"Selamat siang Tuan Putriku!" sapanya semangat pada seorang gadis yang baru saja tiba dan berdiri di hadapannya.
"Selamat siang Pangeranku!" balas gadis itu tak kalah semangatnya dan sangat terlihat sekali dari raut wajahnya bahwa ia begitu sangat senang ketika sang kekasih menjemputnya siang ini, ia sangat bahagia sekali.
Lelaki itu tersenyum melihat kekasihnya itu yang terlihat sangat senang. Tetapi senyum tiba-tiba berganti menjadi tatapan terkejut dan khawatirnya. Melihat area pelipis sang kekasih yang memerah dan terlihat sedikit lebam, bagaimana ia tidak khawatir.
Ia menarik tangan kekasihnya itu lembut, membuat jarak antara keduanya menjadi sedikit lebih dekat lagi. Ia menangkup wajah cantik itu, ia menatap dalam mata indah dan cantik itu. Ia mengusap lembut di area yang lebam itu.
"Mereka ganggu lagi ya?" tanyanya lembut. Ia masih menatap mata indah itu tanpa mengalihkan atensinya itu sedikitpun.
Gadis itu menggeleng ribut."Bukan mereka. Ini aku tadi kejedot di pintu toilet karena jalan tadi sambil nunduk," jawabnya, ia tidak membenarkan dugaan kekasihnya itu.
Lelaki itu menggeleng. Lelaki itu kembali menangkup wajah kekasihnya itu."Kamu nggak pintar bohong, Ta. Aku tau kalau kamu bohongin aku sekarang," ucap lelaki itu lembut.
Gadis itu tertegun. Ia menyesal karena telah berbohong kepada kekasihnya itu. Harusnya ia menjawab jujur saja. Ia benar-benar merasa bersalah karena telah berbohong.
"Maaf Kaa," hanya ucapan maaf yang dapat ia lontarkan saat ini. Ia menunduk, menyesali perbuatannya tadi.
"Iya dimaafin tapi jangan diulangin lagi ya? Aku cuma minta satu sama kamu yaitu selalu jujur sama aku. Termasuk di saat ada orang yang nyakitin kamu, kamu jangan sembunyiin dari aku," balasnya, ia menatap penuh harap gadis di hadapannya itu. Beberapa detik kemudian, gadis itu mengangguk.
"Iya Saka."
***
Di dalam mobil mewah yang terkenal dengan harga yang cukup mahal. Seorang pria berkisar usia 40 tahun, duduk santai di kursi kemudi. Ia sedang menunggu seseorang di sana.
Pria itu menolehkan kepalanya ke sebelah kanannya. Ia dapat melihat seorang anak kecil berusia 3 tahunan bermain melempar-lempar bola bersama seorang baby sister-nya di taman bermain anak-anak.
Suara dering dari handphone-nya mengalihkan atensinya. Ia secepatnya mengambil benda pintar itu yang disimpannya dalam saku jaketnya. Ia kemudian secepatnya menggeser pada warna hijau di layar itu dan membuat sambungan telepon itu terhubung.
"Saya tidak banyak waktu hanya untuk menunggumu!" marah pria itu ketika sambungannya terhubung.
Terdengar suara gemetar dari seseorang di seberang sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAKATA
Teen FictionSaka dan Talita saling mencintai, namun semuanya seolah memaksa mereka untuk berpisah. "Kita bisa melawan mereka yang nggak suka kita, Ta. Tapi, kita nggak bisa melawan yang mana takdir, Tuhan." - Saka Rain Al Lesmana "Tapi kamu pernah janji sama...