XVI : Kris [2]

23 8 0
                                    

| ' seperti tinta basah yang menetes di atas kertas putih, secara bertahap merambat dan menelannya dengan kegelapan ' |

___________

Dimalam yang semakin gulita, disebuah ruangan yang temaram, ada sebuah potret gadis kecil didinding, gambar itu memiliki warna kuning cerah yang dominan, namun kini ada bercak merah yang tergores di atasnya, menciptakan corak yang tampak realistis.

Tepat didepan potret berbingkai tersebut, terdapat dua makhluk hidup yang tengah saling menatap dengan isi pikiran berbeda. Ada bau anyir khas yang menguar dari mereka, menyelimuti keduanya dengan hawa tak sedap yang semakin ekstrim.

Lea berkerut menahan rasa sakit di bahunya, entah karena keberuntungan atau refleknya yang bagus. Tepat saat pisau tajam yang berkilat melayang kearah jantungnya, ia bergerak maju terlebih dahulu, menghunuskan ujung bolpoin kearah lawannya, bersyukur Lea sempat mengambil dan menyembunyikan benda tersebut dari meja saat Kris sedang keluar tadi.

Meski bahu kirinya menjadi korban, namun setidaknya Kris juga mendapatkan hal yang sama. Terlihat pria tersebut tampak terkejut sekaligus meringis akibat dada kanannya menjadi sasaran Lea, meskipun hasil karyanya tak terlalu dalam, setidaknya mampu menghambat pergerakan Kris.

"Sekarang setelah tahu aku bukan dia, kau ingin melenyapkan ku?!"

Sambil menahan sakit, Lea mencoba mengalihkan perhatian Kris dengan mengatakan beberapa kalimat acak, semoga saja pria gila itu tidak melanjutkan aksi nekatnya!

"Mungkin iya."

Sialnya rencana Lea tak berhasil, Kris sama sekali tidak terusik, ia malah mencabut pena hitam yang menancap di dadanya dengan santai sambil mengangguk menjawabi pertanyaan Lea.

Srak

Sakit!!

Lea mengumpat dalam hati sambil mengigit bibir dalamnya saat pisau di bahunya kini ditarik oleh Kris, darah segar tampak mengucur dari lubang sepanjang jari kelingking orang dewasa, menciptakan warna legam di kemejanya yang berwarna hitam.

"Jangan gila Kris! Kau bisa masuk penjara!"

Sambil meremas luka terbukanya dengan harapan dapat menghentikan pendarahan, Lea masih mencoba menyadarkan Kris.

Namun pria tersebut sudah benar-benar tak tertolong, seolah matanya terlah tertutup oleh kebencian, hingga isi kepalanya hanyalah pelampiasan dari amarah di hatinya.

Kris sudah menjelma menjadi iblis yang haus darah, yang penuh dendam dan obsesi. Cintanya yang murni kini sudah terkontaminasi oleh kecemburuan, rasa sakit, dan trauma masa lalu.

"Jangan salahkan aku, semua ini terjadi karena dirimu sendiri Lea."

Setelah meraih leher jenjang yang tampak cantik, ia berbisik penuh penekanan. Lea sampai merinding dibuatnya, bahkan nafasnya mulai tercekat, saat pria itu memblokir jalur pernapasannya.

Melihat wajah yang sudah tampak merah menuju pucat, Kris bukannya berhenti. Ia bahkan semakin mengeratkan genggamannya, meluapkan emosi yang timbul saat melihat bercak merah yang mulai pudar di leher jenjang didepannya, ia tentunya sudah tahu darimana Lea bisa mendapatkan jejak vulgar seperti itu.

' mereka berani melakukan hal yang bahkan tidak pernah dia sendiri harapkan!'

Batinnya dengan geram.

Apakah dirinya terlalu serakah? Padahal dia tak pernah melewati garis batas yang dibangun Lea, bahkan memiliki pemikiran intim seperti itu saja dirinya tak berani!

Ia hanya ingin memiliki keluarga harmonisnya sendiri, tidak lebih? Lalu mengapa hal itu seolah merupakan suatu yang terlalu mewah untuk ia gapai? Mengapa?!

Be My Lady [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang