Part 15

1K 75 1
                                    

“Ah, alay banget gitu doang nangis!” ketus Erik yang langsung menyeka air matanya sendiri. Ia segera membaca do'a tahlil dan bergegas hendak pulang.



“Gimana?! Udah ada kabar tentang Fazha?” tanya Risa. Ia langsung menyerbu kakaknya yang baru masuk ke dalam rumah.

“Fazha di rumah orang tuanya, kalian nggak perlu khawatir,” jawab Erik.

“Kok Mas Erik tau? Tau dari mana?” tanya Qayla.

“Tadi ketemu dia. Dia lagi mau berangkat pulang.”

“Sama siapa dia pulang?”

“Varo.”

“Hah?!” pekik Risa dan Qayla bersamaan. Mereka terkejut mendengar nama Varo disebut.

“Tenang, Varo yang sekarang udah beda,” ujar Erik.

“Iihh, tapi tetep aja kita masih nggak yakin!” jawab Risa dengan sewot.

“Husnu'dzon, Ris …,” ucap Erik dengan halus.



3 jam lamanya perjalanan, akhirnya Fazha dan Varo telah sampai di tempat yang dituju. Ya, rumah Fazha.

Fazha menghela nafasnya panjang, jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Cemas, itu yang sedang ia rasakan. Ia terlalu takut mendengar tanggapan kedua orang tuanya tentang masalahnya.

“Jelasin baik-baik,” lirih Varo.

Fazha mulai menekan bel rumahnya. Satu kali … dua kali …, hingga akhirnya pintu pun terbuka.

“Assalamu'alaikum,” lirih Fazha.

“Wa'alailumussalam. Fazha?” jawab Hafidz yang nampak heran sekaligus terkejut karena yang datang adalah putrinya.

“Ah, ya udah, a-ayo kalian masuk.” Hafidz mengalihkan pembicaraan, mengajak Fazha dan Varo masuk ke dalam.

“Ada apa? Dan … kamu laki-laki yang pas itu, 'kan? Kenapa kalian bisa barengan gini?” tanya Hafidz dengan sedikit tegas.

“Umma mana, Bi?” tanya Fazha.

“Ada di belakang sama si kembar,” jawab Hafidz.

Tanpa berkata-kata lagi, Fazha langsung pergi ke belakang untuk menemui Ummanya.

“Umma,” lirih Fazha memanggil Ummanya yang tengah sibuk menyiram tanaman.

“Lho, Fazha?” jawab Suci yang sedikit terkejut. Fazha langsung berlari menghampiri Ummanya itu dan langsung memeluknya. Ia menangis sesenggukan dalam pelukan Suci.

“Kenapa, Za?! Jangan bikin Umma panik!” bentak Suci seraya mengguncang tubuh putrinya itu.

“Jawab, Al-Fazha!”

“Mereka jahat, Umma.”

“Mereka siapa? Siapa yang jahat?”

Suci membawa Fazha masuk ke kamarnya. Fazha menenangkan dirinya di sana. Belum sempat ia menjelaskan semuanya, Hafidz datang menghampiri mereka.

“Varo udah cerita semuanya,” ucap Hafidz lalu duduk di samping Fazha. Fazha langsung memeluk Abinya itu.

“Udah! Tinggal di sini aja selamanya! Nggak usah nginjakin kaki di sana lagi. Abi nggak sudi kamu tinggal sama keluarga kaya gitu!” bentak Hafidz.

“Aduhh! Sebenernya ada apa, sih?! Jelasin ngapa!” ucap Suci dengan sewot.

“Anak kita satu-satunya, diusir dari rumahnya!” jawab Hafidz.

Perjalanan Al-FazhaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang