Chapter 20

4 0 0
                                    

Kegiatan belajar sudah di mulai sejak 1 jam yang lalu. Mata pelajaran Bahasa Indonesia yang tengah berlangsung di dalam kelas 11 IPA2 itu. Namun gadis itu sama sekali tak memperhatikan apa yang sedari tadi dijelaskan oleh seorang guru di depan sana.

Pikirannya benar-benar sudah melayang kemana-mana. Entah mengapa pikirannya tertuju kepada sang Bunda dan Ayah. Hatinya begitu sangat gelisah, entah mengapa ia sangat mengkhawatirkan keadaan orang tuanya itu, terbesit pikiran yang tidak-tidak di kepalanya. Ia terus memanjatkan doa di dalam hatinya, ia berdoa agar orang tuanya itu di dalam lindungan yang maha kuasa.

"Buk, Talita sedari tadi nggak memperhatikan penjelasan Ibu sama sekali," suara seorang gadis mengadukan semua tingkah Talita. Talita mengangkat wajahnya, ia menatap gadis yang sudah mengadukannya itu. Dapat Talita lihat wajah tak suka dari gadis itu padanya.

"Iya Buk benar kata Sela, saya juga lihat kalau Talita dari tadi cuma melamun saja Buk," timpal siswi lainnya. Talita kembali menoleh menatap siswi yang kembali mengadukannya itu. Ada keterkejutan Talita ketika melihat siapa yang bersuara tadi. Siswi itu adalah seorang siswi yang terkenal dengan keculunannya, bagaimana tidak dikenal culun kalau dirinya dengan kacamata bulat tebal itu dan rambutnya yang dikuncir kepang dua dan ditambah lagi siswi itu yang selalu memakai Switter berwarna terang setiap hari seperti memakai Switter warna kuning. Dan lebih mengejutkannya lagi adalah gadis itu sama sekali tak pernah berbicara selama ini. Hampir 1 tahun ia berada satu kelas dengannya tapi belum pernah sekali pun ia mendengar suara gadis itu. Dan sekarang gadis itu berbicara untuk yang pertama kalinya dan gadis itu malah ikut mengadukan semua tingkahnya sedari tadi.

Sama hal seperti Talita semua orang juga ikut menatap siswi itu. Semua orang di dalam kelas itu terkejut ketika untuk pertama kalinya si siswi yang terkenal dengan culun itu berbicara.

"Demi apa seorang Maisya ngomong!?" ujar seorang siswa yang sangat terkejut dibuatnya.

"Erik, lo harus cuciin motor gue selama 1 bulan. Lo nggak lupa kan sama taruhan lo waktu itu!" celetuk Bima tiba-tiba. Membuat semua orang menatap ke arahnya.

"Kalian taruhan apa Erik Bima!?" tanya Ibu guru menatap galak dua siswa yang terkenal dengan tingkahnya yang ada-ada saja yang membuat guru-guru ingin sekali menjewer telinga keduanya.

"Erik taruhan kalau Maisya ngomong nanti dia akan cuciin motor saya selama 1 bulan. Dia taruhan tepat 6 bulan yang lalu Buk," jelas Bima tanpa ada kebohongan sama sekali.

Ibu guru itu menggeleng-gelengkan kepalanya. Sungguh ia tak dapat berkata-kata lagi dengan segala tingkah dua muridnya itu.

"Parah lo berdua, bisa-bisanya lo malah jadiin Maisya ngomong jadi bahan taruhan! Untung Pak Leo yang terkenal selalu masuk walaupun angin badai ribut halilintar nggak jadi taruhan lo berdua juga," ujar Bastian yang mengundang tawa semua orang termasuk Ibu guru juga ikut tertawa dibuatnya.

"Pak Leo!? Gue udah taruhan itu juga sama Bima. Bima taruhan kalau misalkan Pak Leo nggak masuk ngajar dia bakalan keliling lapangan basket sebanyak 20 kali," sahut Bima dengan santainya. Semua orang terkejut, yang benar saja seorang Bima akan mengelilingi lapangan basket sebanyak 20 kali? Pada saat beberapa bulan yang lalu mereka melakukan pemanasan di saat mata pelajaran olahraga dengan mengelilingi lapangan basket sebanyak 5 kali saja, Bima sampai jatuh pingsan dan dibawa ia ke UKS.

"Yang benar aja lo Bim bikin taruhan kayak gitu. Baru 5 kali aja lo lari keliling lapangan basket udah pingsan," sahut Laura dengan menahan tawanya.

"Bisa-bisa lo nanti pingsan terus nggak bangun-bangun lagi Bim!" timpal Farhan yang mengundang tawa di dalam kelas itu lebih heboh lagi.

"Farhan ucapan harus di jaga!" tegur Ibu guru. Farhan menggaruk tengkuknya yang tak gatal itu, ia mengangguk."Iya Buk maaf, nggak diulangin lagi."

***

SAKATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang