Jangan lupa tinggalkan jejak.
Mohon kritik dan sarannya juga.HAPPY READING!
***
Seperti biasa, Auva datang ke sekolah jam tujuh lewat lima belas. Kini dia berjalan di koridor sekolah yang sudah lumayan ramai dengan anak-anak yang mengobrol. Kalau di luar kelas, sudah dapat dipastikan bahwa mereka sedang melihat anak-anak cowo yang saat ini sedang latihan paskibra. Auva rasa jika dia ingin pun, melakukan hal-hal tidak bermanfaat seperti memandangi para cowok itu jelas tidak bisa dia lakukan karena kepalanya yang selalu memaksanya untuk terus berpikir. Ini semua terjadi semenjak dia tinggal di rumah mewah itu.
Sebenarnya Auva memang salah. Seharusnya, dia cari kerja saja dan tidak tinggal bersama Pak Randi yang tidak bertanggung jawab itu. Dia bilang dia adalah Papa Auva yang sebenarnya. Tetapi nyatanya? Setelah membawa dirinya ke rumah itu, pria itu bahkan tidak pernah memeriksa keadaannya sekalipun. Apakah ada yang tidak suka padanya, ada yang menyakitinya, dan hal-hal lain yang menunjukkan bahwa dia memang seorang ayah yang baik. Tapi tidak, dia lebih memilih untuk sibuk dengan bisnis, tamu-tamunya dan urusan pribadinya yang lain dibandingkan capek-capek memikirkan Auva. Gadis berkerudung itu bahkan sampai ragu apakah dirinya ini benar-benar anak Pak Randi atau bukan.
Auva bahkan jadi memikirkan hal-hal buruk. Sebenarnya dia dibawa ke rumah besar itu karena dia memang anggota keluarga atau apa? Apa jangan-jangan karena Pak Randi adalah orang yang terkenal di kota ini dan takut fakta bahwa Auva adalah putri kandungnya yang sudah lama dibuang diketahui oleh orang lain? Saingan bisnisnya? Menurut Auva itu sungguh keterlaluan. Kata-kata menusuk Wulan, sepupu yang sepertinya sangat membenci dirinya itu juga tak kalah mengganggu sehingga kepala Auva menjadi sakit rasanya.
Ya Tuhan, tolonglah Auva.
Bruk!
Nah, kan, akibat melamun Auva akhirnya jadi tidak fokus dan menabrak seseorang.
"Maaf, maafin gue," ucap Auva tanpa melihat lawan bicaranya. Cewek itu memilih berjongkok untuk mengambil buku kamusnya yang terjatuh terlebih dahulu.
"Nggak dimaafin."
Mendengar jawaban tersebut, Auva lantas mendongak menatap siapa sebenarnya orang yang suaranya terasa familiar ini.
"Ternyata kamu." Auva menghela napas lelah kala mendapati sosok Riki yang sangat menyebalkan.
"Iya, ini gue, yang paling ganteng di SMA ini." Riki tersenyum bangga sambil melipat tangannya di depan dada.
"Gantengan juga Pak Wawan!" ejek cewek itu.
"Wah selera lo ternyata yang om-om?" Riki mengejeknya balik dan tertawa.
Auva mendengus kesal kemudian melanjutkan langkahnya menuju kelas, berbicara dengan Riki hanya akan membuang waktu saja.
Tetapi, cowok itu ternyata masih saja mengikutinya.
"Lo ke mana tadi malam?" Riki memulai obrolan, sembari menyeimbangi langkah Auva yang entah itu hanya perasaan Riki saja atau memang cewek itu sengaja berjalan dengan cepat.
"Nggak ada."
"Kenapa enggak ikut makan malam?"
"Mejanya nggak muat."
"Badan lo nggak segede itu sampai meja makan mewah kalian nggak bisa nampung!" protes Riki.
Auva menghentikan langkahnya dan menatap Riki dengan kesal. "Memang apa urusannya sama kamu? Dan kenapa dari tadi kamu ngikutin saya?"
"Lo ini ... " Riki terkekeh pelan. "Ingat, lo itu masih SMA kenapa ngomongnya kayak orang dewasa? Heran deh gue."
"Terserah saya lah." Auva memalingkan wajahnya sebal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Stories
Teen FictionAuva berani sumpah. Walaupun di sebuah gubuk yang kecil dan makanan yang seadanya, tinggal berdua bersama ibunya lebih membahagiakan dibandingkan tinggal di rumah besar dengan anggota keluarga yang bermuka dua. Namun, benar. Apa yang kita inginkan t...