Chapter 5

16 5 0
                                    

Halo guyss🤗❤

Gimana kabarnya hari ini? Makan yang teratur dan tidur yang cukup ya guyss...

Harus sehat-sehat terus kalian!!

Harus sehat-sehat terus kalian!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Argh..."

"Kenapa sih, kebahagiaan seolah tak pernah berpihak pada gue."

"Kenapa Tuhan, engkau terlalu berat memberikan cobaan ini?"

"Apakah tak ada harapan lagi untuk keluargaku bisa utuh seperti dulu lagi. Dan apakah hamba juga akan berakhir dengan menyedihkan karena penyakit yang menggerogoti tubuh ini."

Saka lelaki itu yang sekarang tengah duduk di taman halaman belakang rumah Kakeknya.

Iya, setelah beberapa jam yang lalu terjadi aksi Roni yang menonjok Nico. Maka berakhirlah Saka di sini.

Ada marahan tadi oleh Roni yang ditujukan kepada Siyra dan Nico. Ada rasa kekecewaannya pada keduanya yang ditunjukkan oleh Roni.

Siyra dan Nico hanya diam saja menerima marahan oleh Roni. Tapi lagi-lagi Roni tidak dapat melarang bahkan ikut campur dengan urusan keduanya. Roni hanya bisa pasrah menerima keputusan bahwa keduanya akan bercerai.

Saka mengangkat wajahnya menatapi langit di atasnya yang terlihat sedikit gelap.

"Tuhan, jika hamba memang ditakdirkan untuk merasakan rasa sakit seperti ini, sungguh tak apa hamba rela," ucapnya sangat pelan. Ia memejamkan matanya, kepalanya menunduk.

"Tapi izinkan lah mereka semua yang aku sayangi untuk terus berbahagia terus," gumamnya terdengar lirih. Suaranya bergetar menahan rasa sesak yang membuncah di dadanya.

"Kalau mau nangis ya nangis aja, gak usah sok kuat kalau lo emang gak kuat."

"Jangan terpacu karena omongan orang kalau lelaki gak boleh nangis. Bac*t! Orang kayak gitu pinternya di mulut doang, gak ada otaknya padahal! Cewek atau cowok kalau mau nangis ya wajar aja mana ada larangan cowok gak boleh nangis!"

Suara berat dari arah belakangnya itu membuat Saka sontak menoleh ke sumber suara.

Di sana terlihat lelaki tinggi yang sepantaran saja sebenarnya dengan tinggi Saka sendiri.

Saka mengerutkan keningnya.

"Alan? Lo di sini?" spontan saja ketika melihat keberadaan Alan saudara sepupunya itu.

"Hm."

"Lo hebat sih Kaa menurut gue. Gue kalau ada di posisi lo gue gak akan sekuat ini," ucap Alan duduk di samping Saka.

"Lo tau apa tentang gue? Gue rasa gue dan lo gak sedekat itu," ucap Saka pelan, bahkan nyaris saja suaranya tak terdengar oleh Alan.

Tapi Alan punya pendengaran yang cukup tajam, sehingga sekalipun ucapan Saka seperti gumaman namun Alan masih bisa akan menangkap jelas apa yang diucapkan sepupunya itu.

SAKATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang