REVANO | 26. Will you marry me?

817 24 0
                                    


Setelah mengantarkan Amelia pulang, Revano melanjutkan perjalannya untuk pulang. Semakin lama ia sampai apartement semakin tak tenang perasaan dan pikirannya.

Dengan perasaan berdebar ia memasukan kata sandi apartemennya, saat pintu itu terbuka Revano perlahan masuk lalu menutupnya kembali pintu dengan pelan.

Di tangan kirinya ada bunga mawar yang ia beli saat perjalanan tadi dan sebuah kado istimewa yang sudah ia siapkan.

Ia berjalan menuju kamarnya, namun melihat meja makan yang terlihat sudah bersih membuat Revano bertanya-tanya, dimana balon-balon yang ia lihat tadi?

Meskipun sedikit panik Revano tetap melanjutkan langkahnya menuju kamar, bersamaan dengannya yang masuk, Evelin terlihat baru keluar dari kamar mandi dengan hoodie yang sama.

Evelin hanya diam menatap Revano yang semakin mendekat. "Kamu sakit?" Tanya Revano begitu melihat Evelin yang terlihat pucat.

Evelin menggeleng. "Aku cuma belum makan aja, mangkannya mual jadi magh ku kambuh."

Revano mendekap tubuh Evelin dengan rasa khawatir, ia mengecup lembut kepalanya.

"Maaf, aku melupakan hari ulang tahunmu." Evelin menggeleng seraya membalas pelukan Revano.

"Aku ingin merayakannya bareng kamu tapi aku rasa waktunya engga pas, maaf aku menolak bertemu sahabatmu tadi."

"Sudah minum obat?" Tanya Revano, Bukannya menjawab, Evelin justru fokus dengan mawar yang di pegang Revano.

"Kamu beli mawar buat aku?"

"Buat siapa lagi kalau bukan buat kamu."

"Siapa tau buat sahabat kamu." Katanya menyindir.

"Sini duduk." Revano membawa Evelin untuk duduk di tepi kasur, saling berhadapan Revano menaruh buket bunganya di sampingnya lalu fokus menatap Evelin.

"Habis ini kita ke rumah sakit." Ucap Revano. Evelin hanya mengerucutkan bibirnya lalu bangkit berdiri dan mendudukan dirinya di atas paha Revano arah menyamping, tangannya ia kalungkan di leher kekasihnya tersebut seraya menyandarkan kepalanya di bahu.

Rasanya lelahnya terasa mulai menghilang "Aku gak papa." Katanya.

"Aku khawatir." Evelin tak bisa menahan senyum bahagianya mendengar Revano mengkhawatirkannya.

"Tumben, biasanya juga kamu cuek sama aku." Sindirnya lagi. Revano menghela nafas seraya mengangkat kepala Evelin untuk menatapnya.

"Maaf, aku hanya bingung harus memulainya dari mana." Evelin diam menunggu Revano melanjutkan. "Aku sayang kamu Vio, rasa itu masih sama, never change."

Entah harus berekspresi bagaimana, Evelin merasa tak percaya.

"Kamu gak tau betapa tersiksa nya aku selama ini nyari kamu, bertemu kamu kembali membuat aku sadar. Aku engga mau kehilangan kamu untuk kedua kalinya." Ungkap Revano, ia mengeluarkan kotak kecil berwarna merah dari saku jaketnya.

"Aku ingin menebus semua janji aku yang belum kita lakukan bersama, aku mau terus menjalani hari aku dengan adanya kamu di hidupku."

Evelin terkejut bukan main sekaligus terharu, saat Revano membuka kotak kecil itu ada cincin mewah dan cantik di sana.

"Will you marry me?"

Evelin tersenyum ingin menangis namun ia justru memberikan jawaban dengan mencium bibir Revano.

"Yes, i Will."

Dunia Evelin yang ter ombang-ambing seketika menemukan keseimbangannya, Revano adalah cinta pertama dan terakhir untuknya untuknya. Sejauh apapun pria itu pergi ke manapun Evelin akan mengejarnya.

Tak beda jauh dengan Revano, hidupnya yang tak tentu arah kita sudah menemukan jalan pulang yang benar. Bagiannya evelin adalah dunianya saat ini.

***

Sesampainya Evelin di lapangan indoor basket, matanya menelusuri sudut-sudut lapangan mencari keberadaan Revano yang katanya sedang melakukan latihan di sini.

Namun matanya menangkap sesuatu yang menjadi perhatiannya, pria yang yang di carinya itu sedang bersama seorang wanita, cowok itu terduduk di kursi sedangkan gadis yang berdiri itu mengelap keringat di wajah pria itu.

Cih

Sepertinya habis latihan basket.

"Cemburu nih?" Evelin menengok ke arah samping yang entah sejak kapan Aldi sudah berdiri di sana. Pria itu sama halnya sudah berkeringat dengan seragam basketnya.

"Jadi cewek galak amat sih."

"Bodo amat!"

"Cewek kalau lagi cemburu emang garang." sahut Defa dari arah belakang mereka, yang ikut bergabung.

"Siapa juga yang cemburu."

"Eh merasa kesindir yah?" Evelin menatapnya tajam, Defa tertawa.

"Kamu ngapain ke sini? Mau ketemu Revano?" Tanya Aldi, bukannya mendapat jawaban Evelin melempar totbagnya yang di tangkap langsung oleh Aldi.

"Titip buat temanmu."

"Gak mau ketemu Revano dulu?"

Evelin melihat ke arah Revano yang mana pria itu tengah berjalan ke tempatnya, perasaannya terlalu marah ia akhirnya memutuskan berbalik untuk pulang, ia tak ingin bertemu dengan Revano!

"Yuk pulang." Entah bagaimana Revano sudah menggenggam tangannya lalu menariknya menjauh dari lapangan.

"Apaan sih aku bisa pulang sendiri."

Revano seolah menulikan pendengarannya, pria itu terus melanjutkan langkahnya menuju parkiran. Evelin menatap garang ke arah Revano.

"Gue.bisa.pulang.sendiri." katanya menekankan setiap diksi yang di ucapkan, Evelin melepaskan Cengkramannya lalu berlalu begitu saja, tapi tiba-tiba Ia berteriak Revano mengangkat tubuhnya dan menempatkan tubuhnya ke atas pundak.

"Revano turunin!"

"Enggak!"

"Malu, diliatin orang!"

"Aku gak peduli."

"Turuninnn!"

"Kamu pulang bareng aku."

"Oke, aku pulang bareng kamu. Tapi turunin dulu."

"Udah terlanjur gendong!"

Revano terus berjalan menuju parkiran tak acuh dengan teriakan Evelin yang brontak meminta turun.

***

"Sudah ambil keputusan?" Revano menengok ke arah pria yang tengah membaca koran paginya, mendengar pertanyaan yang pernah ayahnya tanyakan minggu lalu membuat Revano kembali pada posisi membisu.

Revano tepikal orang yang tidak suka bertele-tele, Ia akan memutuskan langsung tanpa memikirkannya lagi, sepeti ayahnya. Tapi untuk soal permintaan Ayahnya yang satu ini, membuat Revano bingung sampai 7 hari ini Ia masih belum bisa memutuskan.

"Aku..."

"Ayah tahu ini keputusan yang berat, tapi Ayah mengharapkan kamu bisa menjalankan perusahaan Ayah di Amerika. Setidaknya setelah kamu lulus SMA, lagi pula kamu bisa kuliah di kampus impianmu di sana kan." Kevin menutup koran dan melipatnya kembali, menaruhnya di atas meja. Ia meraih kaca mata yang menggantung di dadanya, mengenakannya sebelum melangkah pergi.

Sepeninggalan ayahnya, Revano hanya diam dengan pikiran yang berantakan. Ada hal yang membuatnya takut dan khawatir, bukan tentang dirinya melainkan tentang Evelin.

Tbc...

REVANO (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang