Haiiii all.
Dipaksain buat up, nyambung nggak nyambung, yang penting pd :)
Jan lupa vote and komen!Happy Reading ♡
***
"Wulan," gumamnya, kaget sekali melihat cewek itu ada di sini.
"Whait!" Cewek bernama Wulan itu mempercepat langkahnya sampai Auva berada tepat di hadapannya. Dia memasang ekspresi wajah bingung plus tidak suka. "Ngapain lo di sini?"
Wulan menatap Dina. "Mau apa ni orang, Din?"
"Dia adalah pu ... "
"Oh! Pelayan baru ya?" Wulan menutup mulutnya tak percaya, lalu menggerakkan kepala ke kanan dan kiri. "Nggak salah lagi sih, dari bajunya aja udah keliatan calon-calon pembantu!"
Wulan tersenyum mengejek.
Wajah Dina mulai khawatir. "Tapi, Nona Wulan ... "
"Sutt!" Cewek itu meletakkan jari telunjuknya di bibir. "Jangan ikut campur, atau lo tahu akibatnya."
"Kamu Wulan 'kan?" tanya Auva.
"Oh, jadi lo tahu? Bagus deh." Dia tersenyum angkuh sambil menyilangkan kedua tangannya. "Gue juga pernah liat lo, tapi untuk tahu tentang lo sih rasanya itu nggak penting."
Auva mengangkat bahu acuh. "Saya juga nggak pengen dikenal sama kamu."
Emosi Wulan tersulut. "Apa lo bilang?"
Dina meneguk ludah, tapi Auva dengan wajah santainya menjawab. "Bukan apa-apa."
"Nggak sopan banget ya lo!" Cewek itu meninggikan suaranya.
"Apa bedanya sama kamu? Kamu juga nggak sopan sama Mbak Dina." Auva mengangkat wajahnya, menatap Wulan tanpa rasa takut. Lagipula untuk apa dia takut? Wulan memang bersalah di sini.
"Dia?" Wulan melirik Dina sekejap. "Emangnya dia siapa sampai gue harus sopan?"
"Yang saya lihat, Mbak Dina itu lebih tua dari kamu, juga saya. Saya yakin kamu tahu kalau berbicara sama yang lebih itu harus sopan, kecuali kamu nggak tahu tata krama."
Wulan berdecih. "Lo siapa hm? Apa hak lo bicara gitu sama gue? Lo, ngajarin gue soal sopan santun? Sadar diri dong!"
"Nona Wulan ... "
"Diam!!" Wulan yang kesal mengangkat jari telunjuknya tepat di hadapan wajah Dina. "Lo juga jangan lupa posisi lo di mana, pembantu."
Dina menundukkan kepalanya, membuat Wulan tersenyum penuh kemenangan.
"Dan ya, jangan lupa kita lagi di tangga, lo bisa aja mati kalau jatuh dari sini. Atau paling enggak, tulang lo itu akan patah semua!" ancamnya.
"WULAN!"
Suara yang akhir-akhir ini mengganggu kehidupan Auva terdengar. Ralat, bukan hanya suara, tapi teriakan. Wulan yang namanya disebut menoleh, begitu juga dengan Auva dan Dina.
"TURUN KAMU!"
"Om?" Dia mengernyit bingung. "Kenapa om marah gitu?"
Randi menghela napas, dia berusaha mengendalikan emosi. "Turun, Wulan! Turuti perintah saya!"
"Tapi ... "
"Turun. Kamu dengar 'kan?" Di bawah sana, Randi menatapnya dengan tajam.
"Ck, iya-iya." Wulan mendengus. Sebelum turun dia melayangkan tatapan permusuhannya pada Auva. "Awas lo!"
Dina geleng-geleng kepala melihat itu. "Auva, omongan Nona Wulan jangan ambil hati ya."
"Iya, Mbak."
"Kalau gitu kita lanjut aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Stories
Teen FictionAuva berani sumpah. Walaupun di sebuah gubuk yang kecil dan makanan yang seadanya, tinggal berdua bersama ibunya lebih membahagiakan dibandingkan tinggal di rumah besar dengan anggota keluarga yang bermuka dua. Namun, benar. Apa yang kita inginkan t...