Part 7

980 62 0
                                    

"Papa tau nggak, sih? Tante yang tadi itu baik ... banget," ucap Zayan yang kala itu tengah berbaring di pangkuan Fathan.

"Oh, ya? Terus tadi kalian ngapain aja?" tanya Fathan.

"Kita mainan, ngobrol-ngobrol, terus masak-masak juga," jawab Zayan.

"Coba aja Zayan punya Mama. Pasti setiap hari Zayan kaya gitu sama Mama," imbuh Zayan yang berhasil membuat Fathan terenyuh.

"Ya Allah, kasian kamu, Nak. Maafin Papa karena nggak bisa jaga Mama kamu. Papa janji, Papa bakal temuin Mama kamu dan membawanya pulang," ucap Fathan dalam hati. Ia menahan air matanya yang hampir jatuh.

"Nanti kalo Zayan udah gede, Mama bakal pulang 'kan, Pa?"

"Iya, Sayang. Mama pasti pulang. Mama pasti seneng banget liat Fathan udah gede."



Di sisi lain....

"Mas," ucap Qayla.

"Apa?" jawab Erik.

"Kok Mas Erik berubah, sih. Kenapa Mas Erik nggak kaya dulu lagi? Selalu ceria, bikin orang-orang terhibur, selalu ketawa walau garing. Tapi kenapa sekarang berubah? Mas Erik jadi cuek, dingin, dan nggak se-ceria dulu. Qayla rindu Mas Erik yang dulu. Walau kadang nyebelin, tapi tetep aja bukan Mas Erik namanya kalo nggak bar-bar and suka ngelawak!" ujar Qayla lalu menyandarkan kepalanya di bahu Erik.

Sudah 3 tahun ini, sikap Erik memang sedikit berubah. Ya, sejak kepergian Gus Azhka.

(Para readers juga kangen Erik yang dulu nggak, nih?).

"Udah nggak ada partner," jawab Erik singkat.

"Jangan gitu, dong. Nggak seru tau!" protes Qayla.

"Entahlah, aku bener-bener ngerasa kehilangan ... banget. Aku anak pertama, 'kan? Jadi aku itu nganggep Gus Azhka sebagai kakak. Tapi sejak nggak ada Gus Azhka ... itu suram banget! Aku selalu mendem masalahku sendiri, kalo dulu ... aku selalu curhat ke dia. Bahkan hal-hal kecil pun rasanya nggak afdhol kalo nggak diceritain ke dia. Sampe-sampe nggak ada yang lucu pun kita ketawain. Tapi sekarang ... semuanya tuh berubah!" jelas Erik.

"Dulu masa kecilku sama dia indah banget. Walau kadang berantem terus, tapi kalo salah satu dari kita nggak ada, pasti suasana keluarga jadi sepi. Kangen banget masa-masa dulu. Yah, tau sendiri, 'kan? Gimana rasanya kehilangan?" imbuh Erik.

"Qayla juga kasian ... banget sama Fazha. Dia baik-baik aja nggak, ya? Dia udah nemuin kebahagiaan dua belom, ya?" ujar Qayla.

"Pokoknya, do'ain yang terbaik aja buat Ning Fazha, terutama ... almarhum Gus Azhka. Mereka pasti akan dipertemukan kembali di syurga-Nya," jawab Erik sembari menyeka air matanya.

"Qayla salut sama kisah mereka. Selain pasangan yang serasi, mereka adalah pasangan terhebat, ya," ujar Qayla.

"Iya, ya," jawab Erik.



Sore itu, Kiyai Faqih beserta keluarga sedang berziarah di makam almarhum Gus Azhka. Mereka baru saja selesai membacakan do'a-do'a tahlil beserta surah Yasin.

"Azhka ... anak-anakmu udah besar, dan istrimu selalu bahagia kok di sini. Perlahan dia mulai bisa mengikhlaskan kamu," ucap Nyai Fatimah

"Andai kalian tau kalo Mba Fazha nggak baik-baik aja," batin Ning Salwa.

"Ummi kangen ... banget sama kamu. Tapi untungnya, masih ada Azhmi yang bisa ngobatin rasa kangen Ummi. Banyak banget kenangan yang kamu tinggalkan, Nak. Kamu cepet banget perginya, anak-anak tumbuh tanpa kasih sayang seorang ayah," ujar Nyai Fatimah sembari sesekali menyeka air matanya.

"Ummi, ayo pulang, udah mau Maghrib," lirih Ning Syafa seraya merangkul Nyai Fatimah.

"Apa-apaan, sih. Liat aja nanti kalo kesabaranku udah habis, bakal kubongkar kelakuan burukmu di depan keluarga besar. Nggak sekarang, tapi nanti!" batin Ning Salwa yang kelihatannya tidak suka.

"Ayo pulang," ucap Kiyai Faqih lalu bangkit dari duduknya, diikuti boleh Gus Azhmi.



"Gimana keadaan di sana, Za? Baik-baik aja, 'kan?" tanya Hafidz.

"I-iya, Bi. Fazha ... seneng-seneng aja di sana. 'Kan ada Qayla, ada Risa, ada Ning Salwa, dan ... ada Ning Syafa. Mereka semua baik ... banget," jawab Fazha dengan berusaha untuk tersenyum, aslinya ia malas menyebut Ning Syafa.

"Kamu lebih sering di rumah sendiri apa di pesantren?" tanya Suci.

"Lebih sering di rumah sendiri, sih. Paling sesekali ke pesantren," jawab Fazha.

"Jangan sampe asing, ya, sama keluarga mertua kamu. Mau bagaimanapun juga ... kita semua tetap keluarga. Kamu masih berhak di sebut istrinya Gus Azhka."

"Iya, Bi. Fazha tau kok."

"Ya Allah, sampai kapan aku harus terlihat tenang dan baik-baik saja? Kapan aku akan menemukan kebahagiaanku yang sesungguhnya?" ucap Fazha dalam hati. Ia berusaha untuk tidak menangis, apalagi di hadapan kedua orang tuanya.

"Oh iya, kandungannya Ning Syafa itu gimana? Sehat, 'kan?"

"Alhamdulillah sehat, Ummi. Sekarang lagi usia 4 bulan kalo nggak salah."



Keesokan harinya....

Pagi itu, seperti biasa Fasha sedang bersantau dan bermalas-malasan di depan TV. Akhtar dan Afkar ikut suci ke pasar, sementara Hafidz entah di mana.

"Enak banget tinggal sama ortu sendiri, nggak stres. Jadi nggak mau pulang, deh, betah di sini," gumam Fazha.

Saat tengah asyik menonton TV, tiba-tiba ia mengecilkan volume TV karena mendengar suara tangis anak kecil.

"Zayan?!" batin Fazha, suara tangisan itu terdengar dari rumah sebelah. Ia langsung pergi ke rumah Fathan itu.

"Kemana, sih, bapaknya?!" geram Fazha.

"Zayan ...!" teriak Fazha memanggil Zayan.

"Tante ...!" teriak Zayan yang langsung menghampiri Fazha.

"Kenapa, Sayang? Papa kamu kemana emang?"

"Nggak tau. Zayan bangun tidur Papa udah nggak ada."

"Ya ampun ... udah, ah, jangan nangis. Tante di sini, mungkin Papa kamu ke warung bentar." Fazha berusaha menenangkan Zayan.

"Tante."

"Apa, Sayang?"

"Coba aja Tante jadi Mamanya Zayan. Dari dulu Zayan pengen ... banget punya Mama. Kenapa Mama jahat, sih. Kata Papa, Mama bakal pulang, tapi mana? Sampe sekarang nggak pulang-pulang!"

"Eumm ... Zayan pernah liat wajah Mama nggak?"

"Pernah, tapi cuma di foto."

"Tante boleh liat fotonya?"

"Bentar, Tante."

Zayan lalu membuka sebuah nakas, dan seperti sedang mencari sesuatu.

"Ini, Tante." Zayan menyodorkan sebuah foto berbingkai, Fazha pun menerimanya.

"Itu foto pernikahan Mama sama Papa," ucap Zayan.

Fazha memperhatikan foto itu, dan seketika ia membelalakkan matanya seperti nampak terkejut.

"I-ini ... a-aku nggak salah liat, 'kan?" gumam Fazha, buliran bening lolos begitu saja dari pelupuk matanya.

"Tante? Kok nangis?" tanya Zayan.

Perjalanan Al-FazhaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang