37. kecewa pada keluarga

6.1K 291 10
                                    

Vincent terus menyiram Cherly, tidak membiarkan gadis itu berusaha untuk membalas dirinya. Karena tidak ada kesempatan untuk membalas Vincent. Akhirnya Cherly memilih diam dan memunggunginya agar terhindar dari air laut yang tengah Vincent siram padanya. Melihat gadisnya yang diam saja karena tidak bisa melawan, akhirnya Vincent diberhenti untuk menyiram berjalan mendekati gadis itu. Dan memeluknya dari belakang dengan erat, membuat sang empu kaget bukan main.

Awalnya Cherly tidak memberikan respon apapun, karena terkejut dengan pelukan mendadak dari Vincent. Ia merasakan pelukan Vincent yang begitu nyaman dan membuatnya merasa lebih tenang.

"Ayo pulang, kita udah basah kuyup harus segera ganti sebelum masuk angin." Bisik Vincent lalu menuntun Cherly untuk segera menepi.

Gadis itu hanya mencibir lalu mendorong Vincent dan ia berjalan sendiri menuju tepian. Membuat Vincent tertawa pelan lalu mengejarnya dan kembali merangkul pundaknya.

"Mau ambil buat makan di luar?" Tawar Vincent sembari membenarkan anak rambut Cherly yang berantakan di keningnya.

Cherly berpikir sejenak lalu menggeleng, Vincent pun mengganggu tidak memaksa. Keduanya segera mengganti pakaian yang ternyata sudah dibeli oleh Vincent. Sebelum bermain tadi Vincent sudah meminta anak buahnya untuk mencarikan baju untuk dirinya juga Cherly.

"Terima kasih untuk semuanya dan juga tawa yang lu berikan hari ini." Ucap Vincent dengan tulus.

Cherly langsung menoleh dan menatap cowok itu dengan bingung. Karena yang seharusnya berterima kasih adalah dirinya, Vincent yang membawa dirinya ke sini untuk bersenang-senang.

"Sebelumnya gue nggak pernah merasakan hal seperti ini, dan selama ini meskipun gue punya pacar. Gue nggak pernah melakukan hal sederhana seperti ini untuk tertawa. Tapi berkat lo, gue bisa mendapatkan kesenangan tanpa harus mengeluarkan banyak uang seperti biasanya." Jelas Vincent, jujur iya lebih suka bersenang-senang dengan Cherly yang bisa tertawa dengan hal sederhana seperti sekarang ini. Selama ini ia telah salah mengartikan sebuah kebahagiaan yang harus selalu mengeluarkan banyak uang.

"Berarti Lo beruntung bisa jadi tunangan gue, ya meskipun kita bertunangan karena perjodohan. Tapi setidaknya lu tetap beruntung karena itu gue." Canda Cherly sembari mengibaskan rambutnya ke belakang.

Tidak bisa dipercaya, Cherly melihat Vincent mengangguk setuju dengan apa yang ia katakan. Namun ia segera memalingkan wajahnya dan berpura-pura tidak tahu.

"Terima kasih udah mau jadi tunangan gue, dan menerima gue sebagai tunangan lo. Gue janji akan buat lo jatuh cinta lagi sama gue Dan nggak akan pernah bisa berpaling pada laki-laki lain." Ujar Vincent dengan percaya diri.

Mendengar hal itu Cherly hanya bisa tertawa, selama ini ia sudah tidak pernah lagi berharap pada Vincent. Karena ia cukup sadar diri dan berusaha untuk tidak lagi pernah berharap pada Vincent.

***

Setelah pulang, Charly menatap kedua orang tuanya yang sudah siap dengan beberapa koper. Ia berjalan mendekat ke arah ruang tengah di mana Ayah dan ibunya sudah siap untuk pergi bersama sang kakak. Dadanya sesak melihat betapa beruntungnya sang kakak yang selalu diutamakan oleh kedua orang tuanya.

"Kalian akan pergi sekarang?" Tanyanya dengan suara bergetar menahan tangis.

Sang ibu menata lembut pada Cherly, ya segera memeluk putrinya dengan erat sebelum pergi. Sungguh ia tidak tega melihat Charly yang sekarang menatapnya dengan tatapan sendu.

"Maafin mama ya sayang, kami harus pergi malam ini juga," ucapnya penuh sesal.

Cherly melepaskan pelukannya dengan sang ibu dengan kasar. Ia menatap wanita yang selama ini begitu disayangi dengan tatapan kecewa. Sebenarnya ia tidak masalah jika kedua orang tuanya benar-benar akan pergi meninggalkan dirinya sendirian kembali seperti dulu. Tapi ya tidak berpikir jika mereka akan pergi dengan mendadak dan secepat ini.

"Kenapa mama sama papa nggak bilang dari kemarin kalau kalian akan pergi hari ini? Kalau aku tahu kalian akan pergi hari ini aku pasti akan langsung pulang dan menghabiskan banyak waktu bareng sama kalian!" Kata Cherly dengan nada emosi.

"Sayang maaf Mama bukan bermaksud pergi secara mendadak apalagi tidak memberitahu kamu dulu, tapi tadi tunangan kakak kamu dikabarkan kecelakaan. Jadi kami harus segera pergi ke sana sekalian pindah." Ucap sang Mama penuh sesal.

"Ya tapi kenapa tadi Mama nggak langsung telepon Cherly? Dengan sikap kalian yang seperti ini membuat aku merasa nggak dihargai bahkan merasa nggak penting untuk hidup kalian! Apa aku memang benar-benar enggak penting sampai kalian nggak kepikiran untuk telepon aku dan memberikan kabar itu?" Teriaknya penuh amarah, sekarang ia tidak bisa lagi menahan tangisnya.

"Cherly bukan maksud kami seperti itu, tadi kakak kamu nangis dan dia sangat khawatir sama tunangannya. Itu sebabnya kami lupa untuk memberikan kamu kabar." Ujar sang ayah dengan nada yang sedikit membentak.

Cherly diam, lalu menatap ayahnya dengan tatapan kecewa. Karena ia merasa jika dirinya benar-benar tidak diharapkan dengan nada suara ayahnya yang cukup tinggi.

"Silakan pergi, kalau perlu nggak usah kembali sekalian! Aku nggak butuh kalian, karena selama ini kalian memang nggak ada di samping aku!" Ujar Cherly lalu segera pergi ke kamarnya dengan air mata yang terus mengalir.

Ia begitu marah dengan kedua orang tuanya, karena merasa di anak tirikan. Ia bahkan tidak mempedulikan kakaknya yang menyapa, dan terus berjalan ke kamarnya kemudian menutup pintu dengan keras.

"Mah pacarnya kenapa?" Tanya Chalondra bingung, pasalnya baru kali ini ia diabaikan oleh sang adik.

"Cherly nggak papa kok sayang, dia hanya sedikit kecewa karena kita tadi nggak kasih tahu kalau akan pergi malam ini." Jawab sama mama lembut.

"Apa nggak sebaiknya kita tunggu Cherly merasa lebih baik dulu baru kita pergi?" Chalondra bertanya sambil terus menatap pintu kamar adiknya yang sudah tertutup rapat.

"Nggak perlu sayang, nanti dia pasti akan kembali baikan dan menelpon kita saat kita sudah sampai di sana. Ayo kita harus segera pergi, penerbangan kita akan segera landing satu jam lagi." Ajak sang ayah, ia tidak ingin Putri pertamanya merasa bersalah karena kekecewaan anak keduanya.

Tanpa menunggu Cherly ketika orang itu meninggalkan rumah, tanpa mereka sadari gadis yang mereka tinggalkan di rumah mewah itu menatap kepergian mereka dari jendela kamarnya. Mata sebabnya kembali mengeluarkan air mata dengan begitu deras. Ia beberapa kali memukul dadanya yang terasa sakit karena melihat kepergian keluarganya.

"Mereka bahkan nggak berniat untuk membujuk aku, Tuhan apakah aku sangat tidak berguna itu untuk mereka mereka? Lalu untuk apa aku dilahirkan jika pada akhirnya aku hanya ditinggalkan sendirian di rumah ini?" Tangisnya kembali pecah mengingat ia yang seringkali ditinggal sejak kecil.

Berbeda dengan kakaknya yang selalu diajak kemanapun mereka pergi, bahkan saat kakaknya ingin liburan ke luar negeri dan Cherly hanya ingin liburan di negaranya sendiri. Kedua orang tuanya memilih untuk pergi bersama kakaknya dan ia harus pergi berlibur dengan saudaranya yang lain.

"Aku benar-benar kecewa sama kalian, jika boleh memilih aku nggak ingin dilahirkan atau jika bisa memilih orang tua. Maka aku akan lebih memilih orang tua yang bisa selalu ada disampingku, meskipun mereka berdua tidak bisa memberikan semua yang aku inginkan." Kumamnya dengan sesenggukan

Cherly terus menangis di atas ranjangnya sembari memeluk dirinya sendiri. Hingga akhirnya ia tertidur karena lelah terus menangis.

lelah [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang