Haiii! Pasti kangen 'kan :D
Jangan lupa vote and komen ya!
Selamat membaca!!***
Beberapa hari yang lalu ....
Fino melangkah dengan santai di taman sekolah tanpa tahu kemana tujuan selanjutnya. Matanya melirik ke sekitar, sembari bersenandung kecil lalu menatap betapa cerahnya langit hari ini.
Sekedar info, karena merasa mengantuk di pelajaran matematika Fino pun minta ijin ke toilet dengan Bu Guru tadi. Tapi sebenarnya, ya, beginilah. Cuma mau jalan-jalan aja kok, ya walaupun jalan-jalannya cuma di situ-situ aja tapi nggak pa-pa lah. Daripada ketiduran di kelas nanti kena marah terus dihukum.
Lalu apakah berkeliaran seperti anak hilang macam ini Fino tidak dihukum?
Oh jelas dihukum.
Tapi, asal jangan ketemu Bu Jojo aja. Soalnya guru mapel di SMA Purnama itu baik hati dan tidak sombong. Kebanyakan Ibu atau Bapak guru yang mengajar tidak suka menghukum murid secara berlebihan. Ya, paling-paling dikasih tugas. Berdiri di depan kelas. Lalu di jewer telinga.
Tidak seperti Bu Jojo. Wanita itu kalau ketemu murid yang melanggar aturan, selalu saja pikirannya suruh bersih-bersih. Dikit-dikit bersihkan ini bersihkan itu. Kalau enggak, suruh ke lapangan. Lari atau berjemur sambil hormat.
"Ck, nggak jelas banget hidup gue," gerutu Fino lalu duduk di atas rerumputan.
"Mana nggak ada cewek lagi," gerutunya lagi, semakin tidak jelas.
Menghela napas, dia kemudian berdiri lagi. Mungkin, daripada mondar-mandir nggak jelas kayak gini lebih baik nge-gosip sama Jaya. Siapa tahu cowok itu sudah kembali dari rapat. Seandainya cowok itu tidak pergi duluan ke ruang Osis tadi pasti sudah Fino seret dia. Kalau Albi mah jangan ditanya, dia nggak akan mau. Sedangkan Riki? Cowok itu sepertinya sedang mager sekali tadi, daripada Bu Guru juga curiga Fino pergi sendiri saja.
"Yah ... hilang di mana ya?" Terdengar seorang gadis bersuara. Wajahnya cemberut, rambutnya yang sebahu membuat dirinya semakin menggemaskan.
Saat Fino menangkap sosok cewek cantik nan lucu itu, matanya langsung berbinar seolah sedang melihat bidadari. Cowok itu berdecak kagum. "Siapa cewek itu? Mata gue ke mana aja ya sampai nggak lihat dia?"
Sedang di tempatnya, Nana terlihat menghembuskan napas panjang. Sudah lama dia mondar-mandir di taman ini, tapi tak juga mendapatkan benda yang dia cari.
"Hai, lagi cari apa?" Fino tersenyum ramah, matanya menatap bola mata Nana yang melotot karena kaget.
Lucu.
"Eh, a-anu, lagi cari gelang aku. Kayaknya sih jatuh di sekitar sini," ucapnya menjelaskan.
"Oh gitu, mau gue bantu cari nggak?" tawar Fino. "Gue lagi gabut juga nih, biar cepet ketemu gelangnya."
Nana berpikir sejenak, baik sekali cowok ini. Perlahan, cewek itu mengangguk-anggukkan kepalanya. "Boleh, kalau kamu mau."
"Aduh, santai aja kali." Fino tertawa, memperlihatkan deretan gigi putihnya yang tersusun rapi. "Pake lo-gue aja ngomongnya, nggak apa-apa kok. Lo juga kelas 12 'kan?"
"Hm, iya."
"Nah, kalau gitu nggak usah sungkan sama gue." Cowok itu kembali terkekeh.
"Ah bisa aja." Nana memalingkan wajahnya karena malu. Padahal 'kan dia kesini mau cari sesuatu, tapi malah mengobrol begini.
"Oh iya, gue Fino." Tangannya terulur ke arah Nana, pelan tapi pasti cewek itu pun mengangkat tangannya dan mereka berdua bersalaman.
"Nana." jawabnya sambil tersenyum canggung. "Sebenarnya gue udah tau sedikit tentang lo kok, lo temennya Riki 'kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Stories
Teen FictionAuva berani sumpah. Walaupun di sebuah gubuk yang kecil dan makanan yang seadanya, tinggal berdua bersama ibunya lebih membahagiakan dibandingkan tinggal di rumah besar dengan anggota keluarga yang bermuka dua. Namun, benar. Apa yang kita inginkan t...