Gus Azhmi mengendari mobilnya dengan kecepatan sedang, sementara Si kembar sibuk berbincang-bincang, entah apa yang kedua anak kecil itu obrolkan, sesekali mereka mampu membuat Gus Azhmi tertawa.
“Yang satu pendiem kaya aku, satunya lagi kaya Papa sama Mamanya,” ucap Gus Azhmi.
“Om, kalo Papa meninggal pas kita baru lahir, Papa belom sempat liat kita sama sekali, kah?” tanya Akhtar. Sedari tadi ia masih penasaran dengan sosok Papanya.
“Eumm … iya. Terus dulu kalian diadzani sama Kakek. Papa kalian meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit buat menyambut kelahiran kalian. Waktu itu sedih … banget,” jawab Gus Azhmi.
“Kita udah tau dari Mama,” ucap Afkar.
“Kalian sering-sering, ya, do'ain Papa. Papa kalian pasti seneng banget di sana.” Gus Azhmi meneteskan air matanya yang sedari tadi ia tahan.
“Papa tau nggak, ya, kalo Akhtar sama Afkar udah gede sekarang,” ucap Akhtar dengan polosnya.
“Om Azhmi jangan nangis. Afkar sama Kak Akhtar aja kuat,” ucap Afkar yang mampu membuat Gus Azhmi tersenyum.
“Sama Mama juga,” timpal Akhtar.
“Kita udah sampe.” Gus Azhmi menghentikan mobilnya, membuat Akhtar dan Afkar juga menghentikan obrolannya.
“Kok ke sini, Om? Ini 'kan kuburan?” tanya Akhtar.
“Iya, kita mau ke makam Papa kalian,” jawab Gus Azhmi lalu membukakan pintu untuk kedua keponakannya itu.
“Om, gendong.” Afkar menarik-narik jari tangan Gus Azhmi.
Gus Azhmi pun menggendong Afkar, dan tangan kanannya menggandeng Akhtar.
“Ih, takut tiba-tiba ada hantu,” gumam Afkar.
“Di kuburan mana ada hantu!” sahut Gus Azhmi.
“Itu, ya, Om?” Akhtar menunjuk salah satu makam.
“Eh, iya. Akhtar udah tau?”
“Tau. Dulu pernah ke sini sekali. Tapi Afkar nggak ikut.”
“Ya udah, ayo ke sana.”
“Assalamu'alaika, ya ahlil kubur,” lirih Gus Azhmi.
“Afkar turun, ya.” Gus Azhmi menurunkan Afkar dari gendongannya.
“Ini kuburan Papa, Om?” tanya Afkar yang diangguki oleh Gus Azhmi.
“Kita baca Al-fatihah, ya. Hafal, 'kan?”
“Hafal, Om!”
Mereka bertiga pun membaca surah Al-fatihah.
“Jangan pulang dulu, ya, Om. Akhtar masih mau di sini,” ucap Akhtar dengan wajah memelas.
“Iya, Om bakal nungguin Akhtar,” jawab Gus Azhmi.
“Pa, ini Afkar. Dan ini Kak Akhtar. Kita udah gede sekarang, Pa. Papa belom pernah liat kita berdua, 'kan? Kita pengen … banget ketemu sama Papa. Terus jalan-jalan berempat sama Mama. Papa denger kita, 'kan, Pa?” Afkar mengetuk-ngetuk nisan dan mendekatkan telinganya. Tingkah polosnya itu membuat Gus Azhmi menyunggingkan senyumnya.
“Papa pasti denger kalian. Walaupun kalian nggak bisa liat Papa, tapi Papa selalu liat kalian,” ucap Gus Azhmi.
“Papa kangen nggak sama Akhtar? Kalo kangen, nanti kita ketemuan di mimpi, ya, Pa. Papa jangan lupa.” Kini Akhtar menirukan apa yang barusan Afkar lakukan.
“Ya Allah,” ucap Gus Azhmi dalam hati, lagi-lagi ia kembali meneteskan air matanya. Terlebih lagi, ia jadi teringat calon anaknya yang telah tiada.
•
•
•“Alah! Azhmi itu emang nggak bisa dibilangin! Kemaren waktu ada masalah sama Syafa, dia malah nolak mau diselesaikan baik-baik. Terus dia ada penyakit serius, malah dianggap sepele sampe-sampe nggak ada yang tau. Sekarang Abah lagi marahan sama dia pokoknya, Rik!” ucap Kyai Faqih. Siang itu, beliau sedang bersama Erik di ladang.
Erik tertawa kecil, “Hehe, marahan. Gus Azhmi selalu tenang, ya, walau ada masalah sebesar apapun.”
“Iya tenang! Tapi suka bikin Umminya syok,” jawab Kyai Faqih.
“Abah yang sabar aja. Biarin Gus Azhmi menjalankan ikhtiarnya sendiri. Kalo dilihat-lihat, Gus Azhmi itu tipe orang yang kalo ada apa-apa ya diselesaikan sendiri gitu. Gus Azhmi nggak suka kalo ada orang yang ikut campur urusannya, bahkan orang tuanya sendiri.”
“Karakter anak itu beda-beda, ya, Rik. Yaa, nanti kamu bakal ngerasain kalo udah ada anak ke-2. Almarhum Azhka orangnya keras kepala, ekspresif, terbuka sama orang tua, sensitif juga. Kalo Azhmi cenderung tertutup, nggak ekspresif, dan nggak pedulian. Kalo Salwa, cerewet pastinya. Terus dia paling nggak suka kalo ada yang ganggu.”
“Unik, ya, Bah.”
•
•
•Siang itu, Nyai Fatimah, Ning Salwa, Ning Syafa, dan Fazha sedang berkumpul di dapur untuk membuat kue. Kini Nyai Fatimah mulai kembali bersikap hangat pada Ning Syafa. Mereka berempat berbincang-bincang dan sesekali mengeluarkan gelak tawa. Sudah lama sekali rasanya tidak merasakan keharmonisan seperti ini lagi.
“Zaaaa! Aku kangen banget!” teriak Qayla yang tiba-tiba muncul dari pintu dapur.
“Assalamu'alaikum, semuanya,” ucap Qayla dengan gayanya yang sok anggun.
“Wa'alaikumussalam …,” jawab Nyai Fatimah, Ning Salwa, dan kedua menantunya itu.
“Sini, Qay. Ayo kita buat kue,” ucap Nyai Fatimah.
“Yeyy, vibesnya kaya dulu lagi, Ummi. Dan sekarang ketambahan Ning Syafa! Jadi makin rame,” ucap Fazha diiringi tawanya.
“Udah lama, ya, nggak ngumpul di dapur kaya gini. Jadi inget dulu ada Erik, Risa, Ummi, ada kamu juga, dan ….” Nyai Fatimah tak melanjutkan perkataannya.
“Gus Azhka! Terusan Ummi marahin Gus Azhka sama Mas Erik gara-gara numpahin tepung, 'kan?!” sahut Fazha. Nyai Fatimah hanya mengangguk disertai senyumannya.
“Assalamu'alaikum! Ustadzah cantik stok terakhir di bumi telah come back …!” Risa datang dengan menggandeng Muti dan Reyna.
“Wa'alaikumussalam …,” jawab seisi dapur.
“Tante Fazha!” Muti dan Reyna berhamburan memeluk Fazha.
“Aaa, kangen sama Tante, ya?”
“Iya, Tante. Kak Akhtar sama Kak Afkar mana, Tan?”
“Tadi kayanya ikut Om Azhmi, nggak tau kemana.”
“Za, kamu nggak kangen sama aku, kah?” Risa mendekati Fazha dan menatapnya serius.
“Ya Allah, muka kamu, Ris! Biasa aja, kali!” Fazha menampar pelan pipi Risa.
“Za, udah lama kita nggak healing bertiga, Za! Nanti sore, ya, Za! Pliss, Za!” ujar Qayla dengan tatapan seriusnya pula.
“Ih, kalian pada kenapa, sih?!”
“Kalian kalo mau healing-healing atau entah apalah itu, pergi aja nanti sore. Nanti biar anak-anak sama Ummi, deh,” timpal Nyai Fatimah.
“Nah, berarti Salwa juga boleh healing, ya, Ummi. Berdua sama Mba Syafa,” ujar Ning Salwa.
“Alah, cari kesempatan dalam kesempitan, kamu.”
“Hehe, sesekali orang cantik gini keluar rumah, Ummi.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjalanan Al-Fazha
Teen Fiction[Follow sebelum membaca] Note: Cerita ini merupakan kelanjutan dari "Gus Halalku" ____ Al-Fazha Humaira, yang kini telah menjadi singel parents. Ia harus menjadi ibu, sekaligus ayah untuk kedua anaknya di usianya yang ke-21 tahun, itu masih sangat...