Jangan lupa berikan vote and komenmu yaa!
Terimakasih sudah mampir and ....
Happy Reading!
***
Auva benar-benar bersyukur sekali mempunyai teman seperti Tasya dan Nana. Berkat mereka, dia merasa lebih baik sekarang. Mengobrol, makan, belajar, dan jalan-jalan bersama mereka membuat kesedihannya sedikit menghilang.
Sayangnya itu tak bertahan lama.
Tiga hari telah berlalu semenjak kematian ibunya. Auva kira, orang yang bernama Pak Randi---yang mengaku sebagai papanya itu berbohong saat berkata akan datang lagi ke rumahnya. Tapi tidak. Sekarang, dari kejauhan, saat dia pulang sekolah dia kembali melihat batang hidung pria itu. Jangan lupakan bodyguard yang dia bawa.
Auva berjalan mendekat dan dia mendapati Pak Randi sedang mengobrol dengan Bi Diyah.
"Nah, itu dia Nak Auva." Bi Diyah dan Pak Randi yang awalnya duduk berdiri saat melihat kedatangannya.
"Ada urusan apa Anda kemari?" tanya Auva dengan tampang tak suka.
"Nak Auva, jangan kasar sama papa kamu," tegur Bi Diyah yang membuatnya sangat kaget.
"Bi, apa maksud perkataan Bibi? Bibi percaya sama omongan bapak ini kemarin?"
"Iya, bibi percaya." Wanita itu mengangguk dengan sangat yakin. "Mungkin bukti-bukti yang Pak Randi berikan ke kamu belum bisa kamu terima, tapi bibi rasa bisa saja ini benar. Setelah mendengar cerita Pak Randi juga, Bibi jadi semakin yakin kalau kamu itu memang anaknya."
Pak Randi tersenyum penuh arti. "Cobalah untuk mengerti dan menerima semuanya, Auva. Saya yakin kamu bisa."
"Enggak!" Auva berteriak tanpa sadar.
Sesak.
Rasanya dia susah bernapas.
Sungguh, tak pernah sekalipun terpikirkan oleh cewek itu untuk membentak orangtua seperti ini. Karena ibu selalu bilang untuk menghormati orang yang lebih tua entah itu yang kita kenal ataupun tidak.
Tapi mengingat fakta yang Pak Randi katakan membuat emosinya muncul.
"Nak Auva," panggil Bi Diyah dengan lembut sembari mengusap pelan bahunya. "Yang dikatakan Pak Randi itu benar. Mau bagaimanapun kamu nggak bisa hidup sendiri, kamu butuh seseorang dan Pak Randi lah satu-satunya orang itu. Papa kamu."
"Bi, tolong!" bentak Auva lagi. "Semua ini, semua ini benar-benar nggak masuk akal, Bi!"
"Jangan begitu, Nak. Coba dengarkan apa yang Pak Randi katakan, kamu pasti akan bisa mempercayai semuanya. Sama seperti Bibi."
Auva menggeleng tak percaya, meliaht Bi Diyah-- orang satu-satunya yang Auva rasa paling dekat dengannya sekarang malah membela pria tak dikenal ini. Dia menatap penuh luka ke arah wanita itu, lalu beralih dengan Pak Randi yang ada di depannya, juga para pengawal yang berbaju hitam itu. Tatapan kecewa dengan mata berkaca-kaca itu membuat semuanya bingung.
"Nak Auva?" Bi Diyah khawatir.
"Kamu sakit?" Randi maju, untuk memeriksa. Namun saat itu juga, Auva menghentikannya.
"Berhenti disitu!"
"Nak, Pak Randi ini berhak khawatir," ucap Bi Diyah. "Dia ini 'kan papa kam--"
"CUKUP! AKU BILANG CUKUP!"
"BIBI NGGAK DENGER?!"
Auva terduduk dengan keadaan yang sangat mengkhawatirkan. Tangisnya pecah begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Stories
Teen FictionAuva berani sumpah. Walaupun di sebuah gubuk yang kecil dan makanan yang seadanya, tinggal berdua bersama ibunya lebih membahagiakan dibandingkan tinggal di rumah besar dengan anggota keluarga yang bermuka dua. Namun, benar. Apa yang kita inginkan t...