VI : Kompensasi

33 20 1
                                    

| 'Laksana aksara yang tergores di kertas usang, tak akan abadi oleh masa'|

___________________________

Waktu masih menunjukkan waktu makan siang namun langit sudah nampak kelabu,rintik hujan pun sudah hampir satu jam menampar jalanan yang agak sepi.

Mendekati akhir tahun memang cuacanya lebih sering mendung,tak ubahnya dengan pemuda yang saat ini tengah uring-uringan,onix hitamnya masih setia memantau benda elektronik di atas meja. Mengabaikan omelan manajernya akibat ia yang sering tak fokus saat bekerja.

Brakk

Seketika fokusnya teralihkan, memandang pelaku yang tak lain adalah manajernya.

Wanita setengah baya itu memijit pelipisnya setelah menggebrak meja. Lelah menghadapi sosok pemuda yang tampaknya telat puber di depannya, menghela nafas berat ia meraih ponsel yang menjadi permasalahan saat ini dan memasukkannya ke dalam saku apron miliknya.

"Pokoknya saat kerja handphone kamu saya yang pegang,sampai shift kamu selesai."

Putusnya bulat memberikan jalan tengah.

Panca hanya mengangguk dan meminta maaf. Memang ini adalah kesalahannya, ia sampai membuat beberapa kesalahan saat bekerja akibat lebih fokus memerhatikan benda pipih itu. Sebenarnya ia tengah menunggu kabar dari wanita yang ia sukai.

Lea, wanita itu sudah hampir satu pekan tak membalas pesan yang ia kirim. Bahkan stiker dan emoticon yang ia kirim juga tak ada satupun yang sekedar di lihat. Hal itu buat remaja telat puber itu uring-uringan, menabrak tiang saat berjalan, ketinggalan bus,melamun di kelas dan tak fokus saat bekerja.

Kritikan dari berbagai pihak sudah keluar-masuk dari sepasang telinganya. Ada Juna yang cerewet,ada dosen yang galak,ada rekan kerja yang jengkel dan manajernya yang sudah tampak lelah.

Sambil berjalan dengan lesu ia keluar dari ruang manajernya,mengambil nampan yang sudah terdapat pesanan pelanggan.

"Kali ini jangan salah lagi."

Sindiran pedas itu hanya ia balasi dengan senyum canggung, lalu segera meluncur untuk mengantarkan pesanan, tak ingin lagi menerima beberapa panah imajiner dari rekan kerjanya yang lain.

' apakah dia sudah tak ingin bertemu lagi?atau aku sudah menyinggung nya? Namun pertemuan terakhir kali terasa baik-baik saja, dan apakah dia tak perlu novelnya kembali? Mengapa ia mengabaikan ku? '

Sambil terus menerka-nerka dalam benaknya,ia sampai pada sekat pintu.
Lalu membukanya dengan satu tangan setelah mengucapkan 'permisi'.

"Apa kabar?"

Suara halus yang familiar menyapa gendang telinganya.

Deg

Jantungnya seakan terhenti lalu terpompa cepat saat manik mereka bertabrakan di udara yang kosong.

Ada jeda sejenak,seolah waktu terhenti sejalan dengan tubuhnya yang membatu. Ia merasa aneh saat sosok yang ia rindu itu hadir di depan matanya secara nyata,ia tampak melotot konyol hingga tawa renyah menyadarkan nya.

"Saya pikir anda tak membutuhkan novelnya lagi."

Mengacuhkan lawannya yang terkekeh,ia berujar datar dengan bibir agak maju beberapa senti, lalu meletakkan beberapa makanan yang ia bawa ke atas meja.

' Ada apa dengan kata-kata formal yang tiba-tiba ini? Dan jangan lupakan bibirnya,apakah dia sedang merajuk? Dengan tubuh sebesar itu? '

'Selain itu,kenapa ia merajuk?, memangnya aku berbuat apa padanya? '

Be My Lady [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang