| CHAPTER 11 | Kata Bijak

17 5 0
                                    

Happy Reading
.
.
.
.

Angin sejuk menembus dari celah-celah bingkai jendela yang menerpa lembut. Suara kicauan burung menghinggapi kaca yang menerawang terdengar merdu bersamaan dengan hembusan angin yang menyeludup masuk. Suasana halaman belakang yang nampak dari balik jendela terlihat tenang diisi satu-dua orang berlalu lalang dan terasa damai menghirup aroma udara yang menyatu dengan alam. Rindang pohon menaungi kehidupan di bawahnya dan bangku yang mengelilingi ikut tertimpa hamburan dedaunan yang gugur.

Kebanyakan orang mungkin tidak akan peduli terhadap pemandangan indah pagi. Beda halnya Farel yang tak akan terlewatkan walau sedetik merasakan syahdu alam dan pepohonan.

"Inginku tanya pada semesta, apakah bersedia jika aku terus meminta? Bukankah tidak adil hidup sendirian di dunia yang gelap. Suatu saat nanti akan ku rangkul belahan jiwaku untuk melihat dalamnya samudera, indahnya langit, bahkan luasnya angkasa, bersama. Menautkan hati," batin Farel.

Jutaan debu yang mengudara menembus penglihatan yang membuka sorot mata.

"Akh." Farel menyipit, menyapu debu yang singgah. Kembali menatap lagi meski beberapa kali diterpa debu yang tersapu angin.

Segitu seterusnya Farel menikmati alam. Namun kali ini pandangannya tak hanya melihat keluar melainkan terisi oleh wajah seorang wanita yang memenuhi hampir seluruh pikirannya.

Perempuan itu tersandar lemas di sisi dinding berusaha memahami pelajaran. Sesekali menyelipkan rambut di balik telinga yang sebagian tergerai sedikit menutupi wajahnya. Pita merah menghiasi rambut cantiknya yang terikat rapi.

Entah beberapa kali Farel sengaja berpura-pura memalingkan wajahnya saat wanita itu memanggil dan menyapa kepadanya dengan gerakan mulut yang lirih.

"Fareel," halus nada yang bersuara. Kesekian kalinya Kinan menoleh ke belakang memanggil satu nama itu. Jarak bangku keduanya yang cukup jauh tak membuat Kinan berhenti menggangu.

"Ssstt." Kali ketiga Farel lelah menegur seseorang yang terus menghadap ke arahnya untuk diam.

Selang sesaat Kinan menunjukan tegak badannya ke arah depan, samping bahkan tersandar. Dan beberapa saat itulah yang membuat Farel kembali mefokuskan mata, memperhatikan arah pemilik mata indah yang sedari tadi menoleh. Betapa jenakanya gadis itu menaik turunkan alis dan pundak nampak kesal merebut pulpen dari teman sebangku yang sedang menjahili. Bibir yang mengerucut serta poni tipis ikut bergoyang seiring gerak tubuh membawa, membuat Farel ingin mencubit habis pipi manisnya.

Detakan jarum jam berputar seiring berjalannya waktu. Ms. Ikri melirik jam tangan hitam kecil yang melingkar di lengan kirinya, memastikan sebentar lagi akan istirahat. Dan segera menyudahi pembelajaran lalu beranjak keluar kelas. Sesaat terdengar dentingan bel istirahat.

Kinan menghampiri seseorang yang sedari tadi menjadi alasannya terus memutar kepala ke belakang. Pelan kaki mungilnya melangkah di tengah bisingnya kelas.

Lelaki itu menidurkan kepada di tembok belakang yang membatasi kelas dengan kursi terambang setengah. Kinan yakin dia tidak benar-benar tidur kerena melihat aerphone tergantung di telinganya dan bagaimana bisa seseorang tertidur dengan posisi akan jatuh. Mengayun kursi ke belakang menyeimbangkan dua kaki kursi serta lengan terlipat di depan dada.

"Lapor Komandan! Kinan Rosalina menghadap!" Suara lantang bak prajurit TNI di selingi hormat kepada petinggi.

Satu-dua detik tak ada jawaban, seterusnya Farel hanya diam membungkam mulut.

Perfect TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang