Ternyata Bukan Dia

51 25 134
                                    

Terimakasih telah menyempatkan waktunya untuk mampir♡

Happy Reading 🌻

***

Malam ini adalah malam yang begitu menyebalkan bagi Riki. Bagaimana tidak? Jika saja Mirza tidak memaksa Riki untuk ikut menemui keluarga perempuan yang katanya dijodohkan dengannya itu, maka cowok itu pasti sudah pergi bersama teman-temannya.

Dan di sinilah dia berada. Duduk di dalam mobil memakai jas biru malam dengan dalaman putih. Itu adalah pilihan Mamanya. Dan Mirza, pria yang merupakan ayah dari Riki itu menata rambutnya dengan gaya rambut belah samping. Dahi yang biasanya tertutup oleh rambut sekarang terpampang jelas. Seketika Riki merasa seperti bapak-bapak.

"Bentar lagi kita sampai, perbaiki wajah kamu yang murung itu," sindir Mirza saat melihat Riki yang begitu malas di kursi paling belakang.

"Hm."

"Ayo, dong, Riki!" seru Mama, wanita itu menatapnya dengan semangat. "Ayo senyum!"

"Iya, Ma, iya." Karena tidak mau jadi anak durhaka akhirnya Riki pun menampilkan senyum terbaiknya dan terlihat seperti orang yang paling bahagia di dunia ini. Ya, meskipun tidak seperti itu adanya.

"Gitu, dong!" Mama terkekeh diikuti oleh Riki yang geleng-geleng kepala. "Lagian kalau kamu nggak suka orangnya, nggak dipaksa kok," ujar Mama berniat menghibur anaknya, namun akibat kalimatnya barusan dia mendapat tatapan super galak dari suaminya. Mama hanya bisa menghela napas melihat wajah Mirza yang kelihatannya begitu kesal itu.

"Maksud kamu apa dengan berkata begitu?" tanya pria itu pada istrinya. "Mau memanjakan anakmu itu?"

"Bukan, Pa ... tapi Riki itu punya hak atas masa depan dia. Apalagi soal wanita yang akan jadi pasangan hidupnya. Dia berhak menentukan pilihannya sendiri. Tugas kita sebagai orangtua hanya mendukung dia jikalau pilihannya itu benar dan ngasih tahu dia seandainya pilihan dia itu salah."

"Mama bener, kan, Pa?"

Mirza kembali menoleh, menatap wanita yang kini tersenyum hangat itu.

"Kalau menurutmu benar, itu pasti benar."

Mendengar jawaban dari suaminya, Mama tersenyum lebar. Dia melirik Riki, putranya itu mengacungkan jempolnya mengatakan bahwa mamanya adalah yang terhebat di dunia ini. Ya, bagaimana tidak? Api yang membara pun mampu dia padamkan hanya dengan sebuah senyuman. Contohnya Mirza, papanya.

Tak berselang lama, mobil yang ditumpangi oleh Riki dan orangtuanya memasuki halaman rumah yang begitu luas. Bahkan, harus melewati sebuah air mancur untuk sampai ke kediaman yang menjadi tujuan mereka saat ini. Sangat mewah sekali.

Apakah ini alasan papanya menjodohkan dirinya? Karena keluarga perempuan itu adalah keluarga kaya raya?

Ck, kalau iya maka itu sangat keterlaluan.

"Ayo, Riki," ucap Mama memintanya untuk segera turun. "Jangan lupa bawa bingkisannya."

Cowok itu mengangguk. Setelah membawa apa yang mamanya suruh dia turun sembari memeriksa handphonenya yang beberapa kali bergetar.

"Dasar nggak jelas," kekehnya kala membaca pesan dari Fino yang otaknya agak miring itu.

Riki terus melangkahkan kakinya menaiki beberapa anak tangga sampai akhirnya dia sampai di teras rumah yang begitu besar ini. Terlihat kedua orangtuanya tengah berbicara dengan seseorang dan seseorang itu terlihat tidak asing.

Ya, cewek itu adalah orang yang ditampar oleh Sinta tempo hari. Auva.

Tetapi, yang menjadi pertanyaan adalah ...

Between StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang