Di tengah-tengah perjalanan mereka menuju UKS. Terdengar suara dering ponsel milik Buk Reva.
"Wa'alaikumsalam. Iya Pak Reza, ada apa?"
"Iya Pak, di 11 IPA2."
"Dadakan ya Pak?"
"Oh begitu, iya Pak pantas saja kalau seperti itu."
"Baik-baik Pak. Iya Pak sama-sama."
"Wa'alaikumsalam."
Talita hanya diam. Posisinya sekarang adalah ia yang berdiri di samping Buk Reva.
Talita menundukkan kepalanya selama Buk Reva berbicara dengan seseorang di telepon itu. Ia takut jika nanti dirinya di nilai tidak sopan. Ia bimbang, takut jika ia benar-benar akan di cap buruk karena telah mendengarkan percakapan seorang guru yang mungkin itu bersifat rahasia.
Tetapi, Talita berani bersumpah bahwa ia tidak mendengarkan seluruh percakapan antara Buk Reva dengan seseorang di telepon itu.
Sebenarnya Talita bisa saja menguping seluruh percakapan itu, kalau ia mau. Itu tidaklah susah untuknya. Toh, Buk Reva meng-setting volume-nya penuh sehingga jika ingin menguping percakapan itu sungguh sangat mudah sekali.
Tentu sangat mudah sekali bagi Talita. Tetapi, Talita yang tak mau. Talita lebih memilih untuk sengaja menulikan telinganya. Sehingga selama Buk Reva metelepon, ia sama sekali tak mendengarkan 1 kata pun tentang apa yang dibicarakan oleh gurunya itu. Kecuali saat Buk Reva mengucapkan salam saat pertama, itu ia mendengarnya tapi itu pun ia sebenarnya tak sengaja mendengarkannya.
Ingat, Talita itu adalah anak yang baik. Ia tak mau bersikap kurang ajar kepada orang lain. Terlebih lagi kepada orang yang lebih tua.
Buk Reva menolehkan kepalanya ke samping, ke arah Talita. Ia melihat anak muridnya itu sedang menundukkan kepalanya. Buk Reva tersenyum. Buk Reva tau jika Talita sedang berusaha untuk menjaga privasi gurunya.
Melihat sikap Talita yang sangat sopan seperti ini, juga melihat sikap Talita selama ia berada di kelas, entah mengapa Buk Reva dapat merasakan bahwa Talita memang benar-benar anak yang sopan.
Bagi Buk Reva, untuk tau bahwa seorang anak sedang berpura-pura bersikap sopan tentu sangat mudah baginya untuk mengetahuinya. Tetapi, Buk Reva satu juta persen sangat yakin bahwa Talita tidak ada pura-pura dalam bersikap. Anak itu benar-benar sangat sopan sekali.
Sampai Buk Reva tak percaya bahwa seorang Talita ini mencelakai Kakak kelasnya sendiri, bahkan sampai menewaskan seseorang.
Di satu sisi Buk Reva tak percaya, tapi di satu sisi lainnya ia dapat melihat buktinya sendiri bahwa gadis itu yang memang ingin mencelakai Kakak kelasnya itu.
Buk Reva menyentuh pundak siswinya itu. Talita tergelonjak kaget.
"Ma-maaf, Buk," dengan suara kecilnya, Talita meminta maaf.
"Tidak apa, Nak," Buk Reva tersenyum. Dan entah mengapa perasaan Talita menghangat. Mungkin oleh karena ia tak pernah mendapatkan perlakuan baik dari Ibu kandungnya sendiri, menjadikannya seperti ini.
"Kamu dengarkan apa yang di sampaikan oleh Pak Reza tadi?" tanya Buk Reva lembut. Talita gugup. Apakah Buk Reva akan marah padanya?
Buk Reva terlihat peka dengan gerak-gerik siswinya itu.
"Ibu nggak akan marah kok. Ibu cuma mau tanya aja," suara Buk Reva sangat lembut sekali. Talita rasanya ingin menangis.
Andaikan Bundanya itu berbicara lembut kepadanya seperti Buk Reva. Tetapi, apa yang bisa diharapkan oleh Talita? Jangankan berbicara lembut, Bundanya itu sangat cuek dan tak peduli sedikitpun kepadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAKATA
Teen FictionSaka dan Talita saling mencintai, namun semuanya seolah memaksa mereka untuk berpisah. "Kita bisa melawan mereka yang nggak suka kita, Ta. Tapi, kita nggak bisa melawan yang mana takdir, Tuhan." - Saka Rain Al Lesmana "Tapi kamu pernah janji sama...