Happy Reading Guys
.
.
.
.
.30 menit berlalu.
Jenazah yang di temukan telah ditangani oleh beberapa warga sekitar untuk di kebumikan. Keduanya menuruni hutan dengan berjalan kaki. Farel menitipkan segala barang yang di bawa kepada salah seorang warga untuk menyerahkan padanya ketika telah sampai keluar hutan. Tujuannya ingin fokus mengurus Kinan yang masih membutuhkan dirinya.
Fisik yang tak berdaya serta kondisi yang masih terguncang. Farel ambil alih tubuh Kinan dengan menggendong di punggungnya. Memanggul mungkin bukanlah cara agar orang lain bisa memaafkan kesalahan, namun sedikit-banyaknya dapat menebus kesalahan Farel serta bentuk tanggung jawab pada Kinan.
Kian erat rangkulan tangan Kinan melingkar pada leher Farel di atas bahu. Tanpa disadari seulas senyuman membentang bibir Kinan.
"Gue berat ya," ujar Kinan mengusap pipi yang masih tertinggal bekas air mata.
"Hm." Farel mengiyakan kenyataannya ingin mengatakan "tidak".
"Hehe, padahal udah diet." Kinan menipu tawa namun hampar.
Farel tersenyum samar. "Ingus lo tu meler, kebanyakan minum es makanya berat," cetus Farel niat ingin menghibur.
Kinan menarik cairan yang ada di hidung berkali-kali serta memanyunkan bibirnya. Ia seperti anak 5 tahun yang di gendong terlihat dari gelagat.
Setelah sekeluarnya dari hutan, lalu di lanjutkan menaiki mobil jemputan dari pegawai vila utusan Devan.
***
Sesampainya di vila Farel menurunkan tubuh Kinan dengan pelan ke sofa. Tangan Farel berlanjut menggeledah rak maupun laci mencari kotak P3K di sekitar dapur. Setelah mendapatkan yang cari segera berlari ke ruang tamu menemui Kinan.
"Sini tangan lo," ucap Farel duduk di samping Kinan lalu membuka kotak putih yang di temukan.
Kinan menuruti menjulungkan lengannya yang terluka. "Ini."
Farel memiringkan kepala fokus mengobatinya. Tangannya meraih handuk lalu membasahkan di air baskom yang disiapkan. Mengelap ke seluruh tangan yang terdapat bercak darah.
"Sakit gak?" Tanya Farel memeras handuk lanjut mengusap.
"Enggak kok, gue kan bukan anak kecil yang langsung teriak kalo sakit, cuma gini doang mah gak seberapa." Kinan menampilkan sebelah tangannya bak berotot besi yang kuat meski hanya terlihat sekedar lengan mungil.
Farel menyeringai. "Masa?" Tangan Farel berganti mencari salep antibiotik lalu mengoleskan pada luka Kinan.
"Akh." Kinan meringis kesakitan serta berdesis tak mau diam.
"Jangan dilihat lukanya, tutup mata lo." Farel melembutkan nada suaranya.
Kinan mengangguk matanya terpejam kian lekat. Segera Farel menutupi luka yang telah di obati dengan perban.
Entah ada angin yang tertiup atau matanya sengaja terpengarah, fokus Farel teralihkan oleh wajah Kinan. Detik berikutnya tangan Farel memelan saat masih memutar kain perban yang melingkar di lengan Kinan. Mata Farel menyorot dari leher Kinan berlanjut naik ke dagu hingga ujung rambut. Mengapa wanita dihadapannya sangatlah cantik?
Tanpa Farel sadari dirinya secara tidak langsung juga sedikit mengagumi sosok Kinan. Namun berulangkali hatinya mengusir perasaan yang singgah sesaat itu. Terpampang dari mulut Farel melengkung sebuah senyuman. Diam-diam menikmati paras Kinan.
"Masih lama ya Rel?" Kinan mengintip dari celah matanya yang sedikit terbuka sengaja olehnya tak sabaran menunggu.
Farel menggeleng singkat menyadarkan dirinya untuk tak berlebihan. "Udah," ujarnya lalu bangkit dari posisi duduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Time
Romance•Teruntuk Farel lelaki masa lalu, dan Kinan wanita sang pengagum hujan: •Dulu maupun kini tidak ada bedanya. Perasaan yang tak berubah pada orang sama, hanya waktu yang merubah keadaan. Farel hadir saat keduanya tidak saling mengenal satu sama lai...