Mengejar Mimpi
Part 29
Oleh : CHMSurya bingung dengan tawaran SMA bea siswa. Namun kalau masuk SMA nantinya harus melanjutkan kuliah.
Ingin dia menelpon bapaknya, namun takut mengganggu.Resah pikirannya sambil menunggu pembeli warungnya.
"Sur, kok seperti bingung gitu, ada apa?"Bu Ismi melihat gelagat anaknya seolah ada yang disembunyikan.
"Menurut ibu, Surya harus sekolah kemana bu? SMA atau SMK?"
"Surya maunya apa, ibu gak tau."
"Begini, bu. Kalau SMA, harus kuliah lagi, tapi kalau SMK bisa langsung segera kerja atau juga bisa kuliah juga."
"Surya cita-cita dan pinginnya jadi apa?" Ujar ibunya sambil memandang Surya.
Ada nampak gurat kecewa terlihat diraut anaknya. Bu Ismi hafal benar sikap anaknya."Nanti Surya pikir dulu, bu."jawabnya sengaja menghindar.
Kebetulan ada pembeli datang. Surya segera ke kamar. Karena tak bisa menelpon bapaknya takut masih jam kerja, Surya mengirim pesan saja.
"Pak, Surya mendaftar ke mana? SMA atau SMK?"
Ternyata langsung centang biru dua. Dan itu membuat Surya tersenyum.
Dan tak lama jawaban muncul.
"Surya suka apa? Bapak siap membiayai Surya kuliah. Sudah ada dana yang bapak simpan."
"Alhamdulilah, Terima kasih, pak."
Surya menitikkan air mata bahagia. Ponsel ditutup. Dan segera ke kamar mandi.
Surya harus membasuh air mata itu dan segera berwudlu untuk menunaikan Sholat dzuhur. Menenangkan hati dan mengucap syukur.Terbayang sudah, besok bisa bertemu pak Winarno menjawab mimpinya.
*****
Pagi itu wajah Surya nampak cerah."Bu Surya mau ke sekolah. Ada tawaran dari pak Winarno agar Surya mendaftar di sekolah yang memberi bea siswa."
"Oh begitu, syukurlah, Sur." Ujar bu Ismi dengar binar bahagia.
Bagi Surya bukan masalah gratisnya, tapi kelanjutan setelah itu. Namun dengan ibunya tak perlu diperpanjang. Yang penting bapaknya bersedia membayar kuliahnya kelak, itu jawaban terpenting.
Dengan berjalan santai, sampailah dia di sekolah. Hari masih pagi, sekolah nampak sepi karena siswa libur semua.
Nampak pak Winarno tersenyum di depan pintu ruang guru.
"Selamat pagi, pak."
"Selamat pagi, Sur. Apa kabar ibu dan adikmu."
"Alhamdulilah, sehat pak."
"Kamu sendiri, tidak dengan Bagas.?"
"Tidak, pak, kami tidak janjian."
"Apa yang bisa bapak bantu, yok duduk di luar situ aja." Ajak pak guru matematika itu ke bangku luar dekat taman.
"Begini, pak terus terang, saya kemarin belum bisa menjawab tawaran bapak. Saya bingung. Kalau menyanggupi sekolah bea siswa, bagaimana kelanjutan kuliah saya. Kalau harus SMK, selain membayar, itu bukan mau saya.
Tapi kalau harus kuliah, ibu tak punya cukup biaya.
Kalau bekerja, saya mengubur cita-cita saya." Surya terlihat sedih."Apa cita-citamu? Apa masih ingin jadi dokter?"
Surya mengangguk, tak berani menjawab. Terlalu muluk jika harus dikatakan.
"Kenapa kamu takut mengatakan? Cita-cita harus dikejar, diupayakan. Bukankah kamu sudah cerita ke bapak waktu kelas 2 SMP?
Kamu punya mimpi, jadi dokter membanggakan orang tua. Bukan begitu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengejar Mimpi
Genç KurguPerjuangan anak seorang single parent yang ingin meraih mimpinya. Apakah ia berhasil? Kerikil tajam selalu menghadang. Namun kerja kerasnya, tekun, dan menjunjung tinggi kasih pada bundanya selalu mengiring langkahnya. Mengisahkan sosok Surya bese...