Fifty Four

36.5K 2K 63
                                    

Grand Will d'luxury, 19:07 PM

Sepasang mata hazel sedari tadi tak berhenti menatap tajam seorang pria yang tengah memasang dasinya. Catherina merasa kesal karena Xander masih tidak mau mengalah. Beberapa jam yang lalu, mereka masih saja memperdebatkan hal yang sama. Namun, ujung-ujungnya Cath masih kalah dengan sikap keras kepala suaminya.

"Aku akan pergi untuk meeting dengan klienku malam ini. Aku harap kau tetap di dalam kamar dan jangan pergi kemana pun. Jika kau butuh sesuatu, pencet saja bel yang ada di samping pintu itu. Nanti bodyguard-ku akan membantumu," ujar Xander sambil merapikan kembali pakaiannya. Sayangnya, perkatan pria itu tidak dijawab sama sekali oleh Cath. Wanita itu memasang muka murung sambil mengayun-ayunkan pelan ranjang bayi Arxavie.

Sebelum keluar dari kamar, Xander menghampiri mereka berdua. Mata birunya menatap putranya dengan tatapan kagum. "Hei, baby boy! Bagaimana harimu, hem? Hiburlah mommymu ini selagi daddy pergi, ya. Jadilah anak yang baik dan jangan rewel." Bayi mungil yang diajak bicara itu seakan mengerti. Ia tersenyum sambil menampilkan gusinya yang masih belum ditumbuhi gigi.

"Dan, Kattie. Aku pergi dulu. I love you," pamit Xander pada sang istri. Pria tersebut hendak mengecup puncak kepala wanita itu, tapi Cath malah menghindar. Lantas, ia pun memberikan tatapan murka kepadanya.

"Jangan coba-coba untuk mendekatiku ataupun menyentuhku! Aku tidak sudi!"

Mendengar jawaban tersebut, Xander hanya bisa menghela napas kasar. Usaha keras apa lagi yang harus ia lakukan untuk mendapatkan hati istrinya kembali?

"Baiklah, aku pergi dulu." Xander memilih untuk pamit dan pergi keluar kamar menuju meeting hall di lantai bawah.

Setelah kepergian pria itu, Cath menumpahkan kembali tangisnya. Setiap kali dirinya melihat suaminya, kenangan buruk yang sudah lalu kembali datang menyeruak. Hal itulah yang membuatnya sukar untuk memaafkan Xander.

Apa aku pergi lagi saja, ya?

Tiba-tiba, pikiran Cath mulai berbicara. Kemudian, wanita itu bergegas menuju ke arah balkon, dimana ia bisa melihat pemandangan kota Tangerang saat malam hari. Sebenarnya, Cath berniat kabur dari sini. Namun, tidak mungkin dirinya kabur lewat balkon. Bisa-bisa, tubuhnya remuk menghantam kerasnya bumi, lebih tepatnya paving, sih.

Namun, sebuah ide lain akhirnya terbesit di otak cantiknya. Cath pergi ke arah pintu dan memencet tombol bel yang ada di sampingnya.

Setelah itu, pintu pun akhirnya terbuka dan memperlihatkan dua orang bertubuh gempal dari balik sana. Namun, tidak botak seperti yang dulu.

"Selamat malam, nyonya. Apa ada yang bisa kami bantu?" sapa salah satu bodyguard yang berjaga.

"Aku mau nasi goreng yang ada di Tangerang Barat. Belikan aku 2 porsi!" perintah Cath dengan segera. Permintaan majikannya barusan membuat kedua orang pengawal tersebut saling memandang. Apa Cath sudah gila? Kenapa harus mencari ke daerah barat jika di hotel dan daerah sekitar Tangerang Selatan ini masih banyak yang berjualan nasi goreng? Ada-ada saja, memang!

"Maafkan kami, nyonya. Tapi, di hotel ini ju—"

"Aku tidak mau! Baiklah jika kalian tidak mau, tidak apa-apa. Tapi, aku akan mengadukan hal ini pada Xander karena kalian tidak mau menurutiku!" Cath memotong perkataan bodyguard-nya sambil mengancamnya. Dirinya juga berpura-pura menangis agar lebih terlihat nyata.

Tampaknya, ancaman yang dilontarkan wanita itu berhasil membuat para bodyguard tersebut ketakutan. Mereka langsung bergegas pergi tanpa mengunci kembali pintu kamar hotel. Bahkan, mereka tidak menghubungi rekannya yang lain untuk menggantikan tugasnya. Memang sangat lalai!

Broken Hurts [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang