan berada di tengah-tengah kedua orang yang mengejar dan menghindar.

"Dev tolong gue." Vano menarik-narik kaos Devan.

Srakk

Semua orang yang melihat tercengang sesaat. Dan detik berikutnya terkekeh puas. Terlihat sebuah lubang di kaos putih Devan, dan pelakunya adalah Vano yang merobek tanpa sengaja.

Perfect TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang