Chapter 28

3 0 0
                                    

"Lagi dong, Kaa! Masa lo cuma makan dikit banget sih?! Lo nggak kasihan sama Tante Siyra, yang pengen banget lo abisin makanannya?!" ujar Alan. Lelaki itu berdiri di sebelah ranjang yang ditempati Saka. Lelaki itu menatap Saka dengan tatapan tajamnya. Tatapan yang mengisyaratkan jika Saka harus menghabiskan makanannya.

Saka menoleh ke arah Kakak sepupunya itu. Saka bergidik ngeri, melihat tatapan sang sepupunya itu. Sangat mengerikan, di dalam hatinya ia berkata.

"Perasaan tuh anak dulu nggak seserem ini. Ih, ngeri banget punya Abang kayak gini. Udah kayak mau makan orang aja!" rutuk Saka. Tentunya ia merutuki di dalam hati. Ia tak berani jika membicarakannya langsung di depan orangnya. Saka masih sayang badan. Ia tak mau jika nanti Alan jadi emosi, terus malah menghajarnya hingga babak belur bagaimana? Dirinya saja sekarang masih lemah dan lemas.

"Abisin nggak lo!" Alan kembali bersuara. Saka yang tengah melamun itu terkejut mendengar suara Alan yang besar.

Saka menghela nafasnya pasrah."Iya Bang, iyaa!" Saka hanya pasrah saja ketika sang Mama menyodorkan sendok yang berisikan bubur itu. Saka membuka mulutnya, menerima suapan sang Mama.

Siyra tersenyum manis. Hatinya terasa hangat, melihat bagaimana interaksi keduanya itu. Sudah lama sekali ia tak melihat keduanya dekat seperti ini. Dulu di saat keduanya masih kecil mereka sangat akrab bahkan bak saudara kembar. Namun, keduanya menjadi saling jauh dibeberapa tahun kemudian. Tak tau apa penyebab keduanya pernah saling menjauh itu. Dan dulu ia bersama dengan sang Papa pernah berusaha untuk mendekatkan keduanya kembali seperti mereka dulu semasa kecil, namun upaya kerja keras mereka sama sekali tak membuahkan hasil apapun.

Rasanya sangat senang dan bahagia sekali dirinya melihat keduanya sekarang sudah mulai kembali dekat. Walaupun sekarang cukup berbeda dengan yang dulu, jika dulu keduanya tak ada kecanggungan dalam memberi perhatian antara satu dengan yang lain, tetapi sekarang sebaliknya. Keduanya sama-sama memiliki gengsi yang tinggi, padahal mereka sebenarnya saling menyayangi satu sama lainnya.

"Mama senyum kayak gini cantik banget," ucap Saka di tengah keheningan itu.

Siyra terkekeh mendengar ucapan putranya itu.

"Oh, berarti kalau Mama lagi nggak senyum berarti Mama nggak cantik?" tanya Siyra dengan nada bicara yang seperti ingin marah.

Saka dan Alan membolakan mata mereka. Mereka seketika panik dibuatnya. Bagaimana jika wanita yang mereka sayangi itu benar-benar marah? Mereka tidak ingin itu terjadi.

Segala cara akan mereka lakukan agar Ibu peri mereka itu tidak marah lagi.

Alan berjalan cepat mendekati sang Tante yang saat itu Siyra tengah duduk di atas ranjang di sisi sebelah kanan. Posisi Alan semulanya adalah berdiri di sebelah ranjang di sisi sebelah kiri. Dan Siyra posisinya tengah duduk berhadapan dengan Saka, karena ia tadi sedang menyuapi sang anak makan.

Tiba-tiba Alan duduk disebelah Saka. Saka yang posisinya sedang memegang tangan sang Mama, dibuat terlepas oleh karena duduknya tergeser karena Alan yang menyorobot ingin duduk di sampingnya.

Sekarang posisinya adalah Alan yang duduk berhadapan dengan Siyra.

"Bang, kalau mau ikut duduk bilang-bilang dulu dong. Jangan langsung nyerobot aja. Kalau gue jatuh dari ranjang ini gimana?" ucap Saka panjang lebar. Tetapi Saka sama sekali tidak tengah kesal atau marah kepada sepupunya itu. Sungguh, ucapan Saka itu hanya spontan karena dirinya kaget ketika Alan tiba-tiba menyorobot untuk duduk di dekatnya.

Alan tanpa rasa bersalahnya, ia malah terkekeh."Sorry, Kaa. Soalnya gue mau hibur Tante gue," sahut Alan santai.

Saka berdehem saja. Di dalam hatinya Saka tengah berteriak."Itu juga Mama gue!" teriak Saka di dalam hati.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 08 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SAKATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang