Haii! Ketemu lagi sama aku yang kadang begini dan kadang begitu.
Makasih yang mau baca, semoga rejekinya lancar! Jangan lupa tinggalkan jejak.Happy Reading 🌻
***
Auva berdiri kikuk di samping Pak Randi menghadap ke arah orang-orang yang kini sedang duduk di meja makan. Wajah-wajah asing itu menunjukkan ekspresi yang bermacam-macam, Auva tak bisa mengartikannya secara jelas. Karena yang otaknya katakan hanyalah pikiran-pikiran buruk sekarang. Dia tidak akan diterima, orang-orang akan bereaksi buruk, banyak yang tidak suka padanya dan lainnya. Harusnya dia tidak boleh begini.
Andai, andai ada Ibu. Sebentar saja, Auva menatap wajah Ibu maka semuanya akan terasa aman terkendali. Namun sekarang malaikat cantiknya itu telah pergi.
"Apa dia anak yang kau bicarakan waktu itu?" Seorang wanita paruh baya dengan kacamata itu bertanya jutek.
"Ya, Mama benar." Randi mengangguk.
"Memangnya siapa dia?" tanya seorang tante-tante dengan tatapan sinisnya.
Randi menghela napas.
"Dia putriku, putriku bersama Nisa," jawabnya pada Dinda, saudara perempuannya. Mendengar jawaban darinya mata semua orang melebar sempurna karena kaget.
Arez tiba-tiba berdiri dari duduknya. "Apa-apaan ini?" marahnya. "Anda hianatin mama saya?"
"Arez!" tegur seorang wanita dengan berbisik. "Duduk nggak kamu?" ancamnya yang saat itu juga langsung dituruti oleh sang anak.
Randi terkekeh.
"Tenang, Arez. Saya nggak pernah mengkhianati siapapun. Orang-orang lah yang selama ini mengkhianati saya." Randi tersenyum kecut. Ingatannya seketika mengingat kembali almarhumah Nisa yang merupakan Ibu dari Auva, wanita yang begitu dia cintai. Wanita yang menghilang entah kemana dulu dan jujur saja Randi begitu menyesal karena saat menemukan tempat tinggalnya dia ternyata telah meninggal dunia. Melihat Auva yang hidup sederhana selama ini sedangkan dia punya segalanya itu juga membuat Randi merasa tidak pantas menjadi papanya.
"Sudahlah, lupakan saja." Randi menatap semua orang dengan senyum khasnya lalu kembali berkata. "Intinya, semoga tidak ada dari kalian yang keberatan Auva tinggal di sini karena sudah sewajarnya dia mendapatkan haknya untuk tinggal di sini. Dia adalah satu-satunya putri kandungku. Dan sepertinya itu cukup untuk membuat kalian mengerti bahwa tidak ada yang boleh bersikap tidak sopan pada Auva di rumah ini." Randi menatap satu persatu anggota keluarganya kecuali wanita yang melahirkannya itu.
"Tapi, Om--"
"Dan saya nggak terima bantahan apapun dari kalian. Termasuk kamu, Wulan."
Cewek bernama Wulan itu langsung menutup mulutnya rapat-rapat karena tatapan dari Omnya yang sangat tajam.
Randi lalu menoleh pada Auva yang berdiri di belakangnya. "Sekarang kamu duduk saja dekat Wulan."
"Apaan sih, masih banyak kursi lain kok!" kesal Wulan yang menarik atensi semua orang. Awalnya dia menekuk wajahnya, namun saat melihat ekspresi wajah omnya juga mamanya yang menolak kekesalannya akhirnya Wulan menghela napas dan menengok ke arah Auva dengan malas. "Maaf deh maaf, cepet duduk, lamban banget jadi orang."
"Iya," jawabnya lalu melangkah untuk duduk di kursi itu, kursi yang bersebelahan dengan Wulan dan ... berseberangan dengan cowok itu, Arez. Tatapannya tak kalah sinis dari Wulan.
"Baik, saya akan perkenalkan satu persatu anggota keluarga ini sama kamu Auva," ucap Randi dengan begitu semangat yang entah kenapa belum pernah Auva lihat dari pertama kali bertemu dengannya. Biasanya, pria ini selalu terlihat datar dan tersenyum disaat-saat yang dibutuhkan saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Stories
Teen FictionAuva berani sumpah. Walaupun di sebuah gubuk yang kecil dan makanan yang seadanya, tinggal berdua bersama ibunya lebih membahagiakan dibandingkan tinggal di rumah besar dengan anggota keluarga yang bermuka dua. Namun, benar. Apa yang kita inginkan t...