29. apartemen

7K 371 13
                                    

Selamat pagiiii
Mana suaranya???🥳🥳🥳

Pagi ini Cherly akan menemani kalian sambil memulai aktivitas, di hari Jum'at yang cerah ini

Selamat membaca
Warning Typo ❗❗❗



20/01/23

"Sakit."

Cherly memukul dadanya kuat, membuat Vincent langsung memeluknya erat. Mengelus belakang kepala Cherly dengan pelan, agar gadis itu merasa nyaman dalam dekapannya.

Perasaan apa ini? Kenapa rasanya sakit saat Cherly nangis? Batin Vincent, ia terus mengeratkan pelukannya pada Cherly. Dadanya ikut sesak melihat gadis dalam pelukannya masih belum tenang.

"Dua hari lalu, sebelum kita janjian buat pergi ke pasar malam. Gue udah ajak dia, tapi dia bilang nggak bisa, karena mau bantuin Papanya di kantor. Hiks hiks tapi kenapa malam ini dia malah pergi sama cewek lain?" isak Cherly, ia meremas lengan baju Vincent.

"Dia bahkan nggak ngejar gue, dia lebih memilih cewek itu dibandingkan gue." Vincent hanya mendengar apa yang Cherly katakan, karena ia tau tidak jika bukan kewenangannya untuk mengatakan hal yang tidak diketahui secara jelas.

Setelah beberapa menit berlalu, dirasa Cherly sudah mulai tenang. Vincent melepaskan pelukannya, ia memandangku sabuk pengaman untuk gadis itu. Ia akan membawa Cherly ke tempat yang lebih tenang, sebelum pergi, ia terlebih dulu mengirimkan pesan pada Peter. Memberitahu jika ia dan Cherly harus kembali lebih dulu.

Vincent memilih untuk membawa Cherly ke apartemen miliknya, tempatnya cukup jauh dari rumahnya dan juga rumah Cherly. Ia akan memberikan Cherly tenang terlebih dulu, baru membawa gadis itu pulang.

Setelah menempuh hampir satu jam, akhirnya mereka sampai di gedung apartemen Vincent. Saat akan turun, ternyata Cherly sudah tertidur. Matanya sembab karena terlalu banyak menangis, bahkan poni tipisnya basah karena air mata.

Karena tak tega membangunkan gadis itu, akhirnya Vincent menggendong Cherly. Tubuh gadis itu terasa lebih ringan dari biasanya, sudah cukup lama Vincent tidak menggendong Cherly, semenjak gadis itu menggunakan tongkat. Sesampainya di apartemen, Vincent langsung menidurkan Cherly di kamarnya.

"Entah kenapa, gue nggak rela lihat lo nangis seperti tadi. Dada gue sakit, saat lo seperti tadi." bisiknya, tepat didepan wajah Cherly yang lelap.

Cup

Vincent mendaratkan bibirnya pada kening Cherly, menempelkannya cukup lama. Ia seperti mendapat dorongan untuk mencium gadis itu, setelah tersadar dengan apa yang dilakukan. Ia segera menyingkir dan keluar dari kamarnya.

Berdiri di balik pintu, dengan memegang dadanya yang terasa berdegup lebih kencang dari biasanya. "Ada apa sama gue? Kenapa gue tiba-tiba cium Cherly, aishh. Bisa gila kalau begini terus." Vincent mengacak rambutnya frustasi.

Setelah keluar dari kamar, entah kenapa Vincent merasa gelisah. Ia sangat frustasi atas tindakannya pada Cherly tadi. Itu termasuk pelecehan kan? Pikirnya, semakin merasa tidak tenang karena tindakannya tadi yang diluar dugaannya.

Astaga, kenapa gue jadi deg degan gini? Vincent terus memegangi dadanya. Ini pertama kalinya untuk seorang Vincent, meskipun sempat beberapa kali memiliki pacar. Namun ia tidak pernah merasakan detak jantungnya berdetak sekuat ini.

***

Cherly terbangun saat jam menunjukkan pukul 12.00, ia menatap sekeliling karena merasa asing. Ini pertama kalinya ia berada di dalam kamar dengan nuansa serba putih seperti ini. Perlahan, ia bangkit dari ranjang, berjalan keluar.

Apartemen? Pikir Cherly, terus melangkahkan kakinya menuju tangga. Dengan ragu, Cherly menuruni anak tangga sambil melihat sekitar.

"Kenapa bangun?" deg, suara itu mengagetkan Cherly yang baru saja menginjakkan kakinya di anak tangga terakhir.

Menoleh ke arah kanan, di mana, Vincent tengah berdiri dengan secangkir kopi di tangannya. Cowok itu menatapnya sebentar, lalu mengalihkan tatapannya ke arah lain.

"Kita di mana?" tanya Cherly penasaran.

"Apartemen gue." Vincent menjawab dengan singkat. Tiba-tiba, ita tidak berani menatap Cherly, ia jadi gugup saat Cherly menatapnya.

"Gue laper." ujar Cherly pelan, namun masih bisa didengar oleh Vincent.

Tanpa mengatakan apapun, Vincent berbalik arah, kembali masuk ke tempat tadi. Cherly langsung berlari kecil mengikuti Vincent, ternyata cowok berkulit putih itu pergi ke dapur. Tak banyak bertanya, Vincent langsung mengeluarkan bahan-bahan makanan dari kulkas. Dengan lihai, ia memasak dalam diam, sedangkan Cherly hanya melihat dan mengikuti Vincent kesana lemari untuk mengambil berbagi macam bumbu.

Hanya beberapa menit saja, Vincent sudah menyajikan masakannya dengan sempurna. Membawa makanan itu ke meja makan, diikuti oleh Cherly yang terus mengekor.

"Makan," singkat, padat dan jelas. Cherly mengerutkan keningnya bingung, melihat sikap Vincent yang tiba-tiba berubah cuek seperti dulu. Namun bedanya sekarang masih mau membuatkan makanan untuknya.

Cherly mengangkat bahunya tak acuh, lalu makan dengan lahap ramyeon buatan Vincent. Akhir-akhir ini Vincent suka masak ramyeon, gara-gara sering diajak nonton konten NCT. Jadi Vincent ikut suka NCT dan mengidolakannya Chenle NCT. Vincent juga sering membuat ramyeon resep Chenle, seperti sekarang yang Cherly makan. Itu adalah resep dari Chenle NCT yang suka Vincent makan akhir-akhir ini.

"Mau?" tawar Cherly, menyodorkan garpu yang sudah dililit ramyeon pada mulut Vincent.

"Lo juga lapar?" Cherly bertanya dengan serius, saat Vincent melahap ramyeon yang ia sodorkan langsung dimakan tanpa mengatakan apapun.

"Hmm," respon Vincent. Lalu segera mengalihkan tatapannya ke arah lain.

Melihat tingkah aneh Vincen, Cherly hanya menggelengkan kepalanya tak acuh. Lalu kembali memakan makanannya dan bergantian menyuapi Vincent. Karena tak ada penolakan sama sekali, jari Cherly terus menyuapi Vincent dengan senang hati.

"Ah, kenyangnya," lenguh Cherly, ia segera bangkit membawa piring kotor dan mencucinya. Juga peralatan masak lainnya yang tadi Vincent gunakan.

Selesai mencuci semua peralatan yang kotor, Cherly langsung menarik lengan baju Vincent UN pergi dari sana. Ia berjalan menuju ruang tengah, di sana hanya ada sofa dan TV besar.

"Huhf, gue capek. Dulu hati dan perasaan gue capek karena lo, sekarang gue harus capek lagi karena mikirin cowok gue. Bisa nggak sih, tuhan kirim laki-laki yang bener-bener bisa tulus dan serius sama gue?" curhat Cherly, suaranya bergetar, dan matanya berkaca-kaca.

Ia sungguh merasa sangat lelah dengan takdir tuhan yang menurutnya tidak adil. Mulai dari kedua orang tuanya yang menitipkan dirinya pada keluarga Vincent selama beberapa bulan karena harus menemani kakaknya yang memilih untuk sekolah di luar negeri. Penolakan Vincent yang begitu keras, dan sekarang pacarnya berbohong.

Cherly ingin memiliki sosok laki-laki yang bisa menemani dirinya, karena ia sering merasa kesepian. Ketika kakaknya mulai sekolah di luar negeri, semuanya seakan berubah. Ia merasa semua orang meninggalkan dirinya, tanpa tau apa keadaannya sekarang ini seperti apa.

"Gue udah terlanjur sayang sama Joshua, sekarang gue harus gimana?" Cherly bertanya pada Vincent yang sejak tadi hanya diam.

"Tinggal, dan buka hati lagi." jawab Vincent, begitu santai.

Cherly tertawa pelan, to semudah membalikkan telapak tangan untuk membuka hati lagi. Ada banyak rasa takut saat kembali membuka hati.

"Membuka hati untuk orang baru itu nggak mudah, ada rasa takut, gelisah, dan khawatir. Semua itu selalu gue rasakan saat ngejar lo, dan membuka hati buat Joshua." ujar Cherly pelan.

Entah, sekarang ia tidak bisa menangis, hanya bisa menunggu besok. Kabar dari Joshua tentang kejadian di pasar malam tadi. Yang harus disiapkan sekarang hanya keberanian untuk menerima kenyataan yang tidak diharapkan.

"Gue nggak tau maksud dari perasaan gue ke lo, tapi gue yakin. Kalau sekarang ini hati gue ingin mendapatkan lo, sebagai satu-satunya milik gue." batin Vincent





Sampai jumpa di bab selanjutnya semuanya

lelah [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang