"Kenapa aku lebih menyukai sebuah mimpi! Dari pada kenyataan."
----------
Setiap hari dia selalu mengusahakan untuk datang menjenguknya. Berharap ketika hari esok ia kembali ada sedikit kabar baik yang ia dapatkan. Tapi tidak, tidak ada kabar baik itu hanya kalimat sama yang selalu ia dengar.
Hampir tiga bulan sudah ia selalu seperti ini. Datang, mendengar kabar dan kembali duduk diam di sebuah bangku tepat didepan ruangan itu. Sepanjang hari ia berdoa berharap ada keajaiban yang ia terima, tapi sampai sekarang keajaiban tersebut belum datang.
Ia mengusap kasar wajahnya dan kembali menundukkan kepalanya. Dalam keheningan ia mendengar langkah kaki yang mulai mendekat kearahnya, hingga sebuah suara membuatnya mengangkat kembali kepalanya itu.
"Belum ada kemajuan, Rin?" Terdengar suara berat dari seorang pria paruh baya yang menyapa Erin.
"Belum." ujar Erin pelan sambil menggelengkan kepalanya.
Hendrik, pria paruh baya itu berjalan kearah jendela ruangan. Berusaha melihat kedalam ruangan tersebut yang terdapat seseorang dengan keadaan yang begitu rapuh.
Air mata pun terlihat menetes walau Hendrik berusaha menahannya. Ia kembali mendekati Erin dan duduk di sampingnya, begitu sendu suasana saat itu.
"Kak Dela, belum ada jenguk?" tanya Hendrik di sela-sela kesunyian.
"Nanyain kabar aja dia tidak pernah." Balas Erin membuat pria di sampingnya itu langsung menatapnya.
Hendrik, ia tak habis pikir dengan kakak dari Erin itu. Sebuah trauma yang membuat seorang yang di cintai pergi selamanya, membuat dia benci dengan siapapun dan keadaan apapun.
"Kadang Erin berpikir! Apa yang membuat kak Dela begitu benci padanya," ucap Erin kembali membuat Hendrik menatapnya.
"Bahkan sudah beberapa tahun kejadian itu berlalu, tapi dia terus saja membencinya," lanjut Erin.
Hendrik sedikit menghela nafasnya. "Abang juga tidak habis pikir, kenapa Dela sampai sebegitu bencinya."
"Kita tidak tau apa yang di pikirannya sekarang. Trauma, masalah, kesedihan cuma dia yang tau alasannya."
Mendengar itu Erin kembali menundukkan kepalanya. "Erin hanya berharap, kakak mau datang kesini."
~~~
Saat ini kedua kalinya Dei kembali datang ke rumah yang begitu mewah. Ia kini sudah berdiri tepat didepan rumah tersebut. Dari dirinya masih berada di rumah hingga sekarang ia begitu penasaran pada cowok itu yang menyuruhnya datang Tiba-tiba, Dei hanya berharap ia tidak harus berurusan terus dengan cowok tersebut.
Dengan sedikit menarik nafasnya dan berusaha untuk tenang, ia pun berjalan menuju pintu rumah itu. Walaupun ia sudah datang sebelumnya, Dei masih merasa begitu kagum melihat kemewahan tersebut.
Setelah memperhatikan seluruhnya. Dei memberanikan diri menekankan bel yang ia lihat, mencoba memanggil penghuni rumah tersebut.
Ting... Tong!
Dei menunggu sebentar saat selesai menekankan bel itu. Karena tidak ada Tanda-tanda pintu rumah tersebut terbuka ia pun mencoba kembali untuk menekan bel nya lagi.
Ting... Tong!
Beberapa saat setelah Dei kembali menekan bel nya. Pintu tersebut pun terbuka perlahan hingga memperlihatkan wanita paruh baya yang sudah bertemu dengannya kemarin.
KAMU SEDANG MEMBACA
D: Deirsh & Depresinya
Novela Juvenil"𝙏𝙪𝙝𝙖𝙣! 𝘼𝙥𝙖𝙠𝙖𝙝 𝙖𝙠𝙪 𝙗𝙞𝙨𝙖 𝙗𝙚𝙧𝙝𝙖𝙧𝙖𝙥 𝙪𝙣𝙩𝙪𝙠 𝙩𝙚𝙧𝙖𝙠𝙝𝙞𝙧 𝙠𝙖𝙡𝙞𝙣𝙮𝙖?" ----- Deirsh Anasyah kebahagiaannya hilang setelah ayah dan pacarnya pergi untuk selamanya. Takdirnya mulai berubah, kebencian dari ibu dan...