REVANO | 14. Apa kamu menyukaiku?

13K 275 26
                                    

Welcome para pembaca REVANO
SELAMAT MEMBACA

Shoot

Revano menghela nafas pasrah, jika sudah bermain basket dengan ayahnya dirinya tak akan menang bahkan tak pernah menang selama ini.

Kevin, bahkan di usianya yang sudah menginjak 50 tahun pria itu masih terlihat sehat dan bugar, hari ini sepulang sekolah ia memutuskan untuk pulang ke rumah. Karena sang mamah mengajaknya untuk makan malam bersama.

"Kenapa cara mainmu sangat lemah?" tanya sang Ayah, sembari mendudukan diri di gazebo. Tak mendapat jawaban dari Revano, Bian sang ayah bertanya kembali dengan beda pertanyaan.

"Bagaimana kabar Alena?"Revano yang sedang mendribel bola oranye itu terhenti, gadis keturunan Korea yang sangat menyukainya, padahal mereka hanya bertemu sekali dan itu saat ia dan keluarganya berlibur kesana. Gadis bernama Alena itu tak jauh berbeda dengan Evelin yang mengejar-ngejar dirinya. Bedanya, Alena lakukan dengan melalui jejaring sosial. Seperti menspam chat or call.

Dan itu sangat mengganggu untuk Revano.

"Aku tidak tahu."

"Kamu masih menyukai Vio?"

Revano terdiam dengan tubuh yang masih membelakangi ayahnya. Pertanyaan itu memang mudah untuk diketahui, tapi ada sesuatu yang membuat Revano sulit untuk mengatakannya.

Kevin bangkit dari duduknya, lalu menghampiri sang anak dan menepuk bahunya.

"Ayah tidak penasaran tentang perasaanmu mengenai Vio, tapi yang ayah ingin tau adalah mengenai gadis yang tinggal di apartemenmu, Evelin. Siapa dia?"

Sedikit terkejut mendengar ayahnya berkata demikian, tapi Revano tahu jika ayahnya tahu semua yang dia lakukan di luar sana, sekalipun saat ini Revano tak serumah.

***

Evelin keluar dari kamarnya dengan masih setengah sadar, lantaran ia baru saja bangun. Rambut yang masih terlihat acak-acakan, mata yang masih setengah melek. Perempuan itu berjalan menuju suara yang menjadi perhatiannya.

Evelin tersenyum melihat punggung seorang pria dengan bahu yang terlihat kokoh, Revano sepertinya sedang memasak sesuatu di dapur. Evelin berjalan mendekat, tepat di belakang pria itu tangannya melingkar di pinggang.

Revano di buat terkejut saat sepasang tangan melingkar di pinggangnya.

"Lepas."

"Engga, aku cuma mau peluk aja kok. Kamu lanjutin aja masaknya."

"Evelin lepas__"

"Tubuh kamu harum, aku suka." Kata Evelin dengan suara serak, Revano semakin tak fokus dalam memasak, hingga akhirnya ia mematikan kompor hendak melepaskan tangan Evelin di pinggangnya, tapi suara parau Evelin menghentikannya.

"Jangan dilepas, aku cuma butuh pelukan." Suara itu terdengar seperti orang yang sedang putus asa. Membuat Revano yang mendengarnya ikut merasakan sakit. Ia akhirnya membiarkannya. Lalu kembali melanjutkan masaknya meskipun sedikit kesulitan, tapi akhirnya Revano menyelesaikan masakannya.

"Sarapan dulu," kata Revano, berharap Evelin melepaskan pelukannya sehingga ia bisa menyiapkan sarapan mereka di atas piring.

Selang 5 dekit Evelin akhirnya menjauhkan diri lalu duduk di salah satu kursi, dengan gerakan tubuh yang tak ada semangat-semangatnya. Masalah hidupnya begitu menguras dirinya, yang tidak hanya menguras batin namun juga fisik.

Revano menuangkan nasi goreng buatannya di atas piring, kemudian menaruhnya di atas meja tepat di depan Evelin. Revano ikut duduk di kursi lain di samping Evelin, cowok itu siap menyantap sarapannya. Tapi melihat Evelim yang hanya menatap makanannya membuat Revano bingung.

"Lo gak suka?" Tanya Revano, Evelin menggeleng.

"Aku hanya terharu kamu memaksakan sarapan untukku."

Revano hanya diam seraya menyantap sarapannya. Evelin masih menatapnya dengan senyuman tersipu.

"Aku harap bisa terus sama kamu." Ucap Evelin.

"Sudah dapat tempat tinggal?" Tanya Revano.

Evelin mengangguk dengan bahu turun, memberikan ekspresi sedih.

"Sebenarnya aku masih ingin tinggal di sini, tapi takut merepotkanmu."

Evelin menghela nafas.

"Waktuku tidak banyak, boleh aku bertanya sesuatu?" Revano mendongak menatap Evelin seraya mengunyah nasi gorengnya di mulut.

"Sedikit saja, sedikit. Apa ada sedikit rasa kamu buat aku?"

Revano menaikkan alisnya bingung.

"Aku tau ini terlalu singkat, kita bahkan baru kenal. Tapi aku hanya ingin tau jawabanmu."

Revano hanya diam tak ada ekspresi berlebihan yang ia tampilkan, hanya ekspresi datar dengan wajah tenang.

"No."

Singkat, padat dan jelas. Jawaban yang diberikan Revano membuat Evelin menatapnya sedih, hatinya seolah tersayat. Tapi ia kemudian tersenyum, lebih tepatnya tidak ingin terlihat lemah di depan orang yang disukainya.

Menegaskan diri!

"Oke, thank you Revano."

Revano kembali melanjutkan sarapannya. Evelin memandang Revano dengan tatapan sedih, mungkin moment saat ini akan menjadi moment terakhirnya bersama seorang Revano, ia harus bisa memanfaatkan waktu dengan baik.

"Lo nangis?" Evelin tersadar dari lamunannya, ia kemudian merapa pipinya yang sudah basah. Betapa memalukannya saat ini.

"Kelilipan."

Revano bangkit dari duduknya lalu menaruh piring bekas sarapannya di tempat pencucian piring, ia meneguk segelas air putih, lalu berbalik hendak menuju kamar namun seketika ia terkejut melihat Evelin sudah berdiri di dekatnya.

"Ada apa lagi?"

Serangan mendadak dari Evelin membuat otak Revano tak bisa bekerja dengan baik, tubuhnya membeku kala Evelin mendaratkan ciuman di bibirnya.

Evelin mengalungkan tangannya di leher pria itu lalu sedikit menjauhkan wajahnya, seraya berucap "i wan't you."

Revano yang melihat wajah Evelin merona dengan mata yang diliputi gairah membuatnya tak bisa berpikir jernih, selain membalas segala tindakannya.

Ini akan menjadi kedua kalinya mereka melakukannya.

REVANO (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang