chapter 34 - dengan cara lain

26.1K 3.2K 170
                                    

Aku enggak bisa janji utang yang hari Jumat aku upload kapan, tapi pasti kubayar kok e hehe😘
Happy reading❤️



🐢🐢🐢




Karena Sabtu dan Minggu kemarin aku masih dalam proses pemulihan, bimbingan Kak Wira akhirnya ditunda. Padahal aku tidak masalah dan merasa segar bugar, tapi malah Kak Wira yang berkeras menolak.

Ya sudah.

Kalau tutornya tidak mau, aku yang haus akan ilmunya bisa apa? Cukup diam dan terima.

Untungnya Sabtu ini, Kak Wira sendiri yang pertama mengingatkan. Jam baru menunjukkan pukul sepuluh pagi ketika Kak Wira memintaku bergabung dengannya di kursi depan. Awalnya aku agak skeptis, takut ada maksud dibalik sikap baiknya.

Namun aku segera ingat kejadian kemarin. Aku sadar ini untuk bayaran atas bantuanku. Setidaknya aku tidak rugi-rugi amat.

Satu jam berlalu, Kak Wira terpaksa berhenti menjelaskan ketika ponsel yang kutaruh di atas meja bergetar. Dari Kasih. Aku melirik Kak Wira dan dia mengangguk samar.

"Yel," sapa Kasih di ujung sana begitu aku menempelkan ponsel di telinga.

"Kenapa lo?" tanyaku tanpa basa-basi.

"Di mana?"

Alisku terangkat, perasaanku mendadak tidak enak jika Kasih menanyakan aku ada di mana. Karena kemungkinan besar, dia bermaksud mendatangiku. "Lo mau ke apartemen gue?"

"Iya, gue mau bawain makanan dari mertua gue," jawabnya.

Aduh! Lagi-lagi. Aku memejamkan mata, mulai merancang skenario apalagi yang bisa aku buat agar Kasih mengurungkan niatnya. Bukan hanya itu, aku juga harus menyiapkan rencana cadangan jika usahaku mencegahnya gagal.

"Itu kan dari mertua lo, kenapa dikasih ke gue?"

"Banyak, Yel. Kalau cuma gue sama papanya Bica yang makan bakalan basi. Mending gue bagi ke elo sama Mira."

Aku menoleh ke arah Kak Wira yang fokus dengan laptopnya, sepertinya tidak terlalu peduli dengan percakapanku. "Lo di mana sekarang?" tanyaku.

"Ini udah deket."

Tidak ada waktu, aku segera bangkit dari dudukku. Pertama-tama, aku harus mencegah Kasih masuk ke apartemen dan mencari Mira sekali lagi. "Ya udah, gue tunggu lo dibawa biar enggak usah repot-repot naik." Aku memutus sambungan telepon sebelum Kasih menjawab.

"Kenapa?" Kak Wira bertanya.

Saat aku memutar tubuh ke arahnya, ternyata Kak Wira ikut berdiri. "Kakak gue mau ke sini. Kak, sebagai antisipasi lo sembunyi di kamar atau keluar dulu. Takutnya walaupun gue larang kakak gue naik, dia tetep nekat. Oh, enggak. Atau gini, kalau gue enggak berhasil, gue hubungin lo. Itu tandanya lo harus sembunyi. Oke?"

Setelah penjelasan panjang lebarku, Kak Wira cuma diam selama beberapa detik. Apa sih yang perlu dipikirkan? Masalah aku akan tetap tinggal bersamanya atau tidak kan tergantung dari apa aku ketahuan atau tidak. Harusnya iyakan saja.

Aku mengerutkan alis.

Akhirnya dia mengangguk. "Oke."

Tanpa berlama-lama, aku melangkah cepat meninggalkan Kak Wira untuk menunggu Kasih.

Benar katanya. Tidak sampai sepuluh menit aku menunggu, Kasih akhirnya tiba. Seandainya aku mengulur-ulur waktu ditelepon maupun di apartemen, mungkin Kasih sudah ada di depan pintuku.

"Nih."

Aku menerima paperbag yang disodorkan Kasih. "Thank's."

"Diabisin, ya?"

Dicari : Teman Sekamar [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang