Orang Asing

23 17 3
                                    

Vote and komen.
Jangan lupa ya, hehe.
Selamat Membaca!
Mksh dah mampir, orang baik ;)

***

Hari-hari akan terus berlanjut. Ingin sedih berlarut, tapi Auva tahu itu semua tidak ada gunanya. Dia punya masa depan, dia punya teman, dia juga masih sekolah. Dia harus semangat untuk menjadi orang sukses seperti yang selalu ibu katakan.

Selama ini, tujuan Auva hanyalah satu. Membahagiakan ibunya, seperti ibunya yang berkerja keras untuknya. Sendirian. Tidak ada ayah atau keluarga yang lain. Ibu sendiri mengurusnya dari kecil.

Ibu harus bekerja siang dan malam. Seringkali dulu Auva dititipkan kepada tetangga, yaitu Bi Diyah. Ujian hidupnya begitu berat, belum lagi cibiran tak berdasar dari orang-orang. Yang selalu bertanya-tanya, kemana suamimu? Siapa ayah dari anakmu itu? Kenapa tidak menikah lagi? Darimana kau dapat uang?

Sungguh, sampai saat ini pun Auva masih ingat. Ketika dia masih kecil dulu, dia melihat ibu sedang menangis sendirian di kamar setelah datang dari warung. Alasannya tak lain adalah karena beberapa orang mencibirnya. Itu berlanjut sampai Auva beranjak dewasa. Bukan hanya kepada ibu saja, orang-orang mulai melakukan hal itu kepadanya.

Auva seringkali bilang bahwa, ayahnya sudah meninggal bahkan  saat dia masih berada di dalam kandungan. Namun entah mengapa masih ada saja orang-orang yang menanyakan hal itu seolah-olah tak percaya dengan jawaban Auva sebelumnya.

Namun kata ibu, memikirkan perkataan orang tidak akan ada habisnya. Lebih baik tutup telinga kita dan terus maju.

Dan saat ini pun Auva ingin begitu, terus maju dan melupakan semuanya yang terjadi. Tak perduli perkataan orang lain. Namun entah kenapa, tetap saja, rasa sakit itu masih ada di hati Auva. Apalagi saat mendengar beberapa orang bilang, dialah penyebab ibu meninggal, ibu terlalu capek karena mengurusnya.

Kenapa mereka tega sekali?

Kepergian ibunya yang tiba-tiba ini sudah membuat hidupnya hampa, tak ada rasa bahagia. Semuanya seakan tak ada gunanya. Tapi bukan menghibur, mereka, orang-orang tak ada kerjaan itu terus mengatakan hal-hal yang membuat Auva semakin sakit.

Untunglah ada Bi Diyah. Semenjak kemarin, setelah pemakaman ibu selesai, Auva lebih banyak melamun. Tapi Bi Diyah senantiasa menegur dirinya, mengingatkannya salat, makan dan istirahat. Dia dengan senang hati pula menemani Auva di rumah beberapa hari ke depan.

Kini jam menunjukkan jam setengah empat dan sejujurnya cewek itu baru tertidur di jam dua. Sungguh, auva benar-benar tak bisa tidur dengan tenang.

Selalu saja ada pertanyaan yang muncul dibenaknya ini, kenapa ibu menyembunyikan penyakitnya? Dan bagaimana bisa dirinya tidak tau? auva meruntuki dirinya sendiri yang sangat tidak peka dan gagal memahami ibunya sendiri. memahami apa yang dirasakan wanita itu, apa masalahnya, bagaimana sebenarnya perasaannya, apakah dia bahagia, sedih, atau mungkin lelah.

Kenapa? kenapa Auva bisa tidak tau?

''Nak, udah bangun?'' Itu suara Bi Diyah, dia mengetuk pintu kamar Auva. Cewek itu membuka pintu kamarnya.

Ceklek.

Auva tersenyum. ''Udah kok, Bi.''

Wanita itu ikut tersenyum. Dia senang Auva masih bisa tersenyum walaupun sebenarnya, dari kantung mata cewek itu menunjukkan semuanya. Bi Diyah yakin anak ini kurang tidur.

"Hari ini kamu sekolah?" tanya wanita itu.

Auva berpikir. Untung saja Bi Diyah bilang, kalau tidak dia pasti lupa kalau dia harus sekolah. Dari pulang sekolah kemarin bahkan Auva tidak memegang handphone. Dia belum mengabari teman-temannya.

Between StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang