Thanks for stopping by my story. Don't forget to vote and comment! Suggestion and criticism will mean a lot to me.
[Ngerasa keren banget, meski pake translet]
[Awokawok]Happy Reading 🌻
***
Arez memang manusia yang ter-menyebalkan di dunia. Ya, itulah faktanya.
Mengapa tidak?
Karena Auva rasa tidak mungkin cowok itu lupa bahwa dia tinggal di kediaman Zahransyah yang benar-benar sangat luas itu. Dia tidak mungkin lupa, kalau setelah melewati pagar rumah yang menjulang tinggi, masih ada jalan yang sedikit jauh yang harus ditempuh untuk dapat sampai ke rumah besar nan mewah itu. Sekali lagi Auva tegaskan, MUSTAHIL DIA LUPA.
Namun beberapa menit yang lalu, cowok itu sengaja menurunkan Auva di depan pagar kemudian meninggalkannya begitu saja dengan alasan ada urusan yang mendesak. Tidakkah dia memikirkan bagaimana keadaan Auva?
Tetapi, dengan otak yang mampu untuk positif thinking ini, Auva tidak akan banyak mengeluh. Dia hanya menghela napas sekali dan berpikir Arez memang harus pergi sebab suatu hal yang penting.
Karena itu, di sini lah Auva berada sekarang. Dapur. Setelah begitu lelah berjalan kaki dari depan gerbang lalu melewati air mancur besar di depan rumah keluarga Zahransyah, Auva langsung merasa haus plus kakinya pun pegal sekarang. Begitu di depan kulkas cewek itu pun langsung mengambil botol minum besar dari dalam sana dan menuangkannya ke dalam cangkir.
Perlahan tapi pasti, Auva mulai meneguk air yang begitu menyegarkan dahaganya. Sebelum akhirnya seseorang mengganggu aktivitas itu.
"Enak banget ya, si nggak tahu diri ini!" Wulan tiba-tiba saja datang dan mengambil cangkir yang ada di tangannya.
"Uhuk!" Auva berjongkok, berusaha meredakan gatal di kerongkongannya yang disebabkan oleh Wulan.
"Eh, sorry ya, sorry," ucap Wulan seolah-olah yang dilakukannya barusan adalah ketidaksengajaan.
Sedangkan di tempatnya Auva masih terbatuk sesekali menyapu air matanya yang keluar sebab batuk terlalu banyak. Ketika Auva melihat ke arah Wulan, cewek itu menyodorkan kembali cangkir milik Auva yang sebelumnya dia rebut. Dia berlaku seakan orang yang menyesal sekarang.
"Makasih," ucap Auva yang memilih berdiri dan pergi dari sana.
"Eh, eh, tunggu!"
Wulan menghentikannya.
"Mau kemana, hm?" Cewek itu kini berdiri di hadapan Auva dengan lagak congkak.
"Ke kamar."
"Oh, ya?" tanyanya mengejek. "Gue tau lo takut sama gue."
"Buat apa takut?" Auva mengerutkan keningnya.
"Owh, jadi lo nggak takut ya?" tantangnya.
Cewek dengan kerudung itu tersenyum. "Seseorang takut karena dia melakukan kesalahan, Wulan. Sedangkan gue nggak merasa punya salah sama sekali sama lo."
"Nggak punya salah?" Wulan berdecak kesal. "Sok polos banget, sih, lo."
Mendengar kalimat Wulan membuat Auva semakin yakin bahwa cewek itu menahannya di sini hanya untuk omong kosong saja. Auva hanya akan buang-buang waktu jika terus meladeni Wulan.
"Maaf, Wulan. Kalau lo berbaik hati ngasih tahu apa kesalahan gue sama lo, gue akan sangat berterimakasih. Tapi kalau nggak, gue permisi."
Auva melangkahkan kakinya. Namun, baru selangkah Wulan lagi-lagi menghentikan dirinya. Bahkan tak tanggung-tanggung, cewek itu mendorong Auva dengan kencang sampai dia terhuyung ke belakang. Syukurlah Auva bisa menjaga keseimbangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Stories
Teen FictionAuva berani sumpah. Walaupun di sebuah gubuk yang kecil dan makanan yang seadanya, tinggal berdua bersama ibunya lebih membahagiakan dibandingkan tinggal di rumah besar dengan anggota keluarga yang bermuka dua. Namun, benar. Apa yang kita inginkan t...