"Kamu masih berhubungan dengan lelaki itu?" pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulut David.
Talita menghela nafasnya. Tangannya yang tadinya sibuk mengolesi roti dengan selai coklat kesukaannya itu, kegiatannya terhenti begitu saja.
Talita menatap mata lelaki yang sudah tak muda itu lagi. Begitu pun dengan lelaki itu yang menatapnya dengan tatapan datarnya.
"Yah? Talita sama Saka itu pacaran. Kenapa Ayah selalu berusaha buat Talita jauh sama pacar Talita sendiri?" tanya Talita dengan tatapan sendu, ia tak habis pikir pada sang Ayah.
"Pacar? Dan kamu bangga dengan kamu pacaran seperti itu? Apakah kamu tak mempunyai malu, lihat Arion sepupumu itu, dia selalu menjadi kebanggaan orang tuanya dia selalu mendapatkan juara satu di kelasnya, dia sering menang di berbagai mata pelajaran olimpiade. Dia juga aktif di berbagai ekstrakurikuler di sekolah dan dia juga bisa menjadi ketua osis di sekolahnya. Apa kamu tidak malu dengannya?" ucap David panjang lebar. Seperti biasanya, David selalu membanding-bandingkan putrinya itu dengan anak dari Kakaknya itu.
Talita pun hanya bisa menatap Ayahnya itu dengan tatapan sedihnya. Selalu di bandingkan seperti ini. Hatinya sakit diperlakukan seperti ini. Dia ini manusia, dia ini mau hidup dengan tenang sehari saja. Tapi mengapa itu terasa sulit sekali? Apakah dirinya memang tidak di takdirkan untuk bahagia.
"Bunda tuh pengen punya anak kayak Arion. Orang tua mana yang gak bangga sama anaknya yang berprestasi seperti itu," ucap Ayla sang Bunda.
Talita menatap ke arah sang Bundanya. Dia melihat sang Bunda yang menatapnya dengan sinis di sana.
"Bukan kayak kamu, jadi anak yang gak ada yang bisa di bangga-banggakan. Mana prestasi kamu? Gak ada kan. Iya lah gak ada, kalau kamunya aja sibuk membrandal di sekolah," tanpa memikirkan kalau ucapannya itu dapat menyakiti hati sang putri. Ayla berucap dengan santainya seolah ia memang tidak peduli dengan perasaan sang putri.
"Bun?" lirih Talita, namun Ayla benar-benar tak melihat ke arahnya.
"Bunda nyesel Yah punya anak seperti dia. Bunda malu. Mau di taruh di mana muka Bunda kalau punya anak yang modelannya begini," Ayla seakan belum puas untuk membuat hati putrinya hancur terporak-porandakan karena ucapannya itu. Dan Ayla semakin dalam membuat goresan luka tak kasat mata itu.
"Bundaa? Berhenti Tata mohon... Hati Tata sakit Bun dengernya," lirihnya.
"Gak usah ngomongin masalah hati. Hati kamu sakit denger saya ngomong kayak gini? Asal kamu tau, rasa sakit hati saya itu jauh lebih sakit di bandingkan kamu. Terlebih lagi setelah saya tau bahwa anak saya sendiri telah menjadi pembunuh yang sadis."
Deg
"Tapi Bunda salah paham. Kalian semua salah paham. Gak ada Tata yang membunuh orang. Tata di jebak Yah, Bun," ucapnya menjelaskannya, ia menggeleng ribut kala tuduhan itu ditujukan padanya yang bukanlah pelakunya sebenarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAKATA
Teen FictionSaka dan Talita saling mencintai, namun semuanya seolah memaksa mereka untuk berpisah. "Kita bisa melawan mereka yang nggak suka kita, Ta. Tapi, kita nggak bisa melawan yang mana takdir, Tuhan." - Saka Rain Al Lesmana "Tapi kamu pernah janji sama...