Janlup votment-nyaaa.
Happy Reading 🌻***
Auva membereskan alat tulisnya dan memasukkan buku-buku yang ada di atas meja ke dalam tas. Kimia menjadi mata pelajaran terakhir kali ini. Setelah bel pulang berbunyi semua murid langsung keluar dari kelas. Beberapa diantaranya duduk di halte menunggu jemputan ada juga yang santai-santai di parkiran sembari memeriksa handphonenya.
"Guys! Gue duluan ya, ada acara di rumah!" ucap Tasya yang setelah itu tanpa menunggu jawaban dari teman-temannya langsung berlari ke luar kelas.
"Va, mau bareng?"
Auva mendongak, dia mendapati Nana sedang tersenyum dengan tas pink lucu di punggungnya.
"Duluan aja, gue ada yang mau diurus."
"Oh, oke!" jawabnya dengan suara yang mirip anak kecil, gemes banget!
Sekarang, tinggal lah Auva sendiri di dalam kelas. Buku-buku dan yang lainnya sudah termasuk ke dalam tas namun cewek itu tak berniat pergi juga. Entah kenapa, malas sekali pulang ke rumah. Mungkin karena sekarang dia tidak lagi tinggal bersama Ibu. Wanita itu tidak akan lagi menyambutnya, mendekapnya dengan cinta. Sehingga menjadikan tempat sebagai istirahat itu hampa dan tak nyaman bagi Auva.
Cewek itu menatap ke luar jendela, koridor terlihat ramai sekali karena waktu pulang memang belum lama berlalu. Auva merebahkan kepalanya di atas lipatan tangan dan perlahan memejamkan mata. Lalu, terlihat wajah Ibu yang sedang tersenyum saat memasak atau wajah cemberut saat dia marah dan juga kehangatan yang terpancar saat dia berdiri di depan pintu menunggu kedatangannya.
Auva merindukannya.
Auva merindukan Ibu.
Maaf jika Ahva egois. Maaf jika dia tidak bisa menerima apa yang Tuhan Takdirkan. Tapi Auva hanya manusia biasa, dia belum bisa dan benar-benar tidak bisa kehilangan Ibu. Ibu adalah jiwanya, Ibu adalah Ibu sekaligus ayah baginya, pahlawannya dan segala-galanya dalam hidup ini.
Tok tok!
Suara ketukan pintu itu membuat Auva tersadar dari lamunannya. Ditatapnya ke arah pintu dan di sana berdiri seorang cowok berseragam sama dengan dirinya.
"Ya?"
"Kenapa belum pulang?"
"Kenapa memangnya?" Auva mengernyit.
"Bukan apa-apa." Riki menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Nama lo siapa?"
"Ada urusan?"
"Enggak ada sih, tapi ... boleh kenalan?" tanya Riki dengan hati-hati.
"Maksud kamu apa?" Auva berujar dengan tegas. "Kalau tidak ada yang penting mending kamu keluar, saya nggak mau ada salah paham."
Mengingat bahwa sekarang hanya ada dia sendiri di kelas Auva pun berjaga-jaga dan harus segera mengusir cowok yang entah apa niatnya ini
"Gue nggak ada niat buruk," ucap Riki seakan bisa membaca pikirannya. "Gue cuma mau minta maaf atas perbuatan Sinta pagi tadi."
Sinta? Itu cewek yang menampar Auva pagi tadi. Tapi cowok ini siapa?
"Kenapa kamu yang minta maaf?"
"Karena gue, ya, gimana ya." Cowok itu terkekeh. "Malu sih ngakuinnya tapi gue akan jujur. Sinta itu sebenarnya sepupu gue dan gue rasa gue bertanggung jawab untuk minta maaf ke lo atas kesalahan yang dia buat."
"Atau!" Dia kembali berbicara. "Kalau lo mau penjarain dia penjarain aja. Gue ikhlas, kok. Lagian dia emang udah gila sih," ucapnya makin tidak jelas menurut Auva.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Stories
Teen FictionAuva berani sumpah. Walaupun di sebuah gubuk yang kecil dan makanan yang seadanya, tinggal berdua bersama ibunya lebih membahagiakan dibandingkan tinggal di rumah besar dengan anggota keluarga yang bermuka dua. Namun, benar. Apa yang kita inginkan t...