XX : Aku juga...

18 11 0
                                    

| ' Aku dan perasaan ku yang meleleh bersama kehangatan mu' |

_____________

Angin yang lembut tak menggoyahkan ranting-ranting tanpa dedaunan, merambat dari sela-selanya hanya untuk membelai lapisan kulit yang tak terlindungi, membawa suhu rendah bersamanya hingga orang-orang menggigil tak nyaman.

Langit sore yang biasanya menjingga, kini tampak lebih pucat disertai kabut tipis, menunjukkan musim yang sudah mulai berganti.

Orang-orang juga terlihat setia memakai mantel bulu yang tebal dengan erat. Beludru yang lembut, tampak melingkupi leher mereka, tergulung dengan ketebalan yang tak kecil, berusaha menenggelamkan rasa dingin yang mengakibatkan rona merah dari hidung hingga telinga.

Diantara para pejalan kaki itu, ada seluet yang seputih giok mandarin, tengah melangkah dengan irama konstan, maniknya berputar mengitari jalan dan sekitarnya tanpa ampun, ada asap mengepul dari setiap hembusan nafas yang ia lepas.

Sambil mendengarkan lagu santai menggunakan earphone, kedua tangannya bersemayam di saku, hal biasa untuk menghangatkan jemarinya yang terasa agak membeku.

Di setiap jejak yang tertinggal dari langkahnya, ada ornamen merah yang memeriahkan toko-toko di pinggir trotoar, bahkan ada maskot Santa Claus yang dikerumuni anak-anak dengan wajah ceria. Meminta hadiah Natal mereka!

"Wah turun salju!"

"Salju pertama telah turun!!!"

"Cantiknya!!!"

Sorak sorai memenuhi pendengarannya, orang-orang tampak berseru senang menyambut butiran putih lembut yang melayang turun menyentuh bumi.

Lea menghentikan langkahnya, laku menengadah untuk membiarkan salju pertamanya tahun ini mendarat di sepanjang wajah terpejam nya.

Rasa dingin dan basah dari butiran salju yang meleleh di permukaan kulit, entah bagaimana sedikit menenangkan perasaan berkecamuk dalam hatinya.

Hufft

Setelah menghela nafas dengan kasar, Lea menghentikan aksi terpejam nya sedari tadi,  tampak bulu matanya berayun pelan, meninggalkan bayangan kabur dibawah kelopak indah itu.

Deg

Sebuah bayangan familiar diujung matanya membuat ia membatu, jantungnya seolah berhenti berfungsi sesaat, tatkala sosok itu bergerak mendekat.

Ada senyum yang dulunya terpatri abadi dalam ingatannya, senyum itu kini masih tampak manis, namun dengan sentuhan wibawa.

'sudah tiga tahun'

Batinnya sembari menggigit bibir, mencoba menghalau sesuatu yang bergejolak dalam dirinya

Benar,sudah tiga tahun Lea tak melihat sosok pemuda yang kini sudah dewasa itu. Sosok pemuda yang diam-diam telah merajai puncak asmaranya, mengisi kekosongan hati yang selalu ia coba sembunyikan.

Dengan mantel hitam legam senada dengan onixnya, Panca berjalan sambil menyeret atensi sekitar. Sosoknya yang berperawakan tinggi dengan gaya rambut terangkat, telah mengubah citra kekanakan dalam benak Lea.

Kekanakan? Pemuda telat puber? Semua hal itu telah terpatahkan, berganti dengan aura dominan yang kental dengan sorot mata tajam dan berkarisma.

Sejalan dengan jarak yang mulai terkikis, entah bagaimana pandangan Lea memburam, matanya terasa panas hingga mengeluarkan embun-embun yang memenuhi pelupuk mata dan perlahan meleleh membasahi pipi kemerahannya.

Brukk

Kehangatan tersalurkan dari lengan kokoh yang memeluknya, bahkan mantel tebal yang dikenakan keduanya, tak menjadi rintangan untuk berbagai suhu tubuh satu sama lain.

Be My Lady [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang