Chapter 27

4 0 0
                                    

Di dalam ruangannya, David tengah berkutat dengan kertas-kertas pentingnya itu. Sangat fokus sekali. Sampai, ia tak menyadari jika ponselnya terus berbunyi sejak sedari lima menitan yang lalu.

Dan untuk yang kesekian kalinya, ponselnya itu berbunyi. Tetapi, itu sama sekali tidak berhasil menyadarkan David.

10 menit berlalu.

"Ah, akhirnya selesai juga. Setiap hari harus berhadapan dengan kertas-kertas ini, sungguh sangat membosankan," keluhnya. David mengangkat kedua tangannya ke atas, guna meregangkan otot-ototnya yang terasa kencang itu.

"Demi anak dan istri di rumah, jadi harus tetap semangat!" ujarnya kemudian. Ia kemudian terkekeh.

David menyandarkan badannya di kursi kebanggaan miliknya itu. Matanya dibawanya untuk menelusuri semua sisi ruangan tersebut.

Sampai, pandangannya tertuju kepada ponselnya yang tergeletak di atas sofa panjang yang berada di dalam ruangannya itu.

David seketika teringat kembali.

Di beberapa jam yang lalu, David merasakan pening yang luar biasa sekali yang menyerangnya secara tiba-tiba saat itu. David kemudian saat itu mencoba untuk mengistirahatkan badannya di sofa itu yang berada di sisi sebelah kanan di dalam ruangannya.

Di saat ia merasakan keadaannya sudah sedikit lebih baik, ia kemudian kembali melanjutkan pekerjaannya. Namun tanpa sadar, ia telah melupakan ponselnya yang telah ditaruhnya sembarangan di atas sofa tersebut.

David terkekeh. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya sendiri, ia merasa geli dengan dirinya sendiri yang sudah tua tetapi terkadang masih saja sangat begitu ceroboh.

"Benar apa yang Ibu katakan dulu, bahwa mau sedewasa apapun David maka David akan selalu menjadi anak kecil Ibu yang terkadang akan bersikap ceroboh," monolognya. David tersenyum tipis. Ia menjadi teringat dengan sang Ibu.

Ia merindukan Ibunya itu, namun sayang sekali karena ia telah merindukan seseorang yang tak akan pernah bisa ia temui kembali walau sampai waktu kapan pun itu. Ibunya telah meninggal dunia.

David bangkit dari kursi kebanggaannya itu. Ia membawa langkahnya menuju ke arah sofa itu. Tangannya mengambil ponselnya tersebut.

Ia mengernyitkan keningnya. Ada banyak sekali panggilan tak terjawab dari seorang guru yang mengajar di sekolah putrinya itu.

Ada apa ini? Tentu pertanyaan ini yang sekarang tengah memenuhi isi kepalanya.

Jarinya lincah memainkan layar ponselnya itu. Ia membuka aplikasi WhatsApp miliknya karena dari kemarin malam ia sama sekali tak mengecek pesan-pesan masuk dari aplikasi tersebut. Takutnya, ada pesan-pesan penting yang belum dibacanya.

Di saat ia membuka aplikasi tersebut. Benar saja, ada beberapa orang yang mengiriminya pesan.

Di barisan pertama, tertera nama guru sang anak. Ada 5 pesan dari guru itu yang belum dibacanya.

 Ada 5 pesan dari guru itu yang belum dibacanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
SAKATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang