Haiii!
Typo tandain ya, happy reading.***
"Nak, Nak Auva, bangun Nak!"
Cewek yang beberapa menit lalu baru saja salat Isya dan tertidur di atas sajadah itu membuka matanya kaget disaat Bi Diyah dengan wajah panik datang dan membangunkannya.
"Kenapa, Bi?" ujarnya, heran.
"Pak Randi datang."
Hah?
Tiga kata yang cukup membuat otak Auva jadi bertanya-tanya, ada apa sebenarnya. Ada apa dengan Pak Randi? Mengapa dan untuk apa dia datang malam-malam seperti ini?
"Beneran, Bi?"
"Iya bener!" Bi Diyah mengangguk yakin agar Auva percaya. "Bibi nggak paham apa maksud dia, tapi dia mengancam kalau kamu nggak mau ikut dia, dia akan melakukan sesuatu."
Gila! Ini benar-benar tidak bisa dipercaya.
"Bibi tenang dulu, aku bakal keluar dan temuin orang itu!"
Setelah membereskan alat ibadahnya, Auva memakai kerudung dan segera pergi ke luar, ingin tahu apa yang sebenarnya Pak Randi inginkan darinya, malam-malam begini lagi.
Saat sampai di teras, pandangannya kembali bertatap dengan wajah Pak Randi yang sangat sangat menyebalkan. Jangan lupakan senyum liciknya yang muncul kala melihat kedatangan Auva.
"Mana koper kamu?" tanya pria itu yang dibalas kerutan dahi olehnya.
"Koper?" beonya kesal. "Anda jangan bicara omong kosong ya, Pak! Bapak mau apa sih sebenarnya?!"
Pak Randi berdecak kesal pula. "Berapa kali saya harus bilang, kamu itu harus ikut saya! Karena kamu itu adalah darah daging saya yang menjadi tanggung jawab saya sekarang!"
"Saya nggak peduli!"
Pria itu tertawa sekarang. "Dasar anak muda, seringkali tidak memperdulikan hal-hal yang padahal sangat penting sekali."
Auva mendengus. Apalagi ini?
"Kamu tahu bukan? Kalau rumah ini cuma di sewa oleh ibu kamu?" Melihat keterdiaman Auva, dia tersenyum penuh kemenangan. "Mungkin untuk bulan ini sudah dibayar oleh ibu kamu, tapi untuk ke depannya? Bagaimana cara kamu membayarnya?"
Auva masih tak bergeming. Pria ini sepertinya sudah tahu bahwa Auva tidak akan bisa menjawabnya.
"Saya sudah membeli Rumah ini dari pemiliknya."
Sekarang, cewek itu mendongak dengan mata melotot ke arah Pak Randi. Dia menatap tak percaya ke arah pria itu. "Apa Anda nggak punya kerjaan lain, Pak? Kenapa Anda ikut campur urusan hidup saya?!"
"Ya ini pekerjaan saya, meyakinkan kamu agar ikut ke rumah baru."
Auva frustasi.
Sekali lagi, Auva benar-benar frustasi!
Kenapa bisa, setelah kematian Ibu yang merupakan kejadian pahit menimpanya sekarang Auva malah dipertemukan dengan orang seperti Pak Randi? Kalau memang dia papa Auva yang sebenernya, bukan seperti ini seharusnya cara membujuk dirinya. Tidak bisa kah pria ini memakai cara yang lebih lembut? Auva pikir juga, setelah pulang sekolah tadi dia mengamuk Pak Randi tak lagi kembali. Ternyata dia salah, orang ini kembali lagi.
"Pilihan kamu cuma dua Auva, ikut saya atau rumah ini saya hancurkan sekarang juga?"
"Apa?!" Auva tercengang apalagi melihat beberapa orang masuk dan membawa benda-benda yang dia yakin bisa menghancurkan rumah yang dia tinggali dengan ibunya selama ini dengan cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Stories
Teen FictionAuva berani sumpah. Walaupun di sebuah gubuk yang kecil dan makanan yang seadanya, tinggal berdua bersama ibunya lebih membahagiakan dibandingkan tinggal di rumah besar dengan anggota keluarga yang bermuka dua. Namun, benar. Apa yang kita inginkan t...