Part 3

1K 71 1
                                    

Fazha menggendong putra kecilnya itu dan membawanya masuk ke dalam. Ia berkali-kali menyeka air matanya. Antara sedih dan terharu, semuanya menyatu dalam lubuk hatinya.

“Afkar makan dulu, ya. Tante Qayla yang masak, nih. Pasti enak,” ucap Fazha.

“Nggak mau, ah …,” rengek Afkar.

“Hii, habis didatengin Gus Azhka dia,” ucap Erik dengan bergidik ngeri.

“Apaan, sih Mas!” lirih Qayla.

“Yaa, itu bisa aja terjadi tau. Mungkin Afkar habis dibawa ke alam lain, 'kan? Buktinya tadi Afkar nggak ada di belakang, terus kok tiba-tiba ada. Apa lagi anak kecil itu biasanya lebih peka sama hal begituan,” ujar Erik.

“Wallahu'alam, intinya sekarang Afkar baik-baik aja,” jawab Fazha.

“Ya udah, Afkar maunya makan sama apa? Biar Tante masakin lagi,” tawar Qayla.

“Afkar nggak mau makan, Tante,” jawab Afkar lalu bergelayut manja pada Fazha.

“Afkar demam tau, Qay,” lirih Fazha.

“Coba kasih ini dulu. Nanti kalo demamnya nggak turun, bawa ke klinik aja,” jawab Qayla seraya menyodorkan obat penurun demam dalam bentuk sirup.

“Tidurin di kamar Reyna aja,” ucap Erik. Fazha pun membawa Afkar ke kamar. Ia menemani anaknya itu hingga tertidur lelap.

“Ya Allah, kuatkan aku. Yakinkan aku bahwa dibalik semua … penderitaan yang aku alami pasti ada hikmahnya. Gus Azhka pernah bilang, bahwa Allah tidak akan menciptakan badai tanpa pelangi setelahnya,” ucap Fazha dalam hati. Buliran bening berhasil lolos dari pelupuk matanya. Rindu, itu yang sedang ia rasakan sekarang.



Sore harinya….

“Qay, aku pulang, ya. Makasih … banget untuk hari ini. Kamu jadi ikut susah gara-gara aku,” ucap Fazha.

“Jangan gitu. Justru aku yang bikin kamu susah. Maafin, ya, Za,” jawab Qayla.

“Iya, Qayla …. Ya udah, aku pulang, ya. Assalamu'alaikum.”

“Wa'alaikumussalam.”

Fazha pulang ke rumahnya dengan menaiki taxi. Ia tidak mampir ke pesantren dulu. Ia pun sudah tidak lagi peduli dengan kedatangan Ning Salwa. Bukannya apa-apa, ia hanya tidak mau bertemu dengan Ning Syafa, karena itu hanya akan membuat hatinya hancur.

“Apa besok aku pulang ke rumah Umma aja, ya. Itung-itung healing, biar nggak stres ngadepin keadaan di sini sendirian,” ucap Fazha dalam hati. Sebenarnya ia juga rindu dengan kedua orangtuanya. Mereka bertemu kurang lebih 1 bulan yang lalu.

Beberapa menit perjalanan, akhirnya Fazha telah sampai di rumah. Jam menunjukkan pukul 5 sore. Ia merasa sangat lelah hari ini. Ia melangkah menuju kamar dengan Akhtar dan Afkar yang terus membuntutinya.

Belum empat beristirahat, Fazha langsung sibuk mengemasi barang-barangnya ke dalam koper.

“Emang kita mau kemana lagi, Ma?” tanya Akhtar.

“Besok kita ke rumah nenek, ya …,” jawab Fazha dengan senyum simpulnya. Meskipun dirinya hancur, ia harus tetap terlihat ceria di depan kedua anaknya.

“Yeey … ke rumah nenek. Nanti Afkar mau minta di masakin yang enak, ah,” sorak Afkar dengan ceria. 



Di sisi lain….

“Astaghfirullah?! Tapi Afkar nggak kenapa-kenapa, kan?!” tanya Nyai Fatimah setelah mendengar cerita dari Ning Syafa.

Perjalanan Al-FazhaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang