Four (Revisi)

70.6K 4.5K 23
                                    

Di tengah kesunyian dan kegelapan jalan, terlihat seorang gadis berlari sambil terengah-engah. Mata hazelnya yang penuh kewaspadaan itu sesekali melihat ke belakang. Saat ini, Catherina berhasil lolos dari mansion Xander. Namun, dia tidak tahu harus lari ke mana lagi. Dalam novel, Catherina tidak punya teman karena sifatnya yang buruk.

Sekarang gadis itu kabur dengan hanya berbekal alur cerita yang ditulisnya tadi. Tokoh-tokoh penting sudah dia tuliskan terperinci tanpa terlewat satu pun. Saat ini dirinya berada di daerah yang asing. Cath bingung harus minta tolong kepada siapa di sini. Bahkan, gadis itu juga tidak tahu siapa dan alamat orang tuanya. Dirinya hanya tahu nama, tidak tahu wajah.

Catherina berjalan dengan gontai sambil memikirkan nasibnya. Jika terus berada di sisi Xander, maka wanita itu akan mati. Jika tidak bersama, juga akan mati lama-lama. Kenapa aku sial sekali, sih? Batinnya berteriak.

Di tengah lamunannya, tiba-tiba ada 5 orang preman menghadang Cath. Gadis itu terperanjat dan takut setengah mati. Bagaimana jika dia diapa-apakan setelah ini? Dijual, dibunuh, atau diperkosa secara paksa. Ah! Tidak, tidak! Hentikan pikiran burukmu itu, Vie! Batinnya kembali menjerit

"Wah, cantiknya! Kenapa jalan sendirian saja, Sayang?" goda salah satu preman.

"Mau kami temani malam ini? Nanti dapat enak, loh!" ujar temannya yang satu. Enak? Enak kepalamu peyang! Gerutu Cath dalam hati sambil memikirkan cara untuk kabur. Setelah beberapa saat, akhirnya otak kecilnya terbesit sebuah ide. Gadis itu sudah berancang-ancang dan...

"Polisi!"

Cath berteriak dengan lantang. Hal tersebut berhasil membuat para preman menoleh ke arah yang ditunjuknya. Dasar preman bodoh! Akhirnya, Cath pun lari tunggang langgang dari sana. Para preman tersebut kemudian sadar dan segera mengejar Cath.

Gadis itu terus memacu kekuatan kakinya untuk berlari lebih cepat lagi. Namun sayang, pasokan udara di paru-parunya juga makin menipis. Sial, tubuhnya sangat lemah sekarang. Dia pun hanya bisa menangis dan berteriak di sepanjang jalan. Tidak ada yang bisa menolongnya karena jalanan tersebut sepi, hanya ada pepohonan saja.

Tak lama kemudian, tiba-tiba kaki Cath tersandung batu. Hal itu membuatnya terjatuh dan langsung mencium jalan. Salah satu preman berhasil menggapai kakinya, lalu menyeret gadis itu. "Berani-beraninya kau mempermainkan kami! Tenang saja, Cantik. Setelah ini, kau akan menikmatinya!" ujar preman itu sambil tersenyum kemenangan.

Cath langsung berdoa pada Tuhan agar ditolong, entah oleh siapa pun terserah. Air matanya sudah luruh membasahi pipi meronanya. Beberapa saat kemudian, keajaiban itu ada. Doanya ternyata terkabul.

Terlihat seorang lelaki tinggi bertubuh tegap berlari dari arah kanan. Dia pun mulai menghajar satu per satu preman yang tadi mengganggu Cath. Mereka akhirnya babak belur dan lari begitu saja meninggalkan gadis itu.

Tangisnya pun langsung pecah seketika karena terharu ada yang menolongnya. Namun, rasa terharu itu berubah menjadi tangisan pilu. "Mau kemana kau gadis nakal? Mencoba lari, hm?" ujar lelaki yang menolong Cath tadi sambil mengeluarkan smirk yang sangat menakutkan.

Catherina mungkin bisa membodohi para preman jalanan tadi, tapi untuk yang satu ini mungkin tidak bisa. Lelaki yang menolongnya barusan adalah Xander. Aduh, sia-sia aku kabur kalau begini jadinya! Batin gadis itu.

Pria itu kemudian menyejajarkan tubuhnya dengan Cath yang terduduk di jalan. Gadis itu masih terus menangis. Dia merasa gagal untuk menyelesaikan misi. Malahan, dirinya seperti menjerumuskan diri ke lubang neraka. Lalu, Xander pun membopongnya bak karung beras dan membanting tubuh Cath ke kursi mobil. Dalam perjalanan menuju mansion, tak ada satu pun yang membuka pembicaraan.

🥀🥀

Sesampainya di mansion, Xander membanting lagi tubuh Cath ke atas ranjang di kamar gadis itu. Kemudian, pria itu menindihi tubuhnya. Demi apa pun, dirinya merasa sesak napas karena tubuh Xander sangatlah berat. Ditambah lagi, rasa takut menguasai jiwanya. "Mi–minggir," cicitnya pelan.

Bukannya minggir, Xander malah terus merapatkan tubuhnya ke atas tubuh Cath. "Ah, lihatlah kelinci kecil yang malang ini. Aku sangat suka melihat wajahmu yang pasrah dan kesakitan seperti ini, apalagi...."

Xander menjeda ucapannya dan langsung menampar Cath. Pipi gadis itu memerah, bahkan sudut bibirnya sudah mengeluarkan darah. Cath hanya bisa menggigit pipi bagian dalam untuk menahan agar suara teriakannya tidak keluar.

"Oh, betapa indahnya wajahmu. Aku suka sekali melihatmu begitu," ujar Xander kembali sambil mengeluarkan smirk andalannya. Cath hanya terdiam dan menangis. Nasib buruk dari pemeran utama wanita ini, ternyata tidak pernah bisa lepas. Maju kena, mundur kena, ke mana-mana pun kena.

"Aku membencimu, Alexander! Aku membencimu!" teriaknya tepat di depan wajah Xander. Pria itu mulai menggeram marah. Oh, tidak! Cath sudah antisipasi bahwa bibirnya akan robek untuk malam ini.

"Mulutmu ini memang kurang ajar sekali! Harusnya kuajarkan sesuatu saja agar dia bungkam, kan?" sergah Xander yang sudah bersiap melakukan sesuatu. Apa lagi yang akan terjadi habis ini? Mulutnya dirobek? Atau ditampar lagi dengan tangan besar nan berotot itu?

Namun, pikiran buruk itu buyar saat sebuah benda kenyal menempel di bibir Cath. Gadis itu terkesiap dengan apa yang terjadi. Bibir Xander tiba-tiba menyatu dengan miliknya! What the hell?! Apa-apaan ini?!

Namun, ciuman itu terbilang kasar sekali. Cath ataupun Viera tidak mempunyai pengalaman dalam berciuman. Jadi, dia hanya diam saja. Xander pun merasa kesal. Lalu, pria itu menggigit bibir bawah Cath dan membuat sang empunya membuka mulut.

Siapa pun, tolong Cath saat ini! Bibirnya sudah terluka, sekarang malah bertambah lagi. Rasa besi pun sudah menguasai mulutnya. Dia juga kesulitan bernapas. Dengan segera, Cath refleks memukul dada bidang milik suaminya.

Xander akhirnya melepaskan pagutannya. Otak pria itu terasa blank. Apa yang sebenarnya ku lakukan?! Kenapa aku menciumnya! Batinnya berteriak. Dia tadi sebenarnya hendak menampar Cath lagi. Akan tetapi, pikiran dan akal sehatnya berkata lain.

Pria itu langsung bangkit dan menjauh dari tubuh sang istri. Dirinya hendak meninggalkan kamar. Sebelum keluar, dia berkata, "Jangan coba-coba untuk melarikan diri lagi! Jika kau melanggar, aku tidak akan segan untuk memotong kedua kakimu!"

Pintu kamar pun ditutup keras dan dikunci dari luar. Cath langsung berlari dan menggedor-gedor pintu kamarnya. "Keluarkan aku dari sini sekarang! Dasar kau Lucifer! Mati saja sana!" teriak gadis itu dengan histeris. Akan tetapi, percuma saja. Xander juga tidak mendengarnya.

Rencana A telah gagal. Bahkan, penjagaan terhadap dirinya pun diperketat. Cath mengintip dari luar jendela kamarnya. Penjaga yang di depan tadi hanya ada 3, sekarang malah jadi 24 orang. Lalu, di sisi samping kanan dan kiri mansion, terdapat masing-masing 10 penjaga. Di belakang? Malah tidak main-main jumlahnya. Di halaman belakang ada sekitar 42 orang, lalu di luar pagar belakang mansion ada sekitar 23 orang.

Catherina meneguk salivanya kasar. Jika di novel dia tidak terlalu merasa "wah" karena dijaga oleh sebegitu banyaknya orang, maka lain cerita sekarang. Bahkan, di luar pintu kamarnya juga sudah ada 2 orang yang ditugaskan untuk berjaga. Kabur? Hanyalah haluan semata di benak Cath.

Dia mendesah kecewa dan melihat kembali catatan yang ditulisnya tadi. Rencana B akan dijalankannya nanti, setelah Cath mengenal orang terdekatnya. Sekarang masih mustahil untuk melakukan hal itu. Hanya tinggal satu rencana, yaitu rencana C.

Rencana C adalah rencana untuk mengeruk harta dari seorang Xander. Selagi menunggu rencana B datang, Cath sudah merencanakan untuk menghabiskan uang pria itu, walaupun mustahil habisnya. Senyum jahat pun terpatri di wajah ayu gadis tersebut.

Dia berjalan menuju lemari dan membukanya kasar. "Baju-baju jelek milik wanita ini sangat mengganggu mata. Kita akan mulai membelanjakan uang Xander untuk pergi ke mal dan membeli semua baju yang ada di sana!" ujarnya riang pada dirinya sendiri.

Dalam novel, Catherina adalah seorang wanita yang tidak bisa memakai makeup dan selalu tampil apa adanya. Pilihan fashion-nya pun sangat monoton dan kuno. Pantas saja, Xander tidak pernah mengajaknya untuk pergi ke mana pun, apalagi ke pesta. Selalu saja Farrah yang menjadi pendampingnya.

🥀🥀

To be continue...

Broken Hurts [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang