42. Khawatir

7.1K 281 1
                                    


Vincent benar-benar tidak bisa fokus mengikuti rapat sore ini, karena Cherly masih tidak bisa di hubungi. Ia sampai beberapa kali di tegur oleh sang ayah, karena tidak fokus. Padahal ini adalah rapat penting dengan para petinggi perusahaan.

Selesai rapat, Vincent terpaksa mengikuti ayahnya ke ruangan sang ayah. Ia tidak bisa langsung pergi untuk mencari keberadaan Cherly sekarang ini.

"Kamu kenapa bisa nggak fokus gini? Kami ingat dengan kan, kalau ini adalah rapat penting. Karena para petinggi perusahaan juga ikut, jika sekarang aja kamu nggak bisa fokus. Mereka pasti akan bimbang untuk menjadikan kamu pimpinan di perusahaan ini." Kata papanya marah, Vincent hanya diam saat papanya kembali menceramahi dirinya.

"Apa yang kamu pikirkan? Kenapa sampai nggak fokus?" Tanya sang Papa, berusaha untuk menahan kekesalannya.

"Maaf, Pa, tadi Vincent kepikiran Cherly. Karena dia nggak bisa di hubungi." Ucap Vincent, jujur ia merasa bersalah karena pasti sekarang para petinggi perusahaan akan mendesak papanya untuk tidak menyerahkan perusahaan padanya hingga beberapa waktu.

"Dia akan baik-baik saja, sebelum kamu fokus dengan rapat yang akan kita hadiri nanti malam. Kamu, papa larang untuk menemani Cherly. Sekarang pergi ke ruangan mu." Putus sang Papa.

Setelah melihat Vincent menghilang di balik pintu ruangannya, laki-laki paruh baya itu segera menghubungi seseorang untuk mencari keberadaan Cherly. Ia juga tidak mau terjadi sesuatu pada gadis itu, karena dia juga sangat menyayangi Cherly seperti putrinya sendiri.

Setelah kembali ke ruangan pribadi, Vincent memilih untuk fokus pada berkas-berkas yang harus diperiksa. Ia akan lebih fokus lagi sama rapat nanti, agar papanya tidak kecewa.

Selama berada di  kantor, Vincent benar-benar fokus mengurus pekerjaan yang diberikan oleh sang papa dengan serius. Ia juga menyelesaikan rapat bersama klien penting dengan sangat baik. Bahkan ia juga ikut menyuarakan pendapatnya untuk rapat terakhir. Hal itu tentu membuat papanya bangga dan puas dengan cara kerja sang putra. Bahkan dua petinggi perusahaan yang ikut di rapat tadi juga tersenyum bangga pada Vincent.

"Kerja bagu son." Puji sang papa, menepuk bahu putranya.

"Makasih Pa." Ucap Vincent.

Vincent datang ke apartemennya saat jam menunjukkan pukul 09.35 malam. Ia berjalan tergesa ke arah kamar yang di tempati oleh Cherly dengan wajah lelah dan khawatir, karena apartemennya terlihat kosong. Matanya melebar saat di dalam kamar itu tidak mendapati tunangannya di sana. Ia segera bergegas untuk mencari gadis itu, saat baru keluar dari gedung apartemen. Ia melihat Cherly turun dari sebuah motor yang tidak ia kenal, dengan langkah cepat ia mendekati gadis itu.

Vincent mengepalkan tangannya saat tahu siapa yang pergi bersama dengan Cherly. Ia menarik lengan gadis itu dengan kasar untuk segera menjauh dari sosok pemuda yang begitu ia kenal. Apa yang dilakukan oleh Vincent tentu saja membuat keduanya terkejut bukan main terlebih Cherly yang hampir jatuh karena ditarik dengan cukup kasar.

"Lo jangan kasar gitu sama cewe!" Bentak Devan, ia turun dari atas motornya dan melepaskan helm.

"Jangan ikut campur ini urusan gue sama tunangan gue, lo cuma orang luar yang nggak seharusnya bawa tunangan gue pergi tanpa kabar!" Vincent begitu emosi, sehingga urat-urat lehernya terlihat jelas.

"Gue nggak akan ikut campur, kalau lo nggak kasar!" Devan balas membentak Vincent.

Bugh

Vincent melayangkan pukulan cukup keras pada wajah Devan, tak sampai di situ. Ia juga menendang perut Devan hingga pemuda itu terjatuh ke tanah.

Melihat hal itu, Cherly langsung berlari ke arah Devan yang masih berada di tanah. Ia membantu Devan berdiri dan menatap kecewa pada Vincent. Sungguh, ia tidak menyangka jika Vincent akan melakukan kekerasan seperti ini di depan dirinya.

lelah [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang